Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kasus COVID-19 Diklaim Menurun, Ini Tanggapan Eijkman Institute

Ilustrasi (ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal)

Jakarta, IDN Times - Wakil Kepala Bidang Penelitian Fundamental Lembaga Biologi Molekular (LBM) Eijkman Institute, Herawati Sudoyo, menanggapi klaim yang menyebut kasus virus corona di Indonesia mulai mengalami penurunan.

"Kita harus memperbanyak dulu tes dan baru dari situ kita dapat melakukan prediksi dengan benar," kata dia dalam program Ngobrol Asik bersama IDN Times, Sabtu (16/5).

1. Analisis penting untuk memprediksi keberlangsungan COVID-19 di Indonesia

Deputi Bidang Penelitian Fundamental Eijkman Institute, Profesor Herawati Sudoyo, Herawati Sudoyo (Dok. Istimewa)

Tes COVID-19 yang lebih banyak, menurut Herawati, penting dilakukan untuk menghasilkan analisis yang lebih dalam dan benar. Sebab analisis dari tes-tes tersebut akan menghasilkan data yang bisa menunjukkan apakah Indonesia memang sedang mengalami penurunan kasus. Data-data tersebut juga bisa dijadikan acuan untuk memprediksi bagaimana sebenarnya kondisi COVID-19 di Indonesia.

2. Penurunan jumlah spesimen dipengaruhi beberapa hal

Ilustrasi tes swab. (ANTARA FOTO/Fauzan)

Dia juga menanggapi turunnya jumlah spesimen baru yang di tes PCR dalam waktu sehari. Pada Jumat (15/4), jumlah tes yang dilakukan berjumlah 4.912 spesimen. Padahal Presiden Joko "Jokowi" Widodo menargetkan ada 10 ribu spesimen yang dites setiap hari.

Angka tes yang menurun ini, kata Herawati, harus dilihat dari beberapa sisi. Apakah memang jumlah tes yang masuk memang sedikit atau memang jumlah reagen di Indonesia yang hampir habis. "Karena itu banyak yang harus kita lakukan," katanya.

3. Alasan Indonesia masih mengimpor reagen

Rapid test di sebuah rumah sakit di Banten (ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal)

Herawati mengatakan mengapa Indonesia masih harus mendapatkan reagen dari luar negeri. Menurut dia, Indonesia saat ini sedang berusaha untuk bisa membuat reagen sendiri, namun prosesnya tidak mudah.

Menurut dia harus ada quality assurance dan quality control, hingga goal standard dan Indonesia memerlukan waktu agar itu semua bisa terwujud. Waktu yang sangat pendek tidak bisa menghasilkan quality assurance dan quality control.

"Kalau misalnya ada kita harus melakukan validasi terlebih dahulu. Itu yang sebenarnya kita sedang lakukan, dengan beberapa tes yang dirakit di Indonesia jadi harus ada validasi," ujarnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dwi Agustiar
EditorDwi Agustiar
Follow Us