[KALEIDOSKOP] Demonstrasi Besar-besaran di Gedung DPR Selama 2020

RUU HIP dan Cipta Kerja paling disorot publik selama 2020

Jakarta, IDN Times - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI kerap menjadi sorotan publik sepanjang 2020, karena beberapa peraturan yang diputuskan menuai kontroversi di masyarakat. Tak heran, demonstrasi besar-besaran kerap digelar di depan gedung parlemen itu.

Namun, di antara unjuk rasa yang paling besar adalah penolakan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker), dan penolakan RUU Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) yang diprotes banyak kalangan.

Berikut deretan unjuk rasa besar-besaran yang terjadi di depan gedung DPR RI, selama 2020.

Baca Juga: [KALEIDOSKOP] Momen Ledakan Kasus COVID-19 di Indonesia Sepanjang 2020

1. Aksi penolakan Omnibus Law RUU Cipta Kerja

[KALEIDOSKOP] Demonstrasi Besar-besaran di Gedung DPR Selama 2020Tampak Massa Demo Omnibus Law Berkonvoi di Jalan Gatot Subroto pada Kamis (8/10/2020) (IDN Times/Winston Utomo)

Demonstrasi tolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja terjadi sejak 2019 dan berlangsung secara bergelombang. Aksi tolak RUU Cipta Kerja semakin masif menjelang pengesahan.

Aksi di depan gedung DPR/MPR itu berlangsung hampir setiap pekan hingga puncaknya pada Sidang Paripurna DPR RI, 14 Agustus 2020. Ribuan buruh, mahasiswa, hingga pelajar turun ke gedung DPR. 

Selain aksi tiap pekan terus-menerus di gedung DPR RI dan Kementerian Koordinator bidang Perekonomian di Jakarta, massa yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) juga melakukan demo di 20 provinsi secara bergelombang dan terus-menerus, untuk menyuarakan isu yang sama.

Pada 14 Agustus 2020, polisi juga sempat melakukan pengadangan di beberapa titik, untuk mencegah massa yang masuk dari luar daerah menuju gedung DPR RI.

Presiden KSPI Said Iqbal menjelaskan, permasalahan mendasar Omnibus Law yang merugikan buruh dan rakyat kecil adalah menghapus upah minimum, yaitu Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK), serta memberlakukan upah per jam di bawah upah minimum.

Selain itu, mengurangi nilai pesangon dengan menghilangkan uang penggantian hak dan mengurangi uang penghargaan masa kerja. Belum lagi soal penggunaan buruh outsourcing dan buruh kontrak seumur hidup untuk semua jenis pekerjaan.

Waktu kerja yang eksploitatif dan menghapus beberapa jenis hak cuti buruh serta menghapus hak upah saat cuti, mempermudah masuknya Tenaga Kerja Asing (TKA) buruh kasar di Indonesia tanpa izin tertulis menteri.

RUU Ciptakerja juga dianggap mereduksi jaminan kesehatan dan pensiun buruh dengan sistem outsourcing seumur hidup, mudahnya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sewenang-wenang tanpa izin pengadilan perburuhan, menghapus beberapa hak perlindungan bagi pekerja perempuan, dan hilangnya beberapa sanksi pidana untuk pengusaha ketika tidak membayar upah minimum dan hak buruh lainnya.

2. Aksi penolakan RUU HIP

[KALEIDOSKOP] Demonstrasi Besar-besaran di Gedung DPR Selama 2020Demo menuntut UU Cipta Kerja (Omnibus Law) di kawasan Harmoni, Jakarta Pusat memanas pada Kamis (8/10/2020) memanas (Dok. IDN Times/Istimewa)

Demonstrasi besar-besaran juga terjadi di depan Gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta, pada 16 Juli 2020. Mereka menolak Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP).

Suasana di DPR sempat mencekam karena terjadi kerusuhan antara massa dengan polisi. Massa sempat melemparkan batu dan botol-botol ke arah aparat. Polisi pun membalasnya dengan tembakan gas air mata.

Akibat kerusuhan ini, polisi menangkap 20 orang yang diduga sebagai perusuh demonstrasi. Polisi menyebut, unjuk rasa tersebut disusupi kelompok perusuh.

Berdasarkan drafnya, RUU HIP akan dijadikan landasan hukum untuk memperkuat Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara. Haluan Ideologi Pancasila diusulkan sebagai pedoman bagi kehidupan berbangsa.

Usulan RUU HIP ini muncul lewat rapat Badan Legislasi DPR (Baleg). Laman DPR mencatat, rapat pembahasan RUU HIP telah dilakukan setidaknya tujuh kali selama Februari hingga Juni 2020.

Setidaknya ada dua isu yang menjadi sorotan RUU HIP. Pertama, isu kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI) lantaran konsideran RUU HIP tak mencantumkan TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966, tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia, dan Larangan Setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Paham atau Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme.

Kedua, isu mengubah ideologi Pancasila menjadi ekasila dan trisila melalui Pasal 7 ayat 2 dan 3 RUU HIP.

3. Pengesahan RUU Minerba, dan RUU Mahkamah Konstitusi

[KALEIDOSKOP] Demonstrasi Besar-besaran di Gedung DPR Selama 2020Suasana demo tolak RUU HIP dan RUU Omnibus Law di depan Gedung DPR, Kamis (16/7/2020) (IDN Times/Novy Agrina)

Selain RUU Ciptaker dan RUU HIP, beberapa RUU juga menjadi sorotan publik, yakni RUU Minerba dan RUU Mahkamah Konstitusi. Dari 13 RUU yang telah disahkan DPR selama 2020, empat RUU di atas yang paling disorot dan menuai penolakan dari masyarakat. DPR kini telah mengakhiri Masa Persidangan II Tahun Sidang 2020-2021.

Saat ini, DPR sedang membahas Program Legislasi Nasional (Prolegnas) RUU Prioritas 2021 dan akan ditetapkan pada masa sidang yang akan datang.

“Proses penyusunan daftar Prolegnas Prioritas 2021 yang dilakukan DPR dan Pemerintah bersama dengan DPD, saat ini akan menjadi pedoman yang menentukan target legislasi DPR pada 2021,” ujar Ketua DPR Puan Maharani dalam pidatonya menutup Masa Persidangan II, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat, 11 Desember 2020.

Baca Juga: [KALEIDOSKOP] 7 Kasus Heboh yang Ditangani Polda Metro Selama 2020

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya