Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

FSGI: Guru Botaki Murid karena Tak Pakai Ciput di Lamongan Langgar HAM

Ilustrasi PTM terbatas di Kota Bandung. IDN Times/Debbie Sutrisno
Ilustrasi PTM terbatas di Kota Bandung. IDN Times/Debbie Sutrisno

Jakarta, IDN Times - Siswi di Lamongan mengalami kekerasan dengan cara dibotaki oleh gurunya karena tidak memakai ciput. Siswi SMP Negeri 1 Sukodadi Lamongan itu dibotaki oleh Guru Bahasa Inggris, sekaligus pembina Pramuka mereka berinisial EN.

Ketua Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Retno Listyarti berpendapat, tak ada aturan yang dilanggar, selain itu hukuman yang dilakukan EN melampaui kewenangan dan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).

“Tidak seorang pun dapat diberi sanksi ketika tidak ada aturan yang dilanggar. Jika orang dewasa seperti guru memberikan sanksi padahal aturannya tidak ada, maka tindakannya melampaui kewenangan, itu pelanggaran HAM,” kata Retno dalam keterangannya, Kamis (31/8/2023).

1. Guru tersebut bisa dipidana dengan Undang-Undang Perlindungan Anak

ilustrasi (IDN Times/Arief Rahmat)
ilustrasi (IDN Times/Arief Rahmat)

Retno mengatakan, tindakan guru EN bisa dikenanakan pasal perbuatan tidak menyenangkan karena perbuatan itu berpotensi mempermalukan, merendahkan, sewenang-wenang, menyerang psikis 14 anak korban, bahkan dapat menimbulkan trauma pada korban. 

“Apalagi korbannya sangat banyak dan masih usia di bawah umur yang dilindungi oleh UU Perlindungan Anak. Artinya, tindakan guru pelaku dapat dipidana dengan UU PA,” kata dia.

2. Terjadi saat Kemendikbudristek giat hapus tiga dosa besar pendidikan

Ilustrasi kekerasan pada perempuan (IDN Times/Arief Rahmat)
Ilustrasi kekerasan pada perempuan (IDN Times/Arief Rahmat)

Sementara itu,  Sekjen FSGI Heru Purnomo, mengecam perbuatan guru yang mengedepankan hukuman dan kekerasan dalam mendisiplinkan siswa. Padahal seharusnya menerapkan disiplin positif ketika ada pelanggaran di satuan pendidikan.

“Miris kasus ini terjadi justru ketika KemendikbudRistek sedang giat-giatnya menghapus tiga dosa besar di dunia pendidikan, sebagaiman ketentuan dalam Permendikbudristek No. 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan," ujar Heru.

3. Tindakan guru itu masuk kategori kekerasan

Ilustrasi PTM (ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman)
Ilustrasi PTM (ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman)

Dengan adanya kasus ini, FSGI menyampaikan sejumlah rekomendasi, pertama mendorong inspektorat Kabupaten Lamongan untuk memeriksa guru EN dan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Lamongan dalam menangani kasus ini.

Karena penyelesaiannya sama sekali tidak menggunakan hukum positif atau peraturan perundangan terkait perlindungan anak, dan Permendikbudristek No 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan pendidikan.

FSGI merasa tindakan guru itu masuk kategori tindak kekerasan terhadap anak, baik kekerasan fisik yakni dengan membotaki muridnya dan kekerasan psikis karena anak korban pasti merasa direndahkan, dipermalukan, dan ketakutan.

FSGI juga meminta agar polisi yang menerapkan restorative justice dalam kasus ini bisa diperiksa oleh Kompolnas. Karena dalam UU Perlindungan Anak, prinsip restorative justice tidak bisa diterapkan.

FSGI juga mendorong Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Kabupaten Lamongan untuk melakukan assesmen psikologi, dan juga pendampingan psikologi bagi 14 korban sampai pulih.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Lia Hutasoit
EditorLia Hutasoit
Follow Us