Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Jelang Pemilu, Komitmen Pemerintah Usut Kasus HAM Tak Kunjung Terlihat

Agenda “Roadshow Menolak Lupa Kasus Pelanggaran Berat HAM” sekaligus pemutaran film “Munir: Sebuah Extrajudicial Killing” dan penampilan seni di Bandung, 7 Februari 2024 (Dok. Istimewa)

Jakarta, IDN Times - Jelang Pemilu 2024, pemerintah disebut tak kunjung membuktikan komitmen untuk memastikan akuntanbilitas dan keadilan keluarga korban pelanggaran HAM berat.

Para pegiat HAM, organisasi masyarakat sipil, mahasiswa, akademisi dan kalangan jurnalis dalam diskusi publik “Roadshow Menolak Lupa Kasus Pelanggaran Berat HAM” menilai pemerintah selama ini justru terus melanggengkan impunitas hingga melakukan pembiaran pada terduga pelaku pelanggaran HAM berat. Mereka bahkan menempati jabatan-jabatan publik dan berada di lingkaran kekuasaan.

Juru kampanye Amnesty International Indonesia, Zaky Yamani mengatakan, acara diskusi yang digelar di Bandung ini bertepatan dengan peringatan 35 tahun kasus pelanggaran HAM berat Tragedi Talangsari 1989, yang menewaskan 130 orang hingga penahanan pada 53 orang dengan tindakan kekerasan semena-mena.

“Hingga kini Tragedi Talangsari tidak pernah diusut tuntas walau kasus itu diakui sebagai kasus pelanggaran HAM berat masa lalu oleh Presiden Joko "Jokowi" Widodo. Ini menandakan negara masih tidak serius memastikan keadilan, kebenaran, dan reparasi penuh kepada para korban pelanggaran HAM berat,” kata Zaky dalam keterangan tertulis, dikutip Jumat (9/2/2024).

1. Momen Pemilu 2024 harusnya jadi momen penting pilih pemimpin baru

Ilustrasi warga menggunakan hak pilih di TPS. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Zaky mengungkapkan, Pemilu 2024 harus menjadi momentum penting untuk memilih pemimpin baru dan menghentikan praktik impunitas. Negara harus membawa mereka yang bertanggung jawab atas pelanggaran HAM ke pengadilan untuk menunjukkan komitmen nyata bagi penghormatan dan penegakan HAM.

“Pemilu 2024 tinggal seminggu lagi. Pemimpin yang terpilih harus melakukan investigasi terhadap kasus pelanggaran HAM berat seperti Tragedi Talangsari dan semua pelanggaran HAM lainnya secara menyeluruh, independen, dan imparsial,” katanya.

"Pelaku harus diadili di pengadilan yang adil tanpa hukuman mati. Impunitas yang terus dipelihara merusak kepercayaan publik dan menandakan tindakan semacam itu bisa dilakukan tanpa konsekuensi," imbuh dia.

2. Budaya impunitas masih dipelihara pemerintah

Istri Munir Suciwati ketika berbicara di peringatan 17 tahun Aksi Kamisan di depan Istana Negara. (Tangkapan layar YouTube Jakartanicus)

Sementara Suciwati, istri mendiang aktivis HAM, Munir Said Thalib menyoroti bahwa budaya impunitas masih dipelihara oleh pemerintah. Ini yang menyebabkan kasus-kasus pelanggaran HAM berat masih belum bisa dituntaskan dan pihak-pihak yang seharusnya bertanggungjawab tetap melenggang bebas.

“Pemerintah tidak serius menyelesaikan kasus pelanggaran HAM secara signifikan. Mereka hanya punya niat ingin menyelesaikan tetapi tidak pernah melaksanakannya,” kata Suciwati.

3. Kekecewaan pada Jokowi yang dulu janji usut kasus pelanggaran HAM berat

Presiden Joko Widodo menyapa warga saat berjalan kaki di Lapangan Gasibu, Bandung, Jawa Barat, Minggu (4/2/2024). Presiden Joko Widodo ditemani keluarga melakukan jalan santai di tempat itu. (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

Dia mengatakan, kasus pembunuhan Munir 2004 hingga kini tidak pernah diusut tuntas oleh pemerintah adalah contoh. Bahkan dokumen resmi Tim Pencari Fakta (TPF) atas hasil penyelidikan kasus Munir malah hilang setelah diserahkan kepada pemerintah.

Suciwati mengutarakan kekecewaannya kepada pemerintahan Jokowi yang dulu berjanji untuk mengusut kasus-kasus pelanggaran HAM berat.

“Dia pernah mengatakan akan menyelesaikan kasus A, B, C, D, termasuk kasus Munir, akan panggil Jaksa Agung untuk mengusut. Tapi tidak ada hasilnya. Malah mengangkat orang-orang yang terlibat kasus pelanggaran HAM," katanya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Jujuk Ernawati
EditorJujuk Ernawati
Follow Us