Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Catatan KPAI di Hardiknas: Pendidikan Belum Sentuh Keluarga Miskin

Priyo Handoko mengajak anaknya yang masih duduk kelas dua sekolah dasar saat beraktivitas mengatur lalu lintas, agar selalu dapat membimbingnya selama melakukan kegiatan belajar di rumah (ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho)

Jakarta, IDN Times - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) memberikan catatan pada Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) yang jatuh pada 2 Mei. KPAI menilai kualitas pendidikan Indonesia pada masa pandemik belum menyentuh anak-anak keluarga miskin.

Komisioner KPAI Retno Listyarti mengungkapkan, pandemik telah berdampak signifikan terhadap menurunnya kualitas pendidikan di Indonesia, bahkan angka putus sekolah meningkat hingga target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) terancam gagal tercapai.

"Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mencatat bahwa pandemik COVID-19 di Indonesia telah menambah jumlah penduduk miskin, meningkatkan pekerja anak, dan meningkatkan putus sekolah," ujarnya dalam siaran tertulis, Minggu (2/5/2021).

1. Angka putus sekolah karena menikah mencapai 119

Ilustrasi pernikahan anak (Instagram/unicefindonesia)

Berdasarkan data pengawasan KPAI selama 2020, kata Retno, angka putus sekolah karena menikah sebanyak 119 kasus, dan putus sekolah akibat menunggak SPP 21 kasus.

Sedangkan, pada Januari hingga Maret 2021 ada 33 kasus anak putus sekolah karena menikah, 2 kasus karena bekerja, 12 kasus karena menunggak SPP, dan 2 kasus karena kecanduan gadget sehingga harus menjalani perawatan dalam jangka panjang.

2. Kebijakan PJJ menuai masalah

Ilustrasi siswa sekolah dasar belajar online. (IDN Times/Debbie Sutrisno)

Selain itu, kebijakan Belajar Dari Rumah (BDR) atau Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) atau belajar daring terus menuai masalah, dan belum ada solusi dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

"Meskipun berbagai kebijakan sudah dibuat, seperti bantuan kuota internet, kebijakan kurikulum khusus dalam situasi darurat, kebijakan standar penilaian di masa pandemik, namun itu tidak efektifnya," kata Retno.

3. Pembelajaran daring hanya didapatkan anak keluarga kaya

Ilustrasi Belajar Online (IDN Times/Sunariyah)

Retno menilai PJJ terlalu bertumpu pada internet, akibatnya sejumlah kendala pembelajaran daring terjadi karena keragaman kondisi keluarga peserta didik, keragaman kondisi daerah seluruh daerah, dan kesenjangan digital yang begitu lebar antar daerah, mulai dari Jawa dengan luar Jawa sampai daerah perkotaan dengan pedesaan.

"Anak-anak dari keluarga kaya cenderung terlayani PJJ secara daring, namun anak-anak dari keluarga miskin kurang terlayani, bahkan banyak yang sama sekali tidak terlayani, hal ini berdampak kemudian dengan angka putus sekolah," ungkap Retno.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rochmanudin Wijaya
Zumrotul Abidin
Rochmanudin Wijaya
EditorRochmanudin Wijaya
Follow Us