Dari Pena ke Layar, Menilik Sumpah Pemuda di Genggaman dan Jari Gen Z

- Gen Z menilai Sumpah Pemuda punya makna kuat hingga saat ini
- Anak muda belajar agar tidak terpolarisasi lagi
- Sumpah harus diingat, jangan sampai jadi sampah
- Pemerintah harus membuat kebijakan agar wangi Sumpah Pemuda tetap terus semerbak
Jakarta, IDN Times - Di era serba digital, semangat Sumpah Pemuda menemukan wujud barunya di tangan generasi Z. Jika pada 1928 para pemuda menulis sumpah dengan pena dan kertas, kini bara nasionalisme itu berpindah ke layar ponsel dan ruang media sosial. Gen Z mengekspresikan cintanya pada bangsa lewat unggahan kreatif, kampanye digital, hingga gerakan sosial yang lahir dari dunia maya. Di antara riuh tagar dan tren, mereka membuktikan bahwa makna persatuan tak lekang dimakan zaman.
Namun, cara mereka mencintai Indonesia tak selalu konvensional. Nasionalisme bagi Gen Z bukan sekadar menghafal teks Sumpah Pemuda, melainkan keberanian menantang isu ketidakadilan, menjaga keberagaman, dan berinovasi untuk perubahan.
Sumpah Pemuda kini bukan hanya warisan sejarah, tapi denyut yang hidup di genggaman. Di layar kecil itu, Gen Z menulis ulang identitas kebangsaan dengan bahasa zamannya sendiri, singkat, cepat, tapi menggugah. Dari pena ke layar, dari kata ke aksi, generasi ini membuktikan bahwa cinta Tanah Air tak pernah ketinggalan zaman, hanya berubah bentuk, namun tetap menyala di dada yang muda.
1. Makna kuat Sumpah Pemuda masih terasa, semoga tak padam

Salah satu Gen Z yang juga karyawan swasta, Yuli Azzahra, menilai Sumpah Pemuda punya makna kuat hingga saat ini. Nilai-nilai dan semangat persatuan terus hidup lewat jemari anak muda yang terus menggaungkan lawan polarisasi.
"Sumpah Pemuda sekarang makin kuat, apalagi pasca-Pemilu 2019 kemarin ya. Di media sosial terlihat persatuan menguat. Sekarang anak muda banyak belajar, biar gak gampang terpolarisasi lagi kayak dulu. Buktinya Pemilu 2024 kemarin sudah nggak ada lagi polarisasi," kata dia kepada IDN Times, Selasa (28/10/2025).
Meski begitu, Yuli mengaku khawatir ke depannya Sumpah Pemuda hanya sekadar ikrar yang mulai dilupakan generasi berikutnya.
"Itu yang kita khawatirkan, era globalisasi massif banget. Semoga anak muda ke depan terus bisa jaga semangat Sumpah Pemuda ini," tegas perempuan 27 tahun itu.
2. Sumpah harus diingat, jangan sampai jadi sampah

Senada, anak muda lainnya, Jonathan Herlambang mengatakan, Sumpah Pemuda adalah ikrar sakral yang dibuat 97 lalu. Ia menekankan agar Sumpah Pemuda tak sekadar jadi semangat lambat laun akan terpinggirkan sendirinya.
Jonathan menyebut, pemerintah harus membuat kebijakan agar wangi Sumpah Pemuda masih terus semerbak tak hilang ditelan zaman.
"Pemerintah mungkin bisa bikin film yang bisa diputar, disaksikan oleh anak-anak. Kisahnya tentu soal sejarah Sumpah Pemuda, bagaimana anak-anak muda dulu bisa bersatu. Biar suatu saat kalau terjadi perpecahan, kita bisa ingat kembali," tutur Jonathan yang kini berusia 21 tahun.
3. Mengingat kembali sejarah Sumpah Pemuda

Sebagaimana diketahui, Sumpah Pemuda adalah salah satu tonggak sejarah penting Bangsa Indonesia pada zaman memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia. Sumpah Pemuda hingga saat ini dijadikan sebagai dasar pemersatu bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa.
Hari Sumpah Pemuda diperingati setiap tanggal 28 Oktober, untuk mengingatkan betapa pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa terutamanya bagi pemuda-pemudi untuk membangun bangsa dan negara ke arah yang lebih baik lagi.
Pada zaman perjuangan merebut kemerdekaan dari tangan penjajah, sering sekali mengalami kegagalan. Perjuangan menghalau bangsa penjajah gagal karena perjuangannya saat itu masih bersifat kedaerahan sehingga mudah untuk dihancurkan.
Hal ini menjadi salah satu faktor yang mendorong para pemuda untuk bisa berjuang dengan lebih kuat lagi, dengan mempersatukan kekuatan-kekuatan pemuda yang ada di masing-masing daerah. Selain itu, ada beberapa hal yang mendorong pemuda untuk bersatu yaitu:
- Politik Etis yang diterapkan oleh Belanda karena adanya pemberontakan petani di sejumlah daerah akibat Belanda tidak membayar upah para petani ini. Politik etis adalah kebijakan balas budi pemerintah Belanda untuk menyejahterakan rakyat;
- Surat kabar yang ada sudah mulai berkembang dan membantu mempercepat berkembangnya rasa nasionalisme pada rakyat Indonesia;
- Mulai munculnya beberapa organisasi kepemudaan yang dipelopori oleh Sarekat Dagang Islam yang didirikan oleh Hj Samanhudi pada 1905 di Solo. Organisasi ini tidak hanya berkembang di Solo namun sudah bermunculan di berbagai daerah. Organisasi lain juga mulai bermunculan, salah satunya adalah Organisasi Budi Utomo pada 1908.
Berdasarkan latar belakang tersebut, tercetuslah ide untuk mengadakan kegiatan musyawarah untuk mempertemukan berbagai organisasi kepemudaan. Kegiatan ini kemudian disebut sebagai Kongres Pemuda.
Kongres Pemuda pertama diadakan pada 30 April hingga 2 Mei 1926 di Batavia (Jakarta). Kongres pertama ini dipimpin oleh Muhammad Tabrani.
Pada Kongres ini terbentuklah sebuah organisasi Pemuda Indonesia pada 15 Agustus 1926 yang merupakan gabungan dari beberapa organisasi kepemudaan, sekaligus peresmian organisasi Perhimpunan Peladjar-Peladjar Indonesia atau PPPI. Pada Kongres ini, Mohammad Yamin memberikan gagasan untuk menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.
Kongres Pemuda kedua diadakan pada 27 hingga 28 Oktober 1928 di Jakarta. Pada hari ketiga saat menjelang penutupan kongres, Mohammad Yamin menyerahkan kertas kepada Djojopoespito yang berisikan ikrar Sumpah Pemuda. Hal ini kemudian dijadikan sebagai hari peringatan Sumpah Pemuda yang diperingati setiap tanggal 28 Oktober. Ikrar Sumpah Pemuda tersebut sebagai dasar untuk mempersatukan golongan pemuda saat itu untuk bersatu merebut kemerdekaan RI.
Isi Sumpah Pemuda:
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah satu, tanah Indonesia;
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia;
Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

















