KPAI Soroti Kematian Siswa Grobogan, Sekolah Gagal Lindungi Anak

- Kasus bulliyng di Grobogan akibat kurangnya pengawasan dari pihak satuan pendidikan.
- KPAI berharap polisi segera ungkap kasus dan proses sesuai UU SPA.
- KPAI juga mendorong penguatan SDM dan sistem rujukan untuk cegah kekerasan seperti ini terulang.
Jakarta, IDN Times - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) buka suara soal kasus siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Geyer Grobogan, Angga Bagus Perwira, yang meninggal dunia karena perundungan atau bullying.
Anggota KPAI, Aris Adi Leksono, mengatakan kasus ini menunjukkan sekolah masih belum bisa menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi anak-anak.
"Masih butuh perhatian serius dari pemerintah dalam upaya pencegahan, dan penanganan yang berbasis pada pemulihan terhadap kekerasan di lingkungan satuan pendidikan," kata dia, dalam keterangannya, Rabu (15/10/2025).
1. Menunjukkan kurangnya pengawasan dari pihak satuan pendidikan

Aris menyebutkan kasus ini menunjukkan kurangnya pengawasan dari pihak satuan pendidikan, sehingga kajadian perkelahian pemicu terjadinya kekerasan terjadi dua kali dalam waktu berdekatan.
"Selain itu, sistem deteksi dini terhadap situasi anak, yang berpeluang menjadi korban dan pelaku tidak berjalan dengan baik," kata dia.
2. Harap polisi segera ungkap kasus dan proses sesuai UU SPA

KPAI berharap polisi segera mengungkap motif pelaku, dan pelaku diproses berdasarkan UU Perlindungan anak, serta UU Sistem Peradilan Pidana Anak.
"Kepada pemerintah daerah agar memberikan perhatian kepada keluarga korban dalam bentuk pendampingan psikososial, bantuan hukum, hingga bantuan sosial," ujar Aris.
3. KPAI dorong penguatan SDM dan sistem rujukan cegah kekerasan

KPAI juga berharap kejadian seperti ini tidak terjadi lagi. Perlunya peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) dan layanan pencegahan serta penanganan kekerasan pada satuan pendidikan harus terus dikuatkan, yang bisa dilakukan dalam bentuk bimbingan teknis (bimtek).
Selain itu, perlunya membangun sistem rujukan dengan lembaga layanan anak lainnya, sehingga sekolah tidak sendiri dalam memberikan layanan perlindungan kepada anak.