Diduga PHK Masal, Chevron Berdalih Tawarkan Karyawan Mengundurkan Diri Secara Sukarela

PT Chevron Pacific Indonesia terus menepis kabar bahwa bahwa perseroan mereka telah memberhentikan atau melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 806 orang karyawan hingga akhir April 2016. Mereka berdalih bahwa sejumlah karyawan yang hengkang dari perusahaan multinasional asal Amerika Serikat (AS) tersebut melakukannya atas dasar sukarela.
Dilansir Tempo.co, Senior Vice President, Policy, Government and Public Affairs Chevron Indonesia, Yanto Sianipar menjelaskan bahwa para karyawan ditawarkan mengundurkan diri secara sukarela. Penawaran ini juga berlaku untuk seluruh karyawan di Chevron yang berjumlah sekitar 6.000 karyawan.

Jadi poin yang ditekankan bukanlah PHK tapi meminta kepada karyawan untuk mengundurkan diri secara sukarela. Jadi kita punya penawaran, mau diambil atau tidak. Kalau tidak mau diambil mereka bisa tetap bekerja. Penawaran tersebut telah diberikan kepada lebih dari 6.000 pegawai Chevron.
Hal ini terkait dengan kebijakan baru mereka untuk penyesuaian model bisnis. Sejak tahun lalu raksasa minyak asal Negeri Paman Sam tersebut melakukan hal ini guna menyikapi banyaknya perubahan yang terjadi pada perusahaan. Perubahan ini menyebabkan terjadinya perampingan organisasi untuk Chevron. Karena itu, perseroan memberikan kesempatan kepada seluruh karyawan untuk secara sukarela mengundurkan diri dari Chevron.

Masih belum ada informasi yang pasti berapa total karyawan yang telah mengambil kesempatan mengundurkan diri secara sukarela tersebut. Chevron Indonesia dilaporkan telah berencana melakukan pengurangan karyawan hingga sebanyak 1.600 pekerja. Angka tersebut, berdasarkan PHK yang dilakukan perusahaan multinasional ini dalam dua bulan terakhir, baik di Provinsi Riau dan Pulau Kalimantan.
Chevron sempat terjerat kasus cost recovery saat proses audit BPK.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebelumnya sempat menemukan adanya dugaan permainan dalam biaya operasi atau cost recovery. Temuan tersebut mengindikasikan adanya biaya-biaya yang seharusnya tidak dibebankan dalam cost recovery. BPK masih terus melakukan proses audit untuk memperdalam kasus ini. Hal tersebut dilakukan guna menindaklanjuti kecurigaan adanya penyelewengan cost recovery di perusahaan asal AS tersebut.
Besaran biaya cost recovery yang dicurigai oleh pihak BPK adalah biaya operasional Chevron di wilayah kerja Riau. Saat ditanya mengenai dugaan cost recovery yang didapatkan dari golongan ekspatriat, Chevron mengakui bahwa itu semua sudah mengikuti prosedur dan berdasarkan poin dari kontrak bagi hasil.