Kasus Pengadaan EDC BRI, KPK Periksa Pihak Verifone dan Nec Indonesia

- KPK memeriksa saksi dari Verifone dan PT Nec Indonesia terkait dugaan korupsi pengadaan EDC di BRI.
- KPK telah menetapkan lima tersangka, termasuk mantan Direktur BRI, terkait kasus korupsi pengadaan mesin EDC.
- Nilai kerugian negara akibat pengadaan mesin EDC mencapai Rp744 miliar dalam dua skema beli putus dan sewa.
Jakarta, IDN Times - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa tiga saksi yang berasal dari Verifone dan PT Nec Indonesia. Mereka diperiksa terkait dugaan korupsi pengadaan EDC di BRI.
"KPK menjadlwakan pemeriksaan terhadap saksi dalam dugaan tindak pidana korupsi terkait pengadaan mesin EDC di Bank BRI 2020-2024," ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, dikutip Rabu (19/11/2025).
1. Daftar saksi yang diperiksa KPK

Saksi yang diperiksa KPK adalah Muhammad Aziz selaku Plt Country Manager Verifone serta Wali Kartawijaya selaku Project Manager PT Nec Indonesia, dan Ruli Ardianto selaku GM Finance PT Nec Indonesia. Pemeriksaan berlangsung pada Selasa (18/11/2025) di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.
"Dalam pemeriksaan ini penyidik menggali keterangan saksi perihal proses yang dilakukan pada pengadaan mesin EDC di BRI, baik yang beli putus maupun yang sewa," jelasnya.
2. KPK tetapkan lima tersangka

KPK diketahui telah menetapkan lima tersangka. Mereka adalah Direktur Utama Allo Bank Indra Utoyo (eks Direktur BRI), eks Wakil Direktur Utama Bank BRI Catur Budi Harto, Sunardi (SEVP Manajemen Aktiva dan Pengadaan BRI), Elvizar (PT Pasifik Cipta Solusi), dan Rudy Suprayudi Kartadidjaja (PT Bringin Inti Teknologi).
Mereka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 dan Pasal 18 Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
3. Kerugian negara mencapai Rp744 miliar

Dalam konstruksi perkaranya, terdapat dua skema dalam pengadaan mesin EDC ini, yaitu skema beli putus dan sewa.
Dalam skema beli putus meliputi pengadaan tahun 2020-2024 sebanyak 346.838 unit senilai Rp942 miliar. Sedangkan skema sewa untuk 2020 s.d 2024 sejumlah 200.067 unit senilai Rp1,2 triliun.
Dengan demikian, total anggaran dalam pengadaan tersebut senilai Rp2,1 triliun. Sedangkan hitungan awal nilai kerugian keuangan negaranya mencapai Rp744 miliar.

















