Alasan Cucu Bung Hatta- Perludem Gugat Jokowi-Mendagri soal Penjabat
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Peneliti dari Yayasan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadhanil, mengatakan ada tindakan Presiden Joko “Jokowi” Widodo dan Mendagri Tito Karnavian, yang tidak sesuai peraturan perundang-undangan dalam melantik penjabat (Pj) kepala daerah.
Fadli menyebut ada beberapa hal yang menjadi persoalan, sehingga Perludem bersama cucu Wakil Presiden Pertama RI Mohmmad Hatta, Gustika Fardani Jusuf, menggugat Jokowi dan Tito Karnavian ke PTUN Jakarta pada Senin, 28 November 2022.
Baca Juga: Jokowi dan Mendagri Digugat Cucu Bung Hatta Gegara Pj Kepala Daerah
1. Pengangkatan penjabat kepala daerah tak sesuai putusan MK
Fadli menilai pengakatan penjabat kepala daerah tidak sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 15/PUU-XX/2022, mengenai peraturan pengisian jabatan kepala daerah yang harus lebih dulu diterbitkan pemerintah.
“Pertama, pengangkatan penjabat ini didasarkan pada dasar hukum yang tidak sesuai dengan perintah putusan MK, dan juga rekomendasi Ombudsman,” kata Fadil kepada IDN Times, Minggu (4/12/2022).
Menurut Fadli, perlu ada Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur pengisian penjabat, pengawasan, pemberhentian dan hal-hal lainnya, sebelum menetapkan 88 penjabat kepala daerah.
2. Penjabat kepala daerah dari anggota TNI/Polri aktif
Perludem juga menyoroti pengangkatan penjabat kepala daerah dari kalangan TNI/Polri. Diketahui, dua penjabat kepala daerah masih berstatus TNI/Polri aktif, mereka adalah Paulus Waterpauw yang ditunjuk sebagai Pj Gubernur Papua Barat dan Andi Chandra As’aduddin sebagai Pj Bupati Seram Bagian Barat, Maluku.
Paulus merupakan perwira bintang tiga Polri dan berstatus aktif. Sementara, Andi Chandra adalah prajurit TNI berpangkat brigadir jenderal.
Editor’s picks
“Ada pengangkatan TNI/Polri sebagai penjabat kepala daerah yang juga bertentangan dengan putusan MK,” kata Fadli.
Fadli juga menyinggung soal pengabaian surat keberatan dan upaya administratif ke Kemendagri perihal pengangkatan penjabat kepala daerah. Padahal, sebelum melayangkan gugatan ke PTUN, Perludem dan beberapa kelompok masyarakat sipil lainnya telah menempuh jalur adiministratif ke Kemendagri.
“Kami menganggap pengakatan Pj ini maladministratif,” ucap dia.
Baca Juga: Kepala BIN Jadi Penjabat Kepala Daerah, DPR: Tidak Perlu Diperdebatkan
3. Jokowi diminta batalkan pengangkatan penjabat kepala daerah
Dalam gugatannya, tindakan Jokowi dan Tito Karnavian yang melantik 88 Pj Kepala Daerah diduga mengandung unsur penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power), dan perbuatan melawan hukum karena tidak mengikuti peraturan.
Adapun peraturan yang dimaksud sesuai Pasal Pasal 201 ayat (9), (10), dan (11) UU No. 10 Tahun 2016, sebagaimana dimandatkan ketentuan Pasal 205 C UU No. 10 Tahun 2016, juncto Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 67/PUU-XIX/2021, tertanggal 20 April 2022, juncto Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 15/PUU-XX/2022.
“Mengabulkan para penggungat untuk seluruhnya,” kata salah satu penggungat, Gustika dalam petitum permohonannya.
Gustika juga meminta tergugat I, yakni Jokowi untuk melakukan serangkaian tindakan pemerintahan untuk menerbitkan peraturan pelaksana sebagai tindak lanjut dari keberlakuan Pasal 201 ayat (9), (10), dan (11) UU No. 10 Tahun 2016, sebagaimana dimandatkan ketentuan Pasal 205 C UU No. 10 Tahun 2016, juncto Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 67/PUU-XIX/2021, tertanggal 20 April 2022, juncto Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 15/PUU-XX/2022.
Dengan demikian, pelantikan 88 Pj Kepala Daerah dalam kurun waktu 12 Mei-25 November 2022, diminta untuk dibatalkan karena tidak sah.
“Menyatakan batal atau tidak sah-nya tindakan tergugat I dan tergugat II dalam pengangkatan dan pelantikan 88 Pj kepala daerah,” kata Gustika.