Fakta-Fakta Bocah di Nisel Dianiaya Keluarga hingga Cacat

- Anak perempuan di Nias Selatan dianiaya keluarganya, mengalami cacat di kakinya.
- Tersangka penganiayaan ditetapkan sebagai tante korban, polisi masih memeriksa saksi dan menunggu hasil visum dalam korban.
Jakarta, IDN Times - Seorang anak perempuan di Nias Selatan (Nisel), Sumatra Utara, dianiaya oleh keluarganya. Bocah berusia 10 tahun ini bahkan mengalami cacat di kakinya. Kasus ini sudah ditangani oleh sejumlah pihak mulai dari polisi hingga Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA).
Polisi sudah menetapkan satu tersangka, yakni tante korban, D. Korban selama ini diasuh oleh kakek dan tantenya. Mereka tinggal di Desa Hilikara, Kecamatan Lolowau. Orangtua korban diketahui sedang merantau.
1. Tante korban ditetapkan jadi tersangka

Polisi telah menetapkan satu tersangka dalam kasus dugaan penganiayaan ini. D telah ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan hasil visum luar serta kesesuaian keterangan korban.
Kapolres Nias Selatan, AKBP Ferry Mulyana Sunarya, mengatakan, setidaknya ada tiga orang yang dilaporkan dalam kasus ini dan satu orang telah resmi menjadi tersangka.
“Satu orang sudah ditetapkan sebagai tersangka, inisial D. Hal itu berdasarkan hasil visum luar dan berkesesuaian dengan keterangan korban,” ujar Ferry dalam keterangannya, Rabu (29/1/2025) siang.
Tak menutup kemungkinan, kata Ferry, ada penambahan tersangka seiring perkembangan penyelidikan. Pihaknya juga masih membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut, termasuk menunggu hasil visum dalam korban untuk memperkuat bukti.
“Kemungkinan bertambah ada. Kami hanya perlu melakukan pengecekan lebih lanjut, terutama terkait visum dalam korban. Keterangan korban sudah ada, namun kami juga perlu pembuktian tambahan,” kata dia.
2. Jalani perawatan intensif di rumah sakit Kota Gunungsitoli

Polisi juga sudah memeriksa delapan orang saksi dalam kasus ini, termasuk tiga terlapor dan lima saksi lainnya yang terdiri dari tetangga korban serta kepala desa setempat.
Bocah perempuan berusia 10 tahun itu kini tengah menjalani perawatan intensif di sebuah rumah sakit di Kota Gunungsitoli, Nias. Kondisinya terus dipantau oleh tim medis guna memastikan pemulihan optimal.
“Personel Polres Nias Selatan sampai saat ini tetap melaksanakan pendampingan terhadap adik kita ini,” kata Ferry.
3. Korban tak punya akta kelahiran

Akibat penganiayaan yang dilakukan kepadanya, korban mengalami cacat fisik di bagian kaki. Dari informasi yang dihimpun, bocah ini tinggal bersama kakek, nenek tiri, dan keluarga ayahnya sejak masih balita.
Kedua orangtuanya telah bercerai dan pergi merantau. Ayahnya merantau ke Aceh, sedangkan ibunya ke Medan.
Ferry mengatakan, korban bahkan tak punya akta kelahiran dan namanya tidak tercantum dalam kartu keluarga kakeknya.
4. Tiga tahun lalu polisi sudah menelusuri kasus ini

Dalam kesempatan lain, Ferry juga menjelaskan, sekitar dua hingga tiga tahun lalu, polisi pernah menerima informasi dari warga soal dugaan kekerasan terhadap korban. Saat itu, polisi mendatangi lokasi untuk mengecek kondisi korban.
"Kaki korban memang sudah dalam keadaan sakit saat kami temui. Namun, saat itu kami belum menemukan bukti yang cukup untuk menyimpulkan adanya kekerasan," kata dia.
Kepala desa sebelumnya sempat mengusulkan agar korban diasuh oleh pemerintah, tetapi pihak keluarga tidak mengizinkan. Adapun narasi beredar yang menyebut korban tinggal di kandang anjing dan ayam milik pamannya, Ferry menyatakan polisi masih menyelidiki.
"Kami masih mencari bukti. Jika ada warga yang memiliki informasi valid, silakan laporkan ke polisi. Kami juga akan mengecek langsung ke tetangga korban untuk mengetahui apakah ada yang pernah melihat atau mendengar perlakuan tidak layak terhadap anak ini," ujar dia.
5. Rumah aman juga telah disiapkan

Sementara itu, Kemen PPPA mengatakan, kasus ini dapat dikembangkan dengan menarik tanggung jawab dari orangtua korban soal penelantaran.
Hal itu karena orangtua korban sudah berpisah sejak dia masih bayi. Sang ibu kemudian menitipkan korban kepada kakek dan neneknya untuk diasuh.
"Kasus ini dapat dikembangkan dengan menarik janggung jawab orangtua dan keluarga dalam pengasuhan anak dan penelantaran anak," kata Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Nahar kepada IDN Times, Jumat (31/1/2025).
Nahar menjelaskan, UPTD PPA Provinsi Sumut dan Nias Selatan telah menanggapi kasus tersebut. Korban juga telah mendapatkan perawatan medis dari Dinas Kesehatan dan puskesmas, serta tengah diupayakan agar bertemu orangtuanya.
"Anak sudah disiapkan juga rumah aman. Untuk kasus hukumnya diproses oleh Polres Nias Selatan," kata dia.
6. Pemprov Sumut bentuk tim khusus

Di sisi lain, Penjabat (Pj) Gubernur Sumatra Utara (Sumut), Agus Fatoni, sudah membentuk tim khusus menangani kasus anak korban kekerasan di Nias Selatan. Tim ini dibentuk sebagai respons cepat Fatoni dalam menangani kasus ini.
Tim tersebut terdiri dari dinas dan instansi terkait, mulai dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Sumut, Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, dan lintas instansi seperti kepolisian.
Tim bertugas mengidentifikasi, menginvestigasi dan menangani kasus kekerasan pada anak yang tengah disoroti masyarakat Indonesia.
“Kekerasan anak adalah masalah yang sangat serius dan memerlukan perhatian kita semua. Dengan pembentukan tim ini, kita berharap dapat meningkatkan perlindungan anak dan mengurangi kasus kekerasan anak di Nias Selatan," kata Fatoni.