Fadli Zon Tepis Pemerintah Mau Bredel Pameran Yos Suprapto

- Menteri Kebudayaan membantah adanya pembredelan pameran seni rupa Yos Suprapto
- Pemerintah mendukung kebebasan berekspresi, namun dengan batasan
- Kurator dan seniman memiliki perbedaan pendapat terkait tema dan isi lukisan yang dipamerkan
Jakarta, IDN Times - Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, membantah ada pembredelan dalam batalnya pameran tunggal seni rupa karya Yos Suprapto berjudul "Kebangkitan: Tanah untuk Kedaulatan Pangan" di Galeri Nasional.
"Tidak ada, tidak ada pembungkaman, tidak ada bredel. Kami mendukung kebebasan berekspresi," ujar Fadli Zon dikutip, Minggu (22/12/2024)
1. Pemerintah klaim dukung kebebasan berekpresi

Fadli mengatakan pemerintah mendukung dan tidak mengekang kebebasan ekspresi. Tapi, dia memberikan catatan jangan sampai kebebasan tersebut melampaui batas.
"Kami mendukung kebebasan berekspresi. Tapi tadi itu, kan ada dong misalkan temanya soal pangan, tetapi ada yang menginjak orang, dianggap penggunaan budaya tertentu, dan tidak senonoh. Tadi itu kan ada batasnya," katanya.
2. Kurator tidak sependapat

Fadli Zon menceritakan proses pameran lukisan di Galeri Nasional sebenarnya sudah disiapkan cukup lama, termasuk berkomunikasi dengan kurator. Dijelaskan Fadli, kurator tersebut sudah bekerja sama dengan Yos dan sepakat mengenai lukisan yang akan dipamerkan.
"Dalam pameran itu, yang berkuasa adalah kurator. Kurator itu sudah bekerja sama dengan senimannya dan memilih tema tentang kedaulatan pangan. Dalam prosesnya, akhirnya ada beberapa lukisan yang tidak sesuai dengan tema. Bahkan, kurator itu sudah mendiskusikan hal tersebut dan tidak sependapat," ujar Fadli.
3. Ada lukisan yang tidak pantas

Fadli mengatakan meski tidak diizinkan oleh kurator, Yos memasang sendiri lukisan-lukisan yang tidak disetujui karena dianggap tidak pantas dan vulgar. Menurut Fadli, kurator juga menilai lukisan tersebut di luar tema serta bermuatan politik serta makian.
"Kemudian ada lukisan yang tidak pantas, seperti orang sedang telanjang, atau sedang bersetubuh dengan memakai topi yang punya identitas ciri budaya tertentu, seperti topi Raja Mataram, Raja Jawa, atau Raja Mataram, dan sebagainya. Itu kan bisa masuk dalam kategori ketersinggungan orang, termasuk kategori SARA," katanya.