Kapuspen: TNI-Polri Tetap Solid Jaga Keamanan dan Stabilitas Nasional

- Mabes TNI menyayangkan narasi pemberitaan mendeskreditkan TNI
- TNI sebut kericuhan usai demo dilakukan secara terorganisir
- TNI tunggu instruksi presiden soal tindak lanjut tuntutan 17+8
Jakarta, IDN Times - Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI, Mayjen TNI (Mar) Freddy Ardianzah menegaskan hingga saat ini TNI dan Polri masih tetap solid dalam menjaga stabilitas dan keamanan nasional. Pernyataan itu disampaikan di tengah informasi ada sejumlah anggota TNI yang ditangkap oleh Brimob Polri saat aksi demo berujung ricuh pada pekan lalu.
Salah satu yang menjadi sorotan ketika salah satu anggota Badan Intelijen Strategis (BAIS), Mayor SS yang sempat dihampiri di area Pejompongan, Jakarta Pusat pada 29 Agustus 2025 lalu. Freddy mengakui Mayor SS benar adalah anggota intel BAIS. Namun, ia membantah Mayor SS berada di titik demo untuk memprovokasi agar berujung kericuhan.
Narasi adanya penangkapan personel TNI oleh anggota Brimob Polri dianggap dapat membenturkan institusi TNI dengan pihak kepolisian. "Potensi untuk membentur-benturkan antara TNI-Polri dan aparat dengan masyarakat begitu besar. Itu otomatis akan memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa," ujar Freddy di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Jumat (5/9/2025).
"Sampai dengan saat ini TNI-Polri masih tetap solid dalam menjaga stabilitas dan keamanan nasional. Kami akan terus bersinergi untuk menciptakan rasa aman, tertib, dan kondusif," imbuhnya.
1. Mabes menyayangkan narasi pemberitaan mendeskreditkan TNI

Di dalam forum itu, Freddy turut menyayangkan meski sudah diklarifikasi tetapi narasi yang beredar di ruang publik justru tetap mendeskreditkan TNI. Bahkan, narasi tersebut, kata jenderal bintang dua itu sudah ada di tahap membenturkan antara institusi TNI dan Polri.
"Dampak dari pemberitaan yang meluas terkait dengan TNI dalang kerusuhan, TNI tertangkap atau ditangkap Polri, TNI provokator, itu betul-betul bagi kami statement maupun pemberitaan itu melukai hati para prajurit dan instansi TNI," kata Freddy.
Padahal, kata Freddy, prajurit TNI yang bertugas membantu Polri untuk meredam aksi kerusuhan. Personel TNI di lapangan, katanya, juga kepanasan, kena lempar batu, bom molotov hingga menghirup gas air mata.
2. TNI sebut kericuhan usai demo dilakukan secara terorganisir

Freddy juga mengakui aksi kericuhan usai terjadi demonstrasi pada demonstrasi pekan lalu terlihat terorganisir. Para pelaku yang memprovokasi pun, katanya, juga terlihat terlatih.
"Bagi TNI, ini sebuah adu kecerdasan antara pelaku kejahatan, kriminal dengan kami. Oleh karena itu, beberapa masukan dari rekan media, masyarakat sipil, pengamat-pengamat merupakan sebuah masukan untuk berbenah serta mengevaluasi diri agar lebih cermat," katanya.
Dengan begitu, seandainya terjadi peristiwa serupa maka TNI sudah siap melakukan pencegahan.
Sebelumnya, Wakil Panglima TNI Jenderal Tandyo Budi Revita membantah militer membiarkan aksi penjarahan terjadi di beberapa kediaman anggota DPR dan menteri. Jenderal bintang empat itu menegaskan TNI tidak tinggal diam atas penggerudukan oleh massa tak dikenal terhadap rumah sejumlah pejabat tersebut.
"Kalau ada anggapan seperti itu, itu salah, jauh dari yang kami lakukan. Kami taat konstitusi, kami memberi bantuan kepada institusi lain karena permintaan konstitusi sendiri," kata Tandyo di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat pada 1 September 2025 lalu.
Ia juga membantah adanya dugaan cipta kondisi yang mengarah ke penerapan hukum tata negara darurat. "Saya kira apa yang kemampuan TNI untuk mencipta kondisi. Kita kan di belakang, terus di belakang Polri," imbuhnya.
3. TNI tunggu instruksi presiden soal tindak lanjut tuntutan 17+8

Mayjen TNI (Mar) Freddy Ardianzah juga merespons soal tuntutan rakyat dalam daftar 17+8 yang bergema di media sosial. Mereka mengatakan siap menerima aspirasi masyarakat. TNI juga menghormati setiap bentuk penyampaian pendapat yang dilakukan secara konstitusional.
Di dalam tuntutan tersebut, ada tiga poin yang ditujukan kepada TNI. Pertama, agar TNI segera kembali ke barak. Kedua, tegakkan disiplin internal agar anggota TNI tidak mengambil alih fungsi Polri. Ketiga, komitmen publik TNI untuk tidak memasuki ruang sipil selama krisis demokrasi.
"TNI selalu berusaha bekerja secara profesional dan berkomitmen untuk menjunjung tinggi supremasi sipil dalam negara demokrasi Indonesia. Untuk itu, TNI tunduk pada semua keputusan dan kebijakan yang ditetapkan nantinya," ujar Freddy.
Melihat respons tersebut, peneliti dan perubahan sosial Center for Strategic and International Studies (CSIS), Nicky Fahrizal, mengatakan, sikap itu bermakna TNI menanti keputusan Presiden Prabowo Subianto tentang isi tuntutan tersebut. Hal tersebut, kata Nicky, sesuai kultur yang berlaku di militer, yaitu tali rantai komando. Sedangkan, instruksi Prabowo kepada Panglima TNI dan Kapolri sejak Sabtu pekan lalu yakni menindak tegas pendemo yang berbuat tindakan anarki.
"Kembali ke Presiden sebagai panglima tertinggi TNI. Dalam kultur militer sudah jelas dari level Panglima TNI hingga pangkat terbawah tunduk kepada instruksi atau komando," ujar Nicky ketika dihubungi IDN Times melalui telepon pada Jumat kemarin.