Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Eks Napi Koruptor Jadi Komisaris, Jokowi Tak Serius Benahi BUMN?

Eks Politikus PDI Perjuangan yang pernah divonis 3 tahun penjara, Izedrik Emir Moeis. Ia divonis tiga tahun karena terima suap senilai Rp6,3 miliar (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A.)
Eks Politikus PDI Perjuangan yang pernah divonis 3 tahun penjara, Izedrik Emir Moeis. Ia divonis tiga tahun karena terima suap senilai Rp6,3 miliar (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A.)

IDN Times, Jakarta - Terkuaknya pengangkatan mantan napi koruptor Izedrik Emir Moeis menjadi komisaris anak usaha BUMN, PT Pupuk Iskandar Muda (PIM), dinilai menjadi bukti Presiden Joko "Jokowi" Widodo tak serius untuk membenahi perusahaan milik negara tersebut. Peneliti Trend Asia, Andri Prasetiyo mengatakan praktik ini justru akan membuat koruptor tak jera terhadap perbuatannya.

Apalagi, sejumlah anggota DPR malah berpendapat tak ada yang keliru terhadap pengangkatan Emir sebagai komisaris perusahaan anak usaha BUMN. 

"Emir Moeis dengan rekam jejaknya, jelas tidak layak untuk menjabat posisi tersebut dan harus segera diberhentikan. Bila tidak ada tindakan tegas, maka sangat mungkin ke depannya BUMN akan terus diisi oleh mantan koruptor," ujar Andri melalui keterangan tertulis pada Senin (9/8/2021). 

Ia khawatir performa anak perusahaan tersebut semakin memburuk bila diisi mantan napi koruptor. Berdasarkan situs resmi PT Pupuk Iskandar Muda (PIM), Emir diangkat oleh para pemegang saham sebagai komisaris sejak 18 Februari 2021. Andri mencatat sudah enam bulan Emir duduk sebagai komisaris dan digaji. 

Dalam catatan sejumlah masyarakat sipil yang tergabung di dalam Koalisi Bersihkan Indonesia (KBI), Emir terbukti menerima suap senilai US$423.985 ribu atau Rp6,3 miliar  dari Konsorsium Alstom Power Inc yang mendaftar jadi salah satu peserta lelang. Emir ketika itu terlibat pengadaan proyek PLTU Tarahan, Lampung. Akibat perbuatannya, Emir divonis tiga tahun penjara dan denda Rp150 juta subsider tiga bulan penjara pada 2014. 

Sedangkan, menurut peneliti dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Egi Primayoga, kasus pengadaan PLTU itu tetap bisa dikembangkan ke nama-nama lain yang disebut di persidangan. Namun, belum dilakukan. 

"Pemerintah juga seharusnya juga melakukan penyitaan terhadap hasil tindak pidana Emir Moeis dan mengakumuasikannya dengan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Pengangkatan Emir malah bertolak belakangan dengan itu," ujar Egi dalam keterangan tertulis. 

Bila merujuk kepada aturan yang berlaku, apakah boleh BUMN mengangkat komisaris dengan latar belakang mantan napi koruptor?

1. Ada celah aturan untuk mengangkat mantan napi koruptor jadi anggota dewan komisaris

Syarat untuk menjadi anggota Dewan Komisaris anak perusahaan BUMN sesuai dengan pasal 4 Peraturan Menteri BUMN nomor PER-03/MBU/2012 (Tangkapan layar Peraturan Menteri BUMN)
Syarat untuk menjadi anggota Dewan Komisaris anak perusahaan BUMN sesuai dengan pasal 4 Peraturan Menteri BUMN nomor PER-03/MBU/2012 (Tangkapan layar Peraturan Menteri BUMN)
Syarat untuk menjadi anggota Dewan Komisaris anak perusahaan BUMN sesuai dengan pasal 5 Peraturan Menteri BUMN nomor PER-03/MBU/2012 (Tangkapan layar Peraturan Menteri BUMN)
Syarat untuk menjadi anggota Dewan Komisaris anak perusahaan BUMN sesuai dengan pasal 5 Peraturan Menteri BUMN nomor PER-03/MBU/2012 (Tangkapan layar Peraturan Menteri BUMN)

Aturan untuk bisa mengangkat anggota dewan komisaris merujuk kepada Peraturan Menteri BUMN nomor Per-03/MBU/2012 tentang Pedoman Pengangkatan Anggota Direksi dan Anggota Dewan Komisaris Anak Perusahaan BUMN. Namun, ada sejumlah aturan yang diubah ke dalam aturan yang baru, yakni PermenBUMN nomor PER-04/MBU/06/2020 yang diteken oleh Erick Thohir pada 26 Juni 2020. 

