Legislator PDIP Kecam Guru Ngaji Cabuli 10 Santri di Tebet!

- Cederai hukum dan moralMenurut Selly, tindakan guru ngaji AF mencabuli santrinya bukan hanya pelanggaran hukum, tetapi juga nilai moral.
- Pengawasan harus ditingkatkanSelly meminta pengawasan terhadap guru ngaji ditingkatkan agar peristiwa serupa tidak terulang di kemudian hari.
- Pelaku beraksi sejak tahun 2021Pelaku menggunakan modus belajar tentang hadas untuk melakukan aksinya sejak tahun 2021, dan korbannya berusia sembilan hingga 12 tahun.
Jakarta, IDN Times - Anggota Komisi VIII DPR RI, Selly Andriany Gantina, mengecam seorang guru ngaji berinisial AF yang mencabuli 10 santrinya di Tebet, Jakarta, Selatan. Dia mengaku prihatin terkait hal tersebut.
“Sebagai Anggota DPR RI Komisi VIII yang membidangi isu perlindungan anak dan keagamaan mengecam keras terjadinya dugaan pencabulan terhadap 10 anak perempuan oleh seorang oknum guru ngaji di wilayah Tebet, Jakarta Selatan,” ujar Selly dalam keterangannya, dikutip Sabtu (5/7/2025).
1. Cederai hukum dan moral

Menurutnya, ini bukan soal pelanggaran hukum, tapi juga mencederai nilai moral. Sebab, guru agama seharusnya tidak makukan tindakan tercela.
“Kasus ini harus menjadi alarm keras bagi dunia pendidikan agama di Indonesia. Terlebih dalam banyak komunitas, guru ngaji memiliki posisi yang dihormati dan dipercaya oleh masyarakat,” kata dia.
2. Pengawasan harus ditingkatkan

Selly meminta agar pengawasan harus ditingkatkan, sehingga, peristiwa serupa tidak terulang kembali di kemudian hari.
“Karena itu kepercayaan ini tidak boleh disalahgunakan, dan lembaga-lembaga keagamaan harus mulai menerapkan sistem pengawasan dan rekrutmen yang ketat terhadap para pengajarnya, termasuk verifikasi rekam jejak dan integritas moral,” kata dia.
Dalam kesempatan itu, Selly mengingatkan terkait Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang bisa menjadi landasan kuat untuk menindak pelaku kekerasan seksual.
“Pelaku dapat dijerat dengan pasal-pasal yang memuat pemberatan hukuman, karena dilakukan terhadap anak dan dalam relasi kuasa yang timpang (guru terhadap murid). Negara wajib hadir untuk melindungi korban, termasuk memberikan pemulihan psikologis secara berkelanjutan dan memastikan proses hukumnya tidak berbelit,” ujar dia.
3. Pelaku beraksi sejak tahun 2021

Kepala Unit Pelayanan Perempuan dan Anak Polres Jaksel, AKP Citra Ayu mengatakan, pelaku memakai modus belajar tentang hadas atau keadaan tidak suci.
“Pada saat pembelajaran ada salah satu modusnya itu adalah mengajari pelajaran terkait hadas,” kata Citra di Polres Jaksel, Senin (30/6).
AF melancarkan aksinya sejak 2021, korbannya pun terbuka kemungkinan bakal terus bertambah. Korbannya pun berusia sembilan hingga 12 tahun.
“Anak-anak ini kenapa ketakutan baru melaporkan sekarang, karena mereka ini diintimidasi. Bahwa mereka akan diancam dipukul atau ditampar, apabila bilang atau melaporkan ke orang tua atau melaporkan ke orang lain,” ujar Citra.