Dipajang di Etalase Bali, 5 Anak Korban Perdagangan Trauma Berat

Jakarta, IDN Times - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) masih mendampingi lima anak di bawah umur yang menjadi korban human trafficking di Bali pada awal Januari 2019 lalu. "Lima korban yang sebelumnya di Rumah Perlindungan Sosial Wanita (RPSW) Kementerian sosial di Pasar Rebo Jakarta, kini sudah pulang ke rumah masing-masing.
"Mereka di RPSW untuk rehabilitasi, dan sekarang dipulangkan tapi berada dalam penanganan Dinas Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak di Kota dan kabupaten Bekasi untuk terus menjalankan pemulihan dan rehabilitasi," jelas Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Rita Pranawati, saat ditemui IDN Times di kantor KPAI, Jakarta, Selasa (26/3).
1. Kelima korban masih trauma

Rita mengakui meski berangsur pulih namun kondisi psikis lima anak yang ditemukan di sebuat pelacuran di Sanur, Bali tersebut masih trauma apalagi satu diantaranya sedang mengandung.
"Ini situasi yang sulit bagi mereka. Jadi kami akan terus dampingi korban," ucapnya.
2. Kasus perdagangan anak di Bali memasuki babak baru

Sementara itu, Komisioner KPAI Bidang Trafficking dan Eksploitasi Ai Maryati Solihah menambahkan kasus tersebut saat ini sudah memasuki babak baru. Lima korban akan terlibat dalam proses hukum kasus ini, melalui persidangan di Bali.
"KPAI akan memastikan pengawasan proses penegakan hukum jelang persidangan untuk memastikan implementasi UU tindak pidana perdagangan orang (TPPO). dan UU PA dalam kasus ini," tegasnya.
Untuk itu, KPAI sudah menggelar rapat koordinasi dengan SKPD terkait pada Kamis, (20/3) lalu, untuk membahas kasus tersebut sekaligus merespon tingginya angka trafficking dan eksploitasi pada anak dengan tujuan Bali pada 2018 dan awal 2019 ini.
3. Proses hukum harus memberikan efek jera kepada pelaku

Ai Maryati Solihah berharap dengan kasus ini, proses hukum akan memberikan efek jera pada para pelaku agar anak-anak tidak lagi dieksploitasi secara ekonomi dan seksual.
"Saat ini Polda Bali sudah menyempurnakan berkas dan kembali dimasukkan ke Kejaksaan Tinggi menunggu persidangan," imbuhnya.
4. Polda Bali temukan korban penjualan anak di Bali awal 2019

Pada awal 2019, Denpasar dikejutkan oleh temuan korban perdagangan anak di bawah umur. Kepolisian Daerah (Polda) Bali melalui Direktorat Reserse Kriminal Umum (Direskrimum) berhasil mengamankan dua pelaku tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Dua pelaku berinisial NKS (49) dan NWK (51) ini diamankan di Jalan Sekar Waru 3B Sanur, Denpasar Selatan, Jumat (4/1) lalu.
5. Lima anak dipajang di etalase dan dipasangi tarif

Menurut temuan KPAI, kelima anak di bawah umur dari usia 14 sampai 17 tahun tersebut diperlakukan bak barang yang dipajang, diberikan harga yang variatif, dan diharuskan melayani satu sampai delapan tamu per hari. Hal ini mengundang reaksi keras KPAI. Mereka meminta supaya pihak kepolisian menangani korban penjualan anak di Bali secara tepat.
"Kepolisian bisa melindungi haknya seperti pemulihan fisik dan psikologis mereka," katanya, dilansir dari kantor berita Antara.
6. Kelima anak harus didampingi agar mendapat restitusi

KPAI juga menemukan, para korban mengalami trauma yang tinggi karena menghadapi tekanan luar biasa di tempat tersebut. Mereka awalnya dijanjikan pekerjaan, bukan untuk prostitusi.
"Untuk itu pentingnya pendampingan hukum bagi para korban agar menerima restitusi sebagai ganti rugi yang mereka derita selama di tempat kerja yang bukan tujuan mereka berada," ujarnya.
7. Germo, mucikari, dan agen perekrut asal Bekasi, Batam, dan Banten harus ditangkap

KPAI sangat mengapresiasi kinerja Polda Bali yang berhasil membongkar sindikat perdagangan prostitusi di bawah umur. Ia mendorong penegakan hukum supaya polisi juga menangkap para germo, mucikari, dan agen perekrut yang dalam kasus ini berasal dari Kota Bekasi, Batam, dan Banten.
"Ini harus diungkap sampai ke akarnya sekaligus menutup tempat prostitusi di Bali tersebut. Para pelaku bisa dijerat Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang PTPPO dan UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan hukuman 15 tahun maksimum," ungkapnya.