Muncul Petisi Tolak Vaksinasi Mandiri, 7.600 Orang Sudah Tanda Tangan

Jakarta, IDN Times - Sebuah petisi yang menolak vaksinasi mandiri muncul di laman change.org. Penolakan vaksinasi mandiri tersebut kini telah ditandatangni lebih dari 7.600 orang hingga pagi ini, Senin (12/7/2021).
"Batalkan Vaksinasi Mandiri, #VaksinasiMandiriGakAdil," tulis judul petisi penolakan tersebut.
Petisi penolakan itu dibuat oleh tiga orang yakni ahli epidemiologi dari Universitas Indonesia dr. Pandu Riono, Guru Besar Bidang Sosiologi Bencana di Universitas Teknologi Nanyang Singapura Prof. Sulfikar Amir, dan juga Irma Handayani.
Ketiganya menilai rencana pemerintah untuk memperbolehkan vaksinasi mandiri akan menyebabkan ketimpangan yang tinggi dan justru dapat memperpanjang pandemik COVID-19.
1. Vaksinasi mandiri hanya menguntungkan masyarakat kelas atas saja

Mengutip WHO, mereka bertiga menilai program vaksinasi yang dilakukan pihak swasta hanya menguntungkan dan mengutamakan masyarakat tingkat ekonomi menengah ke atas di perkotaan saja.
"Dengan suplai vaksin yang masih sangat terbatas, masyarakat yang berada di daerah dan ekonomi menengah ke bawah, yang justru memiliki tingkat risiko penularan lebih tinggi, bisa tidak diprioritaskan dalam pembagian vaksin," tulis petisi tersebut.
2. Pemerintah diminta batalkan vaksinasi mandiri

Ketiganya pun mempertanyakan, kalau vaksinasi mandiri diadakan, apakah ada jaminan program ini akan mempengaruhi program vaksin gratis secara keseluruhan? Bagaimana bisa mencapai herd immunity untuk seluruh masyarakat secara cepat?
"Karena itu, lewat petisi ini kami meminta Presiden Jokowi, Menkes Budi Gunadi Sadikin, dan Menteri BUMN Erick Thohir agar membatalkan program vaksinasi mandiri," tulis petisi tersebut.
3. Vaksinasi mandiri dinilai bertentangan dengan rekomendasi WHO, UNHRC, dan kesepakatan global

Pandu, Sulfikar, dan Irma menilai suplai vaksin COVID-19 di dunia masih sangat terbatas. Walaupun Indonesia disebut sudah mengamankan ratusan juta dosis vaksin, distribusinya ke daerah masih jadi masalah.
Ketiganya juga mempertanyakan peran Kadin yang berdalih skema vaksin mandiri akan membantu pemerintah mempercepat pencapaian kekebalan kelompok (herd immunity) di Indonesia.
"Ini tidak bisa dibenarkan, karena vaksinasi mandiri justru menjadikan akses pada vaksinasi berdasarkan kemampuan ekonomi dan afiliasi dengan korporasi swasta," tulisnya.
Selain itu, keputusan vaksinasi mandiri juga bertentangan dengan rekomendasi WHO, UNHRC (Dewan HAM PBB), dan kesepakatan global bahwa semua upaya pengendalian pandemik, termasuk vaksinasi harus dilakukan dengan menghormati hak masyarakat untuk mendapatkan vaksin seadil-adilnya.
"Jika memang hendak mengajak kerja sama pihak swasta, sebaiknya pihak swasta diajak untuk melakukan distribusi vaksin, bukan untuk melakukan vaksinasi secara mandiri," demikian tertulis di petisi tersebut.