IJRS: Dispensasi Kawin Anak Berkontribusi pada Lonjakan Perceraian

- Permohonan dispensasi kawin di Indonesia terus meningkat, meski sudah ada batas usia perkawinan.
- Dari 500 ribu putusan perceraian, 24% istri dan 2% suami bercerai karena menikah saat masih anak-anak.
Jakarta, IDN Times - Angka permohonan dispensasi kawin di Indonesia terus meningkat. Ini menjadi sorotan meski sudah ada beleid tentang batas usia perkawinan, di mana perempuan dan laki-laki sudah berusia 19 tahun.
Menurut peneliti di Indonesia Judicial Research Society (IJRS) Aisyah Assyifa, dispensasi kawin anak justru berkontribusi juga pada angka perceraian.
“Akibatnya apa ketika banyaknya permohonan dispensasi kawin yang dikabulkan dan banyaknya praktik perkawinan anak? Kita melihat lagi data perceraian. Dari 500 ribu putusan perceraian yang dianalisis, data menunjukkan bahwa sebanyak 24 persen yang bercerai adalah istri menikah saat masih dalam usia anak, dan 2 persen suami menikah masih dalam usia anak,” kata dia dalam Webinar: Bahaya Perkawinan Anak dan Perkawinan Anak menurut UU TPKS, Rabu (17/7/2024).
1. Data dikabulkannya permohonan dispensasi kawin

Aisyah menjelaskan, artinya dari 500 ribu putusan perceraian, satu per empatnya adalah istri yang menikah pada usia anak. Hal ini menimbulkan resiko tersendiri bagi seseorang ketika menikah di usia anak.
Pada 2022 di Pengadilan Agama, 95 persen permohonan dispensasi kawin dikabulkan, hanya 1 persen yang ditolak, dan 4 persen permohonan ditarik oleh orang tua pemohon.
Situasi di Pengadilan Negeri tidak jauh berbeda, dengan 90 persen permohonan dikabulkan, 1 persen ditolak, dan 5 persen ditarik
2. Ada 275 ribu perkawinan anak dan remaja setiap tahunnya tak tercatat

Aisyah mengatakan, kini yang jadi pertanyaan mengenai relevansi mekanisme dispensasi kawin. Data menunjukkan setiap tahun ada 330 ibu anak dan remaja yang menikah, namun hanya 55 ribu yang mengajukan permohonan dispensasi kawin di pengadilan.
“Artinya, ada 275 ribu perkawinan anak dan remaja setiap tahunnya yang tidak tercatatkan,” kata dia.
3. Dispensasi kawin sebagai mekanisme pencatatan harus dilakukan dengan tegas

Meskipun demikian dispensasi kawin juga berfungsi sebagai mekanisme pencatatan. Tanpa mekanisme ini, maka akan sulit mencatat jumlah perkawinan anak setiap tahun.
Namun, Aisyah menekankan bahwa mekanisme dispensasi kawin harus diatur dengan persyaratan yang sangat tegas mengenai alasan mendesak sehingga hakim dapat mengabulkan atau menolak permohonan tersebut.
“Dengan catatan, mekanisme dispensasi kawin ini harus diatur dengan persyaratan yang sangat tegas mengenai bagaimana alasan-alasan mendesak, sehingga hakim dapat mengabulkan atau menolak permohonan dispensasi kawin,” tutur dia.