Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kursi Ketum PMI Dibidik Agung Laksono, Ini Kata Jusuf Kalla

Ketua Palang Merah Indonesia (PMI), Jusuf Kalla ketika menengok lokasi bencana. (www.instagram.com/@palangmerah_indonesia)
Intinya sih...
  • Ketua Umum PMI, Jusuf Kalla, menegaskan pentingnya tidak mempolitisasi organisasi PMI.
  • Adanya upaya politisasi oleh individu dari Partai Golkar yang ingin menggantikan posisi JK sebagai ketua umum PMI.
  • Mantan Menteri ESDM dan eks Sekretaris Jenderal PMI, Sudirman Said, menegaskan bahwa organisasi KDDI tidak dikenal di dalam struktur kepemimpinan PMI.

Jakarta, IDN Times - Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI), Jusuf "JK" Kalla, angkat bicara mengenai adanya individu dari partai politik yang hendak membidik kursi ketum PMI jelang Musyawarah Nasional ke-22 bulan ini.

Pihak yang disebut ingin menggantikan posisi JK adalah koleganya di Partai Golkar, Agung Laksono. Hal itu terungkap dari surat undangan dari organisasi yang menamakan diri Komite Donor Darah Indonesia (KDDI) pada 26 November 2024 lalu. 

Di dalam surat yang diteken oleh Ketua Umum KDDI itu, tertulis mereka mengundang para ketua PMI di tingkat kabupaten atau kota dan provinsi di seluruh Indonesia untuk hadir di Hotel Sultan, Jakarta Pusat pada 29-30 November 2024. KDDI berharap lewat pertemuan itu diharapkan bisa menyatukan pikiran dan langkah agar PMI menjadi organisasi kemanusiaan yang lebih dinamis, peduli, dan bermanfaat bagi seluruh rakyat Indonesia. 

Di bagian bawah surat tertulis KDDI berkomitmen untuk mendukung Agung Laksono menjadi calon ketua umum PMI Pusat periode 2024-2029. "Dalam hal ini KDDI akan menanggung biaya pergi-pulang ke Jakarta serta uang saku," demikian isi surat yang diteken oleh Edward Napitupulu selaku Ketum KDDI. 

JK mengatakan, semua anggota PMI memiliki hak yang sama untuk menjadi ketua umum. Meski begitu harus mengedepankan etika dan memenuhi syarat yang sudah diatur di dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga organisasi. 

"Tidak boleh kayak partai macam-macam. Ini soal kemanusiaan sehingga harus ada etika, AD/ART dan syarat peraturan organisasi," kata JK di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Selasa (3/12/2024). 

Sementara, berdasarkan informasi yang diperoleh IDN Times, Agung bukan termasuk pengurus PMI. Posisinya pun tidak dikenal oleh para pengurus PMI di daerah. 

1. Jusuf Kalla ogah komentari manuver Agung Laksono

Politisi Partai Golkar, Agung Laksono ketika berada di dalam mobil usai mengikuti pemeriksaan di KPK. (ANTARA FOTO/Reno Esnir)

Sementara, ketika diminta tanggapannya soal manuver yang dilakukan oleh Agung, JK tak ingin mengomentari lebih jauh. "Kalau langkah Agung saya belum tahu," katanya. 

JK sendiri mengaku didukung kembali oleh para pengurus PMI di daerah untuk maju lagi menjadi ketua umum untuk kali keempat. Ia sudah terpilih jadi Ketum PMI sejak 2009 lalu dan menggantikan Mar'ie Muhammad. 

2. KDDI tidak dikenal sebagai organisasi yang terkait PMI

Mantan Menteri ESDM, Sudirman Said ketika diwawancarai untuk program Gen Z Memilih. (IDN Times/Fauzan)

Sementara, mantan Menteri ESDM dan eks Sekretaris Jenderal PMI, Sudirman Said, mengatakan organisasi KDDI tidak dikenal di dalam struktur kepemimpinan PMI. Itu sebabnya, keberadaan KDDI sendiri turut menjadi tanda tanya bagi para pengurus PMI. 

"Kalaupun ada yang dikenal itu namanya Ikatan Donor Darah Indonesia. Itu pemimpinnya Pak Adang Daradjatun," ujar Sudirman ketika dikonfirmasi, Rabu (4/12/2024). 

Ia mengatakan, Sekjen PMI AM Fachir sudah mengirimkan surat edaran kepada seluruh pengurus PMI di daerah. Isinya tidak etis ada organisasi lain dan mengakses ke dalam PMI tanpa ada koordinasi lebih dulu. 

"KDDI ini kan bukan konstituen atau stakeholders PMI," katanya. 

3. PMI jangan digunakan sebagai alat politik

Relawan PMI Klaten membersihkan puing-puing pohon tumbang akibat angin kencang yang menerjang Tambong Wetan. (instagram/pmiklaten)

Lebih lanjut, Sudirman mengaku tidak tahu bila ada pihak tertentu yang ingin memanfaatkan PMI sebagai alat politik. Namun, ia berharap hal itu tidak terjadi. 

"Kalau ada orang yang berpikir demikian, artinya orang itu tidak mengenal PMI," ujar Sudirman. 

Ia menambahkan, ada kode etik dan aturan organisasi yang cukup detail agar PMI tidak diseret atau digunakan sebagai alat politik. Beberapa pengurus di daerah, kata dia, sempat kena teguran. Bahkan, sampai ada yang diberhentikan dari kepengurusan karena menggunakan PMI untuk tujuan politik praktis. 

"Saya sendiri memilih cuti sebagai Sekjen PMI begitu ikut terlibat dalam politik praktis. Begitu urusan politik selesai, baru boleh aktif kembali sebagai pengurus," tutur dia. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Santi Dewi
Sunariyah
Santi Dewi
EditorSanti Dewi
Sunariyah
EditorSunariyah
Follow Us