Majikan Paksa ART Makan Kotoran Anjing di Batam Dihukum 10 Tahun

- RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) belum disahkan selama 21 tahun
- Pengesahan RUU PPRT penting untuk penegakan hak asasi pekerja rumah tangga
- ART mengalami kekerasan, termasuk dipaksa makan kotoran anjing oleh majikannya
Jakarta, IDN Times - Lita Anggraini, Koordinator Nasional Koalisi Masyarakat Sipil untuk UU PPRT, menanggapi putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Batam yang menjatuhkan vonis 10 tahun pada pelaku kekerasan terhadap seorang asisten rumah tangga berinisial ITN (22). Kedua pelaku adalah Roslina, majikan ITN dan MLP, rekan sesama ART.
Sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Andi Bayu menjatuhkan vonis 10 tahun penjara pada Roslina, dan dua tahun penjara pada Merliyati.
“Kasus Intan adalah potret buram perbudakan modern terhadap PRT. Namun situasi ini dan sudah banyak PRT yang menjadi korban, tapi negara belum juga hadir untuk PRT,” ujar Lita dalam keterangan kepada IDN Times, Rabu (10/12/2025).
1. Ingatkan nasib RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga yang masih menggantung selama 21 tahun

Dengan adanya kasus ini, dia mengingatkan soal nasib RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) yang sudah berjalan 21 tahun, namun tak kunjung disahkan. Lita menjelaskan, RUU PPRT itu akan menjadi payung hukum yang bisa melindungi PRT dari tindakan keji pemberi kerja.
"Presiden Prabowo dan DPR pada 1 Mei menjanjikan segera mengesahkan RUU PPRT dalam waktu tiga bulan. Namun hingga Desember belum terjadi. Dan masih ada 1 pimpinan DPR yang berusaha menahan pembahasan. Bagaimana sikap Pimpinan DPR yang lain?" katanya.
2. PRT selama ini dianggap marjinal dan bukan penopang ekonomi utama

Pengesahan RUU PPRT, kata dia, bakal jadi tonggak penting penegakan hak asasi bagi pekerja rumah tangga yang selama ini dianggap marjinal dan bukan penopang ekonomi utama.
Dia berharap, pada hari HAM 2025 DPR bisa melihat PRT bagian dari pemenuhan HAM dan butuh perlindungan hukum.
“Pengesahan RUU PPRT akan menjadi bukti bahwa negara hadir dan bukan menjadi agen perbudakan modern,” kata Lita.
3. Korban disiksa, dipaksa makan kotoran anjing

ITN mengalami tindakan kekerasan dalam masa kerja selama enam bulan. Ia dipukul, dijambak, disetrum, kepala dibenturkan ke dinding, diinjak, dipaksa minum air kloset dan makan kotoran anjing. Dalam kasus ini, ITN bahkan tak diberi upah dan selalu dianggap bersalah sehingga seolah layak disiksa.
Dalam amar putusan, majelis hakim menyatakan Roslina terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah berdasarkan Pasal 44 ayat (2) UU PKDRT yang dilakukan secara berlanjut (Pasal 64 ayat (1) KUHP) serta turut serta (Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP) sesuai dakwaan primer Jaksa Penuntut Umum (JPU).



















