Komnas HAM Soroti Celah Hukum dan Eksploitasi Revisi UU PPMI

- Pemerintah harus perkuat mekanisme regulasi agar perlindungan bisa efektif
- Kondisi kerja tak layak bahkan hingga setelahnya
- Revisi beleid ini harus perluas cakupan hak-hak PMI dan keluarganya
Jakarta, IDN Times - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai Rancangan Undang-Undang tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (RUU PPMI) masih menyisakan banyak persoalan mendasar yang perlu segera dibenahi.
Komnas HAM membagi masalah dan masukan terkait RUU PPMI ke dalam tiga tahapan, yaitu sebelum, selama, dan setelah bekerja. Dalam setiap tahapan, Komnas HAM menemukan sejumlah celah hukum serta praktik yang berpotensi melemahkan pelindungan pekerja migran.
"Dominasi calo akibat minimnya informasi resmi, lemahnya sistem informasi migrasi, serta gagalnya implementasi bebas biaya penempatan masih menjadi persoalan besar sebelum pekerja migran berangkat. Selain itu, penahanan dokumen pribadi dan lemahnya pengawasan pada proses persiapan penempatan membuat calon pekerja migran semakin rentan," kata Ketua Komnas HAM, Anis Hidayah, dalam keterangan resminya, dikutip Senin (25/8/2025).
Hal ini diungkapkan Anis usai pertemuan dengan Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia/Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI/BP2MI), Selasa (19/8/2025).
1. Pemerintah harus perkuat mekanisme regulasi agar perlindungan bisa efektif

Masalah lain yang juga disorot adalah belum terakomodirnya skema direct hiring, kekosongan regulasi sektor maritim dan perikanan, hingga perlunya harmonisasi kontrak kerja antarnegara.
Komnas HAM menilai pemerintah harus memperkuat mekanisme regulasi agar perlindungan dapat berjalan efektif dan tidak hanya bertumpu pada peran swasta.
“Pelindungan sektoral masih tidak memadai bagi pekerja domestik, care workers, lintas batas, dan sektor informal. Minimnya pendampingan hukum gratis di luar negeri, lemahnya portabilitas jaminan sosial, serta pencegahan perdagangan orang yang belum maksimal memperlihatkan negara masih abai terhadap kewajibannya,” ujar Anis.
2. Kondisi kerja tak layak bahkan hingga setelahnya

Komnas HAM menekankan selama bekerja, pekerja migran juga menghadapi kondisi kerja tidak layak, pelindungan yang minim dalam situasi krisis, serta lemahnya penanganan PMI non-prosedural. Rekomendasi yang diajukan menuntut agar negara menjamin mudahnya akses pendampingan hukum dan proaktif bagi pekerja migran di luar negeri.
"Setelah bekerja, masalah tidak berhenti. Tidak adanya mekanisme restitusi, lemahnya program reintegrasi dan rehabilitasi, serta rendahnya pelaporan data kepulangan PMI membuat para purna PMI kesulitan memulihkan kehidupan mereka. Negara tidak boleh lepas tangan dalam fase ini," kata dia.
3. Revisi beleid harus perluas cakupan hak-hak PMI dan keluarganya

Dalam kajiannya, Komnas HAM memberikan rekomendasi substantif terkait pasal-pasal RUU PPMI agar lebih sesuai dengan prinsip HAM dan kesetaraan gender. Beberapa rekomendasi kunci, mulai dari perkuat peran pemerintah pusat dan daerah, membangun sistem informasi migrasi terpadu, serta menjamin kebijakan penempatan yang adil, transparan, dan bebas eksploitasi.
"Revisi UU PPMI harus memperluas cakupan hak-hak PMI dan keluarganya sesuai standar internasional yang disesuaikan dengan kondisi nasional. Negara harus menetapkan pelindungan khusus bagi sektor rentan, termasuk pekerja non-prosedural, dan memperjelas batas tanggung jawab P3MI agar transparan," katanya.
4. Upaya integrasi data migrasi melalui kerja sama lintas kementerian

Komnas HAM juga mengapresiasi langkah KP2MI/BP2MI yang mendorong integrasi data migrasi melalui kerja sama lintas kementerian. Data ini akan diintegrasikan dalam Sistem Komputerisasi Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (SISKOP2MI) untuk meningkatkan akurasi dan akuntabilitas tata kelola migrasi.
"RUU PPMI harus menjawab kompleksitas migrasi tenaga kerja, memperkuat pelindungan bagi sektor rentan, dan memastikan kesetaraan gender di setiap tahap migrasi. Dengan begitu, kita tidak hanya menutup ruang eksploitasi, tetapi juga menghadirkan keadilan substantif bagi pekerja migran dan keluarganya," ujarnya.