KBGO Meningkat, Tantangan Perlindungan Perempuan-Anak Makin Kompleks

- Akses luas teknologi meningkatkan risiko kekerasan gender, termasuk di ranah digital.
- Media harus memberitakan kebenaran serta mengangkat suara korban untuk kesadaran publik.
Jakarta, IDN Times - Kekerasan berbasis gender online (KBGO) terus menunjukkan peningkatan signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Kekerasan di ranah digital meningkat seiring dengan tingginya penggunaan internet yang jadi alarm bagi semua pihak, khususnya perempuan dan anak.
Komisioner Komnas Perempuan, Chatarina Pancer Istiyani, memaparkan data terbaru dari Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2024.
“Dari Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2024 itu sebesar 445 ribu. Itu yang dilaporkan. Tentu saja kita bisa membayangkan yang tidak dilaporkan, jauh lebih banyak lagi,” kata dia dalam diskusi "Suara Digital, Aksi Nyata: Bersama Mencegah Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak, di Jakarta, Senin (23/6/2025).
1. Akses lebih luas buat risiko terpapar juga tinggi

Dari jumlah tersebut, kekerasan berbasis gender mencapai angka 330 ribu lebih, termasuk kekerasan di ranah digital yang tahun ini tercatat 1.700 lebih kasus.
Menurut Chatarina, peningkatan ini dipengaruhi oleh akses yang lebih luas terhadap teknologi, kemudahan pelaku menggunakan akun palsu, rendahnya literasi digital pada perempuan dan anak, serta minimnya tanggung jawab platform digital.
2. Peran media dalam mengangkat suara korban

Jurnalis Harian Kompas, Sonya Helen, menyoroti pentingnya media dalam membangun kesadaran publik dan berpihak pada korban.
“Peran media adalah memberitakan yang sebenar-benarnya. Peran media adalah melakukan verifikasi apakah peristiwa itu benar atau salah, lalu publikasikan kalau itu salah, dibenarkan dan diluruskan. Bukan malah tambah runyam, kira-kira gitu,” kata dia.
Menurut dia, media memiliki tanggung jawab untuk mengeluarkan suara korban agar tidak tenggelam di tengah derasnya arus informasi digital.
“Berita saya tentu berperan. Memberitahukan kepada publik bahwa ada bahaya yang mengancam di sekitar kita. Ada silent killer yang sudah di depan mata yang sudah ada dalam kehidupan anak-anak dan perempuan-perempuan di negeri ini,” kata dia.
3. Korban KBGO didominasi usia remaja

Tenaga Ahli Pemenuhan Hak Korban di Pusat Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), Wulansari, mengungkapkan korban kekerasan di DKI Jakarta pada Juni 2025 mencapai sekitar 900 kasus. Sementara untuk KBGO, korbannya mayoritas berusia remaja, bahkan ada yang masih berusia delapan tahun.
Wulansari mencontohkan kasus anak yang diarahkan predator melalui game online untuk melakukan tindakan membahayakan. Dia juga mengungkapkan korban seringkali baru melapor ketika ancaman penyebaran konten sudah terjadi.
“Bagaimana caranya konten itu berhenti di media sosial. Itu harapan yang diinginkan oleh korban,” kata dia.
4. Pentingnya suara pegiat media sosial

Pegiat media sosial, Mira Sahid, menilai media sosial kini menjadi ekosistem aktivitas digital yang masif.
“Kalau kita bicara media sosial tentu kita sepakat bahwa sekarang ini media sosial tidak sekedar platform, ya, tetapi menjadi ekosistem konten atau ekosistem aktivitas digital yang masif,” ujar dia.
Menurut Mira, pelibatan influencer dan pegiat media sosial dalam kampanye literasi digital sangat penting.