Jakarta Ramah Fotografer, Pramono Ingatkan Jangan Paksa Warga Beli

- Kasus Tebet Eco Park jangan sampai terulang, Pramono meminta tidak ada pemaksaan dalam fotografi di tempat umum.
- Komdigi akan panggil komunitas fotografi untuk memperkuat pemahaman tentang kewajiban hukum dan etika fotografi di ruang digital.
- Dengan dipotret di ruang publik yang kerap tanpa izin, masyarakat yang diambil fotonya bisa menebus gambar dengan harga tertentu.
Jakarta, IDN Times – Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung menanggapi maraknya fotografer jalanan yang menawarkan jasa foto di berbagai sudut ibu kota dan fasilitas publik.
Pramono menegaskan, Jakarta adalah kota terbuka bagi siapa pun, termasuk fotografer yang mencari nafkah dengan memotret di tempat umum. Namun, ia mengingatkan agar kegiatan tersebut tidak disertai dengan paksaan kepada orang yang difoto.
“Jakarta adalah kota yang terbuka. Siapa saja boleh berkreasi di Jakarta, termasuk mengambil foto. Saya juga sering difoto. Nah, yang paling penting tidak ada pemaksaan untuk foto itu harus dibeli," ujar Pramono, di Balai Kota, Rabu (29/12/2025).
1. Kasus Tebet Eco Park jangan sampai terulang

Pramono mengatakan kasus fotografer yang meminta uang di Tebet Eco Park terulang lagi. Untuk, itu Pramono meminta tidak ada pemaksaan.
"Kasus di Ecopark enggak boleh terjadi lagi di Jakarta. Maka bagi siapa saja yang mau memfoto, silakan. Tetapi tidak boleh memaksa kemudian itu harus dibeli. Itu prinsipnya," ujarnya
2. Komdigi akan panggil komunitas fotografi

Sebelumnya Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) bakal mengundang perwakilan fotografer dan asosiasi profesi seperti Asosiasi Profesi Fotografi Indonesia (APFI) serta Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) terkait untuk memperkuat pemahaman tentang kewajiban hukum dan etika fotografi di ruang digital.
"Kami ingin memastikan para pelaku kreatif memahami batasan hukum dan etika dalam memotret, mengolah, serta menyebarluaskan karya digital. Ini bagian dari tanggung jawab bersama untuk menjaga ruang digital tetap aman dan beradab," kata Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Kementerian Komdigi, Alexander Sabar, Rabu (29/10/2025)
3. Potret tanpa izin

Dengan dipotret di ruang publik yang kerap tanpa izin, masyarakat yang diambil fotonya bisa menebus gambar dengan harga tertentu. Meski ada yang setuju, tak sedikit juga orang tidak setuju dengan praktik tersebut karena fotonya disebarluaskan ke publik
Kementerian Komdigi terus meningkatkan literasi digital masyarakat, termasuk juga pemahaman pelindungan data pribadi dan etika penggunaan teknologi, baik itu bidang fotografi hingga kecerdasan buatan generatif.
Alexander mengingatkan, masyarakat memiliki hak untuk menggugat pihak yang melanggar atau menyalahgunakan data pribadi sebagaimana diatur dalam UU PDP dan UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

















