Sedih atau Senang: Hutang Pemerintah Capai Rp 3.263,52 Triliun

Kementerian Keuangan mencatat data yang mengejutkan terkait total hutang pemerintah hingga Maret 2016. Angka hutang tersebut kini sudah mencapai 3.263,52 triliun rupiah. Total hutang tersebut setara dengan 27 persen total produk domestik bruto (PDB).
Dilansir Kompas.com, hal tersebut diungkapkan langsung oleh Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro di Gedung DPR RI, Jakarta. Bambang juga menambahkan bahwa hutang pemerintah yang setara dengan 27 persen PDB ini termasuk dalam kategori aman. Pasalnya 27 persen dari total PDB ini relatif rendah dibandingkan negara-negara yang perekonomiannya sama ataupun lebih besar dari Indonesia.

Bambang merinci, total hutang tersebut terdiri dari pinjaman sebesar 750,16 triliun rupiah dan surat berharga negara (SBN) sebesar 2.513,36 triliun rupiah. Untuk pinjaman mayoritas berasal dari luar negeri yang terdiri dari Bank Dunia, Jepang, Asian Development Bank (ADB), Perancis dan Jerman. Untuk SBN dalam bentuk valuta asing sebesar 656,6 triliun rupiah dan dalam denominasi rupiah sebesar 1.854,78 triliun rupiah.
Bambang menyebutkan, dalam APBN 2016 terdapat SBN yang jatuh tempo tahun ini sebesar 228,5 triliun rupiah. Lalu ditambah dengan SBN neto untuk menutupi defisit dan Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar 327,22 triliun rupiah. Dengan demikian, total penerbitan SBN tahun 2016 saat ini nilainya sudah mencapai 555,72 triliun rupiah.
Dari mana munculnya hutang negara ini?

Menurut Bambang, hutang tersebut muncul saat jumlah belanja lebih besar dari penerimaan. Selama budget (anggaran) direncanakan selalu defisit, maka pasti ada penambahan hutang. Hutang adalah sebuah kebutuhan wajib karena untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang masih melambat di Indonesia. Bambang menjelaskan, dari sisi konsumsi rumah tangga dan investasi swasta cenderung melambat. Sehingga diperlukan dorongan belanja pemerintah.
Penambahan nominal hutang dipengaruhi oleh dua hal. Pertama memang karena penarikan hutang baru, dan kedua adalah depresiasi dari nilai tukar rupiah. Sebab pemerintah juga menerbitkan surat hutang berdenominasi valuta asing. Ini juga menjadi jawaban atas pertanyaan dari anggota Komisi XI, Jhony F Plate. Jhony mempertanyakan kenapa nominal hutang pemerintah bisa sangat sebesar itu?
Pengamat: Jokowi berprestasi ciptakan utang.

Selain APBN gagal mencapai target, sektor keuangan secara keseluruhan pada era pemerintahan Presiden Jokowi menghadapi masalah serius. Menurut Salamuddin Daeng, Kepala Pusat Kajian Ekonomi Politik Universitas Bung Karno, pemerintah saat ini sangat berprestasi menciptakan hutang.
Salamuddin juga menambahkan bahwa hutang yang besar akan semakin menambah risiko yang dihadapi Indonesia, baik swasta maupun pemerintah. Sebagaimana diketahui sebelumnya bahwa perusahaan telekomunikasi Trikomsel gagal bayar, terkait obligasi dolar Singapura pada tahun 2015 akibat depresiasi rupiah.

Selain itu juga penambang batubara Berau Coal Energy Tbk yang juga mengalami nasib serupa. Besar kemungkinan pemerintah Jokowi akan gagal bayar pada tahun 2016 dikarenakan APBN yang jauh dari target.