Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kemen PPPA: Perpres Peta Jalan Vital Lindungi Anak di Dunia Digital

WhatsApp Image 2025-10-02 at 20.01.24_01476db5.jpg
Media talk KemenPPPA sosialisasi peraturan presiden nomor 87 Tahun 2025 tentang Peta Jalan Pelindungan Anak di ranah dalam jaringan tahun 2025-2029 (IDN Times/Lia Hutasoit)
Intinya sih...
  • Perpres 87/2025 penting untuk lindungi anak dari kekerasan seksual online
  • SNPHAR 2024 ungkap 4% anak alami kekerasan seksual online, akses internet naik 34% dalam 5 tahun
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menekankan pentingnya pelaksanaan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 87 Tahun 2025 tentang Peta Jalan Perlindungan Anak di Ranah Daring 2025–2029.

Plt Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Ratna Susianawati, mengatakan, aturan ini vital untuk memberikan perlindungan terhadap anak dari ancaman dunia digital yang kian meningkat.

“Perpres ini diharapkan menjadi panduan bersama lintas kementerian, lembaga, hingga pemerintah daerah dalam memperkuat perlindungan anak. Peta jalan tersebut menitikberatkan pada tiga aspek utama, yaitu pencegahan, penanganan, dan kolaborasi. Pencegahan harus menjadi prioritas, jangan sampai kita hanya jadi pemadam kebakaran,” ujar Ratna, di Kantor Kemen PPPA, dikutip Kamis (2/10/2025).

1. SNPHAR 2024 ungkap empat persen anak alami kekerasan seksual online

Ilustrasi kekerasan anak (IDN Times/Sukma Shakti)
Ilustrasi kekerasan anak (IDN Times/Sukma Shakti)

Ratna mengatakan, percepatan hadirnya Perpres Nomor 87 Tahun 2025 tidak terlepas dari meningkatnya kerentanan anak di ruang digital. Berdasarkan Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) 2024, diketahui 4 dari 100 anak pernah mengalami kekerasan seksual nonkontak akibat penggunaan media sosial.

Selain itu, peningkatan akses internet juga diikuti dengan maraknya kekerasan seksual berbasis elektronik, paparan konten pornografi, hingga praktik perekrutan anak untuk kejahatan siber.

“Fenomena ini semakin mengerikan karena sasarannya adalah kelompok rentan, yaitu anak-anak. Menurut data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2018, 40 persen anak telah mengakses internet, meningkat menjadi 74 persen pada tahun 2023. Artinya ada kenaikan cukup signifikan dalam kurun sebesar 34 persen waktu 5 tahun,” kata Ratna.

2. Ada 15 kementerian dan lembaga terlibat dalam peta jalan anak daring

ilustrasi hukum (IDN Times/Arief Rahmat)
ilustrasi hukum (IDN Times/Arief Rahmat)

Dia mengatakan, peta jalan ini akan melibatkan sedikitnya 15 kementerian dan lembaga. Kolaborasi tersebut mencakup penguatan regulasi, tata kelola sistem elektronik, hingga literasi digital.

Peran keluarga, masyarakat, dunia usaha, media, dan aparat penegak hukum juga dipandang penting dalam upaya pencegahan maupun penanganan kasus kekerasan anak di dunia maya. Pemerintah mendorong langkah preventif berupa edukasi digital, pola asuh yang baik, dan promosi literasi daring agar perlindungan anak bisa dimulai sejak dini.

Ratna mengatakan, implementasi Perpres harus menjangkau hingga daerah sehingga perlindungan anak di ranah daring bukan hanya berlaku secara nasional, tetapi juga relevan dengan kondisi dan kerentanan masing-masing wilayah.

“Anak-anak adalah generasi penerus bangsa. Kita tidak bisa menutup akses mereka pada teknologi, tetapi kita wajib memastikan akses itu aman dan positif,” kata Ratna.

3. Perpres 87/2025 fokus peran kebijakan

ilustrasi gadget (unsplash.com/Alejandro Escamilla)
ilustrasi gadget (unsplash.com/Alejandro Escamilla)

Asisten Deputi Perumusan dan Koordinasi Kebijakan Perlindungan Khusus Anak, Muhammad Ihsan, mengatakan, Perpres Nomor 87 Tahun 2025 lahir sebagai respons terhadap realitas digital yang tak terhindarkan.

Internet membawa manfaat besar, tetapi juga menimbulkan risiko serius berupa paparan konten negatif dan kekerasan daring. Penelitian Save the Children dan UNICEF menjadi dasar penyusunan peta jalan ini yang kemudian ditetapkan dalam bentuk Perpres agar memiliki kekuatan mengikat lintas kementerian dan lembaga.

“Perpres Nomor 87 Tahun 2025 berbeda dengan PP Tunas yang disusun Komdigi. Jika PP Tunas fokus pada kewajiban penyelenggara sistem elektronik (PSE) agar produk dan layanannya ramah anak, maka Perpres menitikberatkan pada peran kementerian/lembaga sebagai pengambil kebijakan,” ujar Ihsan.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Deti Mega Purnamasari
EditorDeti Mega Purnamasari
Follow Us

Latest in News

See More

TNI AD Longgarkan Syarat Rekrutmen, Wakil Panglima: Demi Tambah Pasukan

03 Okt 2025, 07:12 WIBNews