Mendes Perjuangkan Nasib 2 Desa yang Diagunkan di Bogor

- Total aset desa yang diagunkan capai 800 hektare, mengganggu masyarakat dan bercocok tanam.
- Desa Sukaharja dan Sukamakmur masuk dalam kawasan hutan, butuh regulasi untuk melindungi hak kepemilikan.
- Cermin lemahnya pengawasam pemerintah terhadap desa yang dijadikan agunan, mengancam masa depan desa sebagai entitas pemerintahan.
Jakarta, IDN Times - Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Mendes PDT) Yandri Susanto meninjau Desa Sukaharja dan Desa Sukamulya di Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor, yang terancam dilelang karena menjadi agunan atas utang pada 1980. Ia menilai, langkah tegas dan tepat perlu diambil karena kondisi ini telah mengganggu masyarakat.
Yandri memastikan akan memperjuangkan dua desa tersebut lepas dari aset yang menjadi agunan. Ia akan berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk memastikan masalah tersebut selesai. Harapannya, masyarakat dapat memiliki kepastian hukum atas tanah dan bisa bercocok tanam seperti biasa.
"Saya sudah minta kepada negara terutama ke pihak Kejaksaan. Saya juga akan diskusi dengan Pak Jaksa Agung kita minta ini dikeluarkan dari aset yang digadaikan sehingga menjadi milik desa kembali menjadi milik rakyat kembali," kata Yandri dalam keterangan resmi, Jumat (3/10/2025).
1. Total aset desa yang diagunkan capai 800 hektare

Yandri menjelaskan, total luas aset yang disita dari kedua desa tersebut hampir mencapai 800 hektare. Rinciannya, aset Desa Sukaharja seluas 337 hektare dan aset Desa Sukamulya seluas 451 hektare. Kondisi ini jelas mengganggu masyarakat.
Desa Sukaharja berdiri sebelum Indonesia merdeka tepatnya tahun 1930. Kepemilikan atas tanahnya terenggut sehingga tidak bisa memanfaatkan lahan yang dimiliki sebagaimana mestinya karena terdaftar sebagai aset yang disita akibat Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Yandri menambahkan, ada dugaan kesepakatan yang tidak seharusnya saat tanah diagunkan. Pihak Bank juga diduga tidak melakukan verifikasi dengan meninjau langsung ke lokasi ini.
2. Desa Sukaharja dan Sukamakmur masuk dalam kawasan hutan

Yandri mengatakan, negara harus hadir dengan fokus pada terwujudnya regulasi yang bisa menjadi payung hukum untuk melindungi hak kepemilikan ini.
Ia memastikan, Kementerian/Lembaga akan berkolaborasi untuk menyelamatkan aset masyarakat di dua desa ini.
Selain masuk dalam aset yang diagunkan, sebagian wilayah Desa Sukaharja dan Sukamulya juga masuk dalam kawasan hutan. Hal ini juga menjadi masalah penting yang wajib diselesaikan.
"Harus ada payung hukum harus ada produk hukum terbaru jadi tidak boleh ada ego sektoral antara Kementerian Kehutanan, ESDM, Kemendagri, Kementerian Transmigrasi, ATR/BPN, dan sebagainya," ungkap Yandri.
3. Cermin lemahnya pengawasam pemerintah

Anggota Komisi V DPR RI, Sudjatmiko mendesak Kemendesa PDTT segera menuntaskan kasus desa yang dijadikan agunan oleh pihak ketiga dan kini terancam disita. Praktik tersebut tidak hanya melanggar aturan, tetapi mengancam masa depan desa sebagai entitas pemerintahan terdepan yang mestinya menjadi pusat pembangunan dan pemberdayaan masyarakat.
“Desa bukan aset yang bisa diagunkan seenaknya. Desa adalah entitas hukum yang diakui konstitusi, dengan kewenangan mengelola wilayah dan anggaran demi kesejahteraan warganya. Jika desa terjerat kasus seperti ini, masyarakat desa yang paling dirugikan,” kata Sudjatmiko kepada wartawan, Senin (22/9/2025).
Ia menilai, kasus ini mencerminkan lemahnya pengawasan dan minimnya literasi hukum serta keuangan di tingkat desa. Oleh karena itu, ia meminta Kemendesa PDTT segera turun tangan menyelamatkan aset desa sekaligus memberikan pendampingan hukum dan teknis agar kasus serupa tidak terulang.
“Tidak boleh ada desa yang kehilangan kewenangannya hanya karena masalah utang atau pengelolaan yang keliru. Negara harus hadir untuk melindungi desa,” ujar Legislator Fraksi PKB itu.