Komnas: Penundaan RUU Masyarakat Adat Rugikan Perempuan Adat

- Desak pemerintah hentikan perampasan wilayah dan kriminalisasi perempuan adat
- Perempuan adat hadapi persoalan berlapis akibat kehilangan ruang kelola
- Desak RUU masyarakat adat masukkan agenda perlindungan perempuan adat
Jakarta, IDN Times - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengungkapkan penundaan pembahasan RUU Masyarakat Adat selama 25 tahun berdampak pada persoalan yang makin kompleks, termasuk pada perempuan adat. Padahal konstitusi Indonesia telah memerintahkan perlindungan dan pengakuan terhadap masyarakat adat, sebagaimana tertuang dalam Pasal 18B ayat (2) UUD 1945.
Komnas Perempuan mencatat, dari data pengaduan pada 2024 terdapat sedikitnya sembilan kasus yang dilaporkan kelompok perempuan adat terkait konflik agraria, tata ruang, dan sumber daya alam.
Peringatan Hari Masyarakat Adat Sedunia jatuh setiap 9 Agustus jadi agenda global masyarakat dunia untuk mengingatkan pentingnya keberadaan, peran, dan hak-hak masyarakat adat yang harus diakui serta dilindungi oleh negara.
"Penundaan pembahasan RUU Masyarakat Adat selama 25 tahun telah berdampak pada semakin kompleks dan berlapisnya persoalan yang dihadapi masyarakat adat, khususnya perempuan adat,” kata Komisioner Komnas Perempuan, Dahlia Madanih dalam keterangannya, dikutip Selasa (12/8/2025).
1. Desak pemerintah hentikan perampasan wilayah dan kriminalisasi perempuan adat

Komisioner Komnas Perempuan, Yuniasri menjelaskan, kasus-kasus tersebut menunjukkan pola kekerasan yang kerap terjadi dan berlangsung dalam durasi panjang. Mulai dari perampasan wilayah yang terkait kehidupan dan spiritualitas, kehilangan sumber penghidupan, beban ganda memenuhi kebutuhan keluarga di tengah konflik, dampak kesehatan akibat kerusakan lingkungan, serta kriminalisasi terhadap Perempuan Pembela HAM dan masyarakat adat yang mempertahankan hak ulayat.
“Oleh karena itu, Komnas Perempuan mendesak Pemerintah untuk segera menghentikan praktik perampasan wilayah adat dan kriminalisasi terhadap perempuan adat,” kata dia.
2. Perempuan adat hadapi persoalan berlapis akibat kehilangan ruang kelola

Komisioner Komnas Perempuan, Chatarina Pancer Istiyani juga mengatakan perempuan adat menghadapi persoalan berlapis akibat kehilangan ruang kelola, mulai dari hilangnya sumber pangan dan mata pencaharian, terputusnya pengetahuan tradisional, hingga rusaknya keterhubungan spiritual yang diwariskan turun-temurun akibat alih fungsi wilayah adat.
“Perempuan adat bukan hanya penjaga hutan dan sumber pangan, tetapi juga penjaga kehidupan dan kebudayaan bangsa. Mengabaikan hak mereka berarti mengabaikan masa depan kita bersama," kata dia.
3. Desak RUU masyarakat adat masukkan agenda perlindungan perempuan adat

Maka Komnas Perempuan mendesak percepatan pengesahan RUU Masyarakat Adat dan memasukkan 15 Agenda Pengakuan serta Perlindungan Perempuan Adat. Agendanya mencakup penghentian perampasan tanah dan kriminalisasi, pemulihan hak melalui keadilan ekologis dan gender, perlindungan warisan budaya, serta pemenuhan kewajiban negara sesuai konstitusi, UNDRIP, dan CEDAW guna menjamin hak perempuan adat secara menyeluruh.