Pasukan Israel Sita Lima Artefak Bersejarah di Tepi Barat

- Israel berencana rebut situs bersejarah di kota Sebastia dan Burqa
- Warga Palestina terancam digusur oleh proyek Israel
- Kekerasan dan pelanggaran di Tepi Barat melonjak sejak Perang Gaza
Jakarta, IDN Times - Pasukan Israel dilaporkan menyita lima artefak bersejarah di Tepi Barat yang diduduki. Benda-benda tersebut diambil dari sebuah situs arkeologi di kota Al-Mazra'a ash-Sharqiya, timur laut Ramallah.
Menurut keterangan saksi mata, tentara Israel yang didampingi tim dari Administrasi Sipil Israel mendatangi situs tersebut dan menyita lima kolom bersejarah dari era Bizantium dari sebuah situs arkeologi. Namun, laporan media Israel mengklaim bahwa penyitaan itu dilakukan lantaran warga Palestina membangun gedung di area tersebut dan merusak artefak bersejarah.
Dilansir dari Anadolu, Menteri Pariwisata dan Purbakala Palestina Hani al-Hayek mengatakan bahwa serangan Israel telah menghancurkan seluruh atau sebagian dari 316 situs arkeologi dan bersejarah. Ia menegaskan bahwa tindakan tersebut merupakan kejahatan perang yang bertujuan menghapus sejarah Palestina.
1. Israel berencana rebut situs bersejarah di kota Sebastia dan Burqa
Bulan lalu, Kepala Komisi Perlawanan Tembok dan Permukiman Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), Muayyad Shaban, mengungkapkan bahwa Israel berencana menyita 4.600 dunam (1.137 hektar) lahan di kota Sebastia dan Burqa, dekat Nablus di Tepi Barat, dengan dalih melindungi situs arkeologi. Keputusan Israel itu disebut menargetkan lahan di mana kawasan arkeologi berada.
“Keputusan ini merupakan eskalasi serius dan menjadi bagian dari langkah-langkah legislatif dan hukum yang terus dilakukan oleh negara pendudukan untuk menerapkan aneksasi de facto terhadap Tepi Barat dengan dalih melindungi situs arkeologi," kata Shaban, dikutip dari MEMO.
2. Warga Palestina terancam digusur oleh proyek Israel
Menurut Kementerian Pariwisata Palestina, kawasan arkeologi di Sebastia berasal dari Zaman Perunggu (3200 SM). Sebastia menyimpan peninggalan arkeologi dari berbagai periode sejarah, termasuk Arab, Kanaan, Romawi, Bizantium, Fenisia, hingga Islam.
Situs ini diyakini sebagai lokasi ibu kota kerajaan Israel kuno, Samaria, dan umat Kristen serta Muslim percaya di sinilah Yohanes Pembaptis dimakamkan. Pada 2023, pemerintah Israel mengumumkan rencana untuk mengembangkan situs tersebut menjadi objek wisata dengan anggaran mencapai lebih dari 30 juta shekel (sekitar Rp154 miliar).
Namun, sejumlah organisasi hak asasi manusia memperingatkan bahwa proyek tersebut akan menggusur warga Palestina di sekitar lokasi sekaligus mengakhiri pariwisata yang selama ini dikelola pihak Palestina.
“Dalam kasus Deir Qal’a dan Deir Samaan, situs-situs tersebut kini berada di dalam permukiman Alei Zahav dan Peduel, dan warga Palestina tidak memiliki akses ke sana. Berdasarkan hukum internasional yang mengatur wilayah pendudukan, pengambilalihan untuk kepentingan publik hanya diperbolehkan jika bertujuan memenuhi kebutuhan penduduk lokal,” kata kelompok pengawas antipermukiman Peace Now, dikutip dari Euro News.
3. Kekerasan dan pelanggaran di Tepi Barat melonjak sejak Perang Gaza
Sejak perang di Gaza meletus pada Oktober 2023, lebih dari 1.087 warga Palestina di Tepi Barat yang diduduki tewas dan 10.700 lainnya terluka akibat serangan tentara Israel maupun pemukim ilegal. Lebih dari 20.500 orang lainnya juga ditangkap.
Tepi Barat yang diduduki adalah rumah bagi sekitar 3 juta warga Palestina, yang sebagian besar hidup di bawah kontrol militer Israel, dan lebih dari setengah juta pemukim Israel. Pada Juli 2024, Mahkamah Internasional (ICJ) menetapkan bahwa pendudukan Israel di wilayah Palestina adalah ilegal, dan menyerukan evakuasi seluruh permukiman di Tepi Barat dan Yerusalem Timur.















