Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Ini Sederet Tantangan Difabel Mental Berpartisipasi di Pemilu 2024

Ilustrasi pencoblosan (ANTARA FOTO/Arnas Padda)

Jakarta, IDN Times - Pada Pemilihan Umum 2024, penyandang disabilitas mental atau PDM dan orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) akan turut berpartisipasi.

Staf Advokasi Pusat Rehabilitasi YAKKUM dan Project Manager Dignity INKLUSI, Rani Ayu Hapsari menyoroti berbagai kendala yang dihadapi masyarakat dengan disabilitas mental dalam menggunakan hak pilihnya pada Pemilu 2024.

Rani mengungkapkan salah satu hal yang jadi hambatan adalah keterbatasan akses informasi terkait Pemilu di panti rehabilitasi, baik yang dikelola oleh lembaga swasta maupun pemerintah.

“Masih perlu dilihat apakah keterbukaan informasi terlebih adalah keterbukaan informasi dan gagasan informasi Pemilu itu betul-betul sampai tidak kepada kawan-kawan difabel Psychosocial yang berada di Panti Panti rehabilitasi. Karena untuk keluar saja misalnya atau ketersediaan TV saja di dalamnya itu juga tidak ada, atau ada tetapi terbatas,” kata dia dalam konferensi pers daring, Kamis (18/1/2024).

1. Malah terdaftar sebagai pemilih biasa

Staf Advokasi Pusat Rehabilitasi YAKKUM dan Project Manager Dignity INKLUSI, Rani Ayu Hapsari dalam konferensi pers daring Survei Kesiapan Pemilih Difabel dalam Memanfaatkan Hak Politik Pemilu 2024 (IDN Times/Lia Hutasoit)

Rani juga menyoroti bahwa penyandang difabel psikososial seringkali tidak terdaftar sebagai pemilih disabilitas mental, melainkan sebagai pemilih biasa. 

"Kemudian, ada harapan dari kawan-kawan difabel psikososial bahwa mereka dapat memilih secara mandiri, tanpa perlu TPS khusus di dalam panti rehabilitasi."

2. TPS khusus jadi minim privasi

Warga Kota Semarang mendaftar menjadi pengawas TPS pada Pemilu 2024 di Panwaslu Kecamatan. (dok. Bawaslu Kota Semarang)

Rani mengingatkan akan pentingnya menjaga kerahasiaan suara difabel mental, dan bahwa pembuatan TPS khusus di panti rehabilitasi dapat mengurangi rasa privasi.

“Bayangkan saja kalau misalnya dibuatkan TPS khusus gitu ya ditaruh di dalam balai rehabilitasi jadi tidak lagi tidak rahasia lagi, oh ini suaranya itu berasal dari balai rehabilitasi ini suara ini berasal dari panti ini,” kata dia.

3. Kurangnya pemahaman paslon dan caleg pada keberagaman disabilitas

Pekerja disabilitas saat mensortir dan melipat surat suara di KPU Kota Kediri. IDN Times/ istimewa

Dia juga mengungkapkan masih kurangnya pemahaman pasangan calon (paslon) serta calon legislatif (caleg) yang akan maju dalam Pemilu 2024 ini terhadap isu keragaman disabilitas. 

Meskipun visi-misi capres dan cawapres dianggap baik dalam mengangkat isu disabilitas, pemahaman tentang keragaman difabel masih perlu ditingkatkan.

“Tetapi jangan kemudian menganggap bahwa disabilitas itu sama semua. Ini ada banyak ragamnya, ada situasi yang kemudian juga berbeda-beda,” katanya.

4. Persyaratan surat keterangan tidak mudahkan mereka

Ilustrasi - TPS 08 Pondok Pucung, Pondok Aren, Tangsel. (Dok. IDN Times)

Tantangan bagi penyandang disabilitas mental juga terlihat dalam syarat surat keterangan dari psikiater untuk mengakses hak politik. Proses ini dinilai menyulitkan dan tak jadi akomodasi yang lebih layak bagi difabel psikososial.

Padahal, menurutnya, kondisi disabliltas mental merupakan kondisi yang tidak permanen dan tetap.

“Bayangkan saja mau mengakses haknya, menggunakan haknya itu harus ke psikiater dulu untuk bisa mendapatkan apa surat keterangan begitu ya,” kata dia.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us