Mahasiswa Papua: Saat Kami Naik Angkot, Orang-orang Tutup Hidung

Jakarta, IDN Times - Asrama mahasiswa Papua yang berada di Jalan Masjid Condet, Kawasan Batu Ampar Kramat Jati, Jakarta Timur, tampak sepi. Saat IDN Times berkunjung pada Senin (2/9) siang, hanya terdengar sayup-sayup suara bunyi radio dari dalam rumah bercat cokelat yang berukuran sekira 120 meter persegi ini.
Di samping teras rumah terlihat dua mahasiswa asal Papua duduk santai. Mereka tersenyum dan mempersilakan duduk di teras bersama mereka.
1. "Kami bukan monyet"

Satu di antara penghuni asrama yang bernama Junior lB Ulunggy (24) menyambut hangat dan mengawali perbincangan dengan IDN Times. Ia mengungkapkan kegundahan hatinya pasca-insiden rasialisme dan penangkapan terhadap mahasiswa asal Papua di Surabaya beberapa waktu lalu.
"Kami bukan monyet, hargai kami," ucap mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Indonesia (UKI) itu, dengan intonasi suara meninggi.
2. Menerima diskriminasi, meski tersakiti

Selama tujuh tahun merantau di Jakarta, Ulunggy mengaku kerap mendapat perlakuan diskriminasi, namun dia terima meski merasa tersakiti.
"Sering kali saat naik angkot (angkutan perkotaan) atau busway (TransJakarta) orang-orang tutup hidung, apa maksudnya," tuturnya lirih.
Menurutnya diskriminasi terhadap rakyat Papua juga terjadi di berbagai lini, termasuk dalam dunia olahraga.
"Jadi bukan sekali, tetapi sering kami terima diskriminasi dan rasisme dari masyarakat," imbuhnya.
3. Hidup rukun antar tetangga

Meski demikian Ulunggy merasa bersyukur, sebab warga sekitar asrama menerima mahasiswa Papua serta hidup rukun tanpa ada diskrimasi.
"Kami dengan tetangga rukun, mereka baik," imbuhnya.
4. Siapa saja berbuat onar akan diingatkan

Pedagang kelontong yang berada di depan asrama Papua yang kerap disapa Mama Amel, mengaku warga dan mahasiswa Papua tidak pernah berselisih.
"Mereka sering jajan sini, sore gini biasanya muncul cari es atau kebutuhan sehari-hari," jelasnya
Meski demikian dia tidak menampik kadang warga memperingati mereka agar tidak berbuat onar saat berkumpul.
"Tidak hanya mahasiswa Papua saja, siapa pun itu tidak melihat ras dan suku, jika berbuat onar harus diperingatkan," ucapnya.