Untuk syarat menjadi anggota dewan komisaris masih merujuk ke aturan yang dirilis tahun 2012. Ada lima syarat formal yang harus dipenuhi oleh calon anggota dewan komisaris berdasarkan aturan tersebut yakni: 

  • orang perseorangan
  • cakap melakukan perbuatan hukum
  • tidak pernah dinyatakan pailit dalam waktu lima tahun sebelum pencalonan 
  • tidak pernah menjadi anggota direksi atau dewan komisaris atau dewan pengawas yang dinyatakan bersalah menyebabkan perusahaan pailit lima tahun sebelum pencalonan 
  • tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara atau yang berkaitan dengan sektor keuangan dalam waktu lima tahun sebelum pencalonan 

Di pasal yang sama juga diatur syarat materiil yang harus dipenuhi oleh calon anggota dewan komisaris. Poin yang digaris bawahi adalah integritas dan moral. Calon anggota dewan komisaris tidak pernah terlibat dalam:

  • perbuatan rekayasa dan praktik-praktik menyimang, dalam pengurusan BUMN, perusahaan atau lembaga tempat yang bersangkutan bekerja sebelum pencalonan (berbuat tidak jujur)
  • perbuatan cedera janji yang dapat dikategorikan tidak memenuhi komitmen yang telah disepakati dengan BUMN/perusahaan/lembaga tempat yang bersangkutan bekerja sebelum dicalonkan (berperilaku tidak baik)
  • perbuatan yang dikategorikan dapat memberikan keuntungan secara melawan hukum kepada yang bersangkutan dan atau pihak lain sebelum pencalonan (berperilaku tidak baik)

Menurut Andri, jajaran board manual PT PIM memanfaatkan celah pasal yang berbunyi tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara atau yang berkaitan dengan sektor keuangan dalam waktu lima tahun sebelum pencalonan.

"Emir diketahui telah bebas dari penjara sejak 2016 lalu," kata Andri. 

Praktik suap pun sering diartikan para koruptor tidak merugikan keuangan negara. Sebab, mereka menerima duit dari dana yang tak bersumber dari APBN. 

Di sisi lain, peneliti dari Transparency International Indonesia (TII), Ferdian Yazid, menilai PT PIM juga telah melanggar standar yang mereka buat sendiri yakni Sistem Manajemen Anti Suap ISO 37001:2016 sejak April 2020.

“Pengangkatan eks napi korupsi sebagai komisaris di anak perusahaan BUMN menunjukkan praktik buruk dalam tata kelola BUMN dan juga menimbulkan keraguan apakah komisaris mampu melakukan tugasnya dengan baik dalam melakukan pengawasan dan menjadi role model anti korupsi bagi karyawan," ungkap Ferdian. 

2. Pimpinan Komisi III DPR minta Menteri BUMN cari orang lain jadi komisaris PT PIM

Anggota Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni (Instagram.com/ahmadsaroni88)
Anggota Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni (Instagram.com/ahmadsaroni88)

Tak semua anggota parlemen mendukung Emir diangkat menjadi komisaris anak perusahaan BUMN. Wakil Ketua Komisi III DPR, Ahmad Sahroni, mengaku kecewa dengan pengangkatan mantan politikus PDI Perjuangan itu sebagai komisaris. 

"Saya kecewa dengan penunjukan ini, apalagi yang melakukan adalah perusahaan pelat merah, yang sebenarnya adalah milik negara," ungkap Sahroni di dalam keterangan tertulis pada Minggu, 8 Agustus 2021. 

Ia menilai dengan mengangkat Emir justru mencederai prinsip good corporate governance di perusahaan dan integritas.

"Rakyat di mana pun juga pasti terluka nuraninya melihat mantan koruptor kok bisa jadi orang penting di BUMN? Komitmen pemberantasan korupsinya mana? Ini jelas tidak memenuhi syarat integritas dan jauh dari penerapan nilai-nilai good corporate governance yang seharusnya menjadi prinsip utama BUMN," kata tutur dia lagi. 

Atas kekecewaannya itu, Sahroni meminta Menteri BUMN Erick Thohir mempertimbangkan kembali keputusannya dan segera mencari sosok lain yang lebih berkompeten menduduki jabatan komisaris PT PIM. Menurut Sahroni, Indonesia masih memiliki banyak sosok yang bersih dan tak pernah bermasalah dengan hukum.

"Karenanya, saya meminta kepada Pak Menteri untuk mengkaji ulang pengangkatan tersebut. Saya rasa masih banyak orang yang berkualitas, memiliki kemampuan, dan berintegritas untuk dijadikan seorang komisaris tanpa harus memiliki track record sebagai napi korupsi," kata dia.

3. Warganet sindir pengangkatan komisaris BUMN tak butuh SKCK

Ilustrasi sidik jari (ANTARA FOTO/Galih Pradipta)
Ilustrasi sidik jari (ANTARA FOTO/Galih Pradipta)

Pengangkatan mantan napi koruptor menjadi komisaris perusahaan pelat merah berbuah sindiran dari warganet di media sosial. Kata "SKCK" atau kepanjangan Surat Keterangan Catatan Kelakuan Baik bahkan pernah trending di Twitter. 

Mereka seolah menyindir sikap yang tak konsisten dari pemerintah, yang menerapkan rekam jejak yang baik dalam penerimaan calon pegawai negeri sipil atau pegawai BUMN. Tetapi, untuk posisi petinggi BUMN, justru SKCK itu diabaikan. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Santi Dewi
EditorSanti Dewi
Follow Us

Latest in News

See More

Pengusaha di Bogor Siap Hibahkan Tanah ke Pemkab Bangun Jalan Tambang

18 Okt 2025, 22:59 WIBNews