Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Penyangkalan Jadi Bentuk Kekerasan Berulang Bagi Korban Mei 1998

Ilustrasi refleksi Tragedi Mei 1998. (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)
Ilustrasi refleksi Tragedi Mei 1998. (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)

Jakarta, IDN Times - Komnas Perempuan mengungkapkan penyangkalan pada kasus kekerasan seksual Tragedi Mei 1998 punya dampak pada keluarga korban. Komisioner Komnas Perempuan Dahlia Madanih mengatakan penyangkalan negara adalah bentu kekerasan yang berulang bagi korban dan keluarganya.

“Penyangkalan dari negara adalah bentuk kekerasan berulang bagi korban,” kata Dahlia kepada IDN Times, dikutip Kamis (19/6/2025).

1. Memicu ingatan trauma dan memantik kembalinya rasa sakit

Gedung Komnas Perempuan (IDN Times/Lia Hutasoit)
Gedung Komnas Perempuan (IDN Times/Lia Hutasoit)

Dia menilai pernyataan pejabat publik yang tidak memiliki empati pada luka dan peristiwa traumatik yang dialami oleh korban, saksi, dan keluarganya dapat memicu kembali ingatan peristiwa yang mereka alami dan rasakan.

"Memicu ingatan trauma dapat berdampak sebagai triger dari sakit-sakit psikis bahkan fisik, yang akan dialami kembali oleh korban,” ujarnya.

Menurut Dahlia, perempuan korban kekerasan seksual kasus Tragedi Mei 1998 saat ini masih takut dan enggan untuk diidentifikasi.

"Karenanya, dibutuhkan proses-proses penguatan pada jaminan pelindungan dan dukungan bagi saksi dan korban, maupun komunitas terdampak,” jelasnya.

2. Peristiwa yang ada runtuhkan kehidupan korban

Acara puncak perayaan 25 Tahun Komnas Perempuan di Jakarta Pusat, Rabu (15/11/2023). (IDN Times/Lia Hutasoit)
Acara puncak perayaan 25 Tahun Komnas Perempuan di Jakarta Pusat, Rabu (15/11/2023). (IDN Times/Lia Hutasoit)

Dahlia mengungkapkan, peristiwa kekerasan seksual berupa perkosaan, termasuk yang juga dengan penganiayaan merupakan penyiksaan seksual bagi perempuan dan sungguh meruntuhkan kehidupan bagi perempuan dengan waktu yang amat panjang.

“Menghilangkan rasa percaya diri, depresi, ketakutan, bahkan rasa ingin bunuh diri, atau dapat memicu sakit secara fisik berat yang dapat menyerang kembali korban, karena beban psikologi yang dihadapi selama ini,” katanya.

3. Ingatkan ancaman nyata yang ada, terjadi pada Ita Martadinata

Ilustrasi kekerasan seksual (IDN times/Aditya Pratama)
Ilustrasi kekerasan seksual (IDN times/Aditya Pratama)

Dia juga mengingatkan ancaman nyata yang terjadi pasca peristiwa Mei yang salah satunya terjadi pada Ita Martadinata salah satu korban kekerasan seksual Tragedi Mei 1998 yang tewas sebelum. bersaksi di mata dunia tepatnya di PBB.

“Ada ancaman-ancaman pembunuhan pada korban yang akan melakukan kesaksian, salah satu saksi yang akan melaporkan kesaksiannya Ita Martadinata di sidang PBB dibunuh dua hari sebelum dia berangkat ke network, serta satu perempuan di Tangerang,” ungkapnya.

Baru-baru ini publik dihebohkan dengan pernyataan Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, pada peristiwa perkosaan massal yang terjadi pada Mei 1998 memantik respons publik atas memori kelam tersebut. Pernyataan tersebut disampaikan Fadli dalam wawancara Real Talk With Uni Lubis berjudul “Debat Panas!! Fadli Zon vs Uni Lubis Soal Revisi Buku Sejarah” yang tayang di kanal YouTube IDN Times pada 10 Juni 2025.

Kala itu, Fadli mengatakan tak ada bukti dalam kasus pemerkosaan massal Mei 1998.

"Kita enggak pernah tahu, ada enggak fakta keras. Kalau itu kita bisa berdebat. Ada perkosaan massal, betul gak, ada perkosaan massal? Kata siapa itu? Enggak pernah ada proof-nya (bukti). (Itu) adalah cerita, kalau ada tunjukkan. Ada gak di dalam buku sejarah itu? Enggak pernah ada," ujarnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dwifantya Aquina
EditorDwifantya Aquina
Follow Us