Kasus Kekerasan Anak di Jakarta Capai Level Tertinggi, Laporan Meningkat

- Kasus kekerasan anak di Jakarta mencapai level tertinggi
- Kekerasan anak lebih tinggi dari kasus kekerasan perempuan
Jakarta, IDN Times - Kasus kekerasan terhadap anak di Jakarta dilaporkan masih berada pada level tinggi. Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk (PPAPP) DKI Jakarta mengatakan, hingga saat ini tren kekerasan terus meningkat.
“Jadi, trennya memang naik setiap tahunnya. Jumlah kasus hingga November ini sudah menyamai kasus di tahun 2024,” ujar Kepala Dinas PPAPP, Iin Mutmainnah, di Jakarta, Senin (24/11/2025).
1. Kesadaran masyarakat semakin berani mengungkapkan kasus

Iin mengatakan, kenaikan ini salah satunya dipengaruhi semakin banyaknya korban, keluarga, maupun masyarakat yang berani menyampaikan laporan. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kini menyediakan lebih banyak kanal pelaporan untuk kekerasan terhadap perempuan dan anak.
“Artinya, kesadaran masyarakat semakin berani mengungkapkan atau speak up. Ini menjadi pengetahuan yang semakin meningkat di masyarakat untuk berani menyampaikan hal-hal yang mungkin terjadi atau dilihat di lapangan,” kata dia.
2. Kekerasan anak saat ini lebih besar dari kasus kekerasan perempuan

Pelaporan tersebut, kata dia, dapat dilakukan langsung melalui Unit Pelaksana Teknis (UPT) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), layanan Puspa, maupun layanan konseling keliling. Selain itu, tersedia 44 pos pengaduan di tiap kecamatan atau RPTRA, masing-masing dilengkapi dua tenaga ahli yakni konselor dan paralegal.
Dia menambahkan, jumlah kekerasan yang menimpa anak saat ini lebih besar dibandingkan kasus pada perempuan.
“Dari komposisi perempuan dan anak, anak itu lebih tinggi,” kata dia.
3. Tanpa pengaduan dari masyarakat tidak bisa lakukan penanganan

Data Dinas PPAPP mencatat, sejak Januari hingga 19 November 2025, terdapat 588 laporan kekerasan seksual terhadap anak, 242 kekerasan fisik, dan 236 kekerasan psikis. Selain itu, tercatat 109 kasus KDRT terhadap anak, 38 kasus TPPO, 30 perundungan, 25 salah perlakuan dan penelantaran, 18 eksploitasi, 15 konflik pengasuhan orang tua, 12 kasus yang menimpa anak penyandang disabilitas, serta delapan kasus pornografi yang melibatkan anak.
Seluruh data tersebut berasal dari laporan yang masuk. Iin menegaskan tanpa pengaduan dari masyarakat pihaknya tidak dapat melakukan penanganan.
“Kami juga terus melakukan upaya mitigasi dengan melakukan sosialisasi dan kampanye secara berkelanjutan untuk meminimalkan kasus kekerasan ini,” kata Iin.

















