Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Pakar: 4 RUU Dikebut Demi Kepentingan Prabowo-Gibran

Gedung DPR/MPR (IDN Times/Amir Faisol)
Gedung DPR/MPR (IDN Times/Amir Faisol)
Intinya sih...
  • DPR RI periode 2019-2024 mempercepat pembahasan sejumlah RUU strategis menjelang akhir jabatannya.
  • Peneliti Formappi, Lucius Karus, menyatakan kecurigaan bahwa perubahan UU tersebut untuk pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
  • Revisi RUU dinilai sengaja dilakukan hanya untuk kepentingan jangka pendek, mengakibatkan Indonesia masuk dalam era ketidakpastian hukum.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI periode 2019-2024 mengebut sejumlah pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) strategis menjelang akhir periode jabatannya. Langkah ini dicurigai karena DPR mau mempersiapkan sejumlah UU itu untuk pemerintahan baru Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.

Keempat RUU yang menjadi usulan inisiatif DPR tersebut adalah RUU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, RUU Nomor 24 Tahun 2024 tentang TNI, RUU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan RUU Perubahan Keimigrasian.

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus mengatakan, keempat RUU itu tidak mungkin dibahas secara kebetulan tanpa ada rencana yang sistematis untuk pemerintahan selanjutnya.

Lucius mengungkapkan, kecenderungan DPR dan pemerintah yang terlampau mudah memutuskan perubahan sebuah Undang-Undang (UU) yang terkait langsung dengan kepentingan pemerintah dan partai politik (parpol) menunjukkan peran legislasi DPR sekarang cenderung sebagai instrumen kekuasaan.

“Kapan saja jika dibutuhkan pemerintah dan koalisinya, sebuah UU bisa diubah bahkan produk yang mungkin belum lama disahkan oleh DPR sendiri,” kata Lucius kepada IDN Times saat dihubungi, Senin (3/6/2024).

1. RUU yang dikebut disebut untuk kepentingan jangka pendek

Peneliti Formappi Lucius Karius mendorong PDIP dan PKS jadi oposisi. (IDN Times/Amir Faisol)
Peneliti Formappi Lucius Karius mendorong PDIP dan PKS jadi oposisi. (IDN Times/Amir Faisol)

Lucius menilai, revisi kempat UU itu memang sengaja dilakukan hanya untuk kepentingan jangka pendek. Oleh sebab itu, menurut dia, tidak mengherankan bila proses pembahasannya dilakukan secara terburu-buru dan terbatas.

“Ya mereka hanya mengubah pasal yang punya kepentingan segera,” ujar dia.

Dampak dari ini semua, Lucius menilai bahwa Indonesia nantinya akan masuk dalam era ketidakpastian hukum yang sesungguhnya karena setiap UU sangat rentang direvisi hanya untuk kepentingan kekuasaan saja.

“Kita akhirnya masuk dalam era ketidakpastian hukum sesungguhnya karena setiap UU begitu rentan direvisi hanya karena keinginan kekuasaan semata,” tutur dia.

2. 4 RUU dibahas untuk kepentingan kekuasaan bukan masyarakat luas

Rapat Paripurna DPR ke-14 Persidangan IV Tahun Sidang 2023/2024 pada Kamis (28/3/2024). (IDN Times/Amir Faisol)
Rapat Paripurna DPR ke-14 Persidangan IV Tahun Sidang 2023/2024 pada Kamis (28/3/2024). (IDN Times/Amir Faisol)

Anggota Constitutional and Administrative Law Society, Herdiansyah Hamzah mengatakan, sejumlah RUU tersebut juga terkesan dibuat untuk kepentingan kekuasaan, bukan untuk masyarakat luas. 

Misalnya, pada RUU Polri, DPR mengusulkan adanya perubahan masa pensiun Kapolri yang ditentukan oleh presiden melalui keputusan presiden. Namun, DPR tak merinci sampai kapan batasan masa pensiunnya. Hal itu tertuang di dalam Ayat 4 Pasal 30 RUU Polri.

Dalam beleid itu dijelaskan, masa pensiun perwira tinggi bintang empat ditetapkan dengan Keputusan Presiden setelah mendapat pertimbangan dari DPR.

Berikut penjelasan Ayat 4 Pasal 30 RUU Polri: 'Perpanjangan usia pensiun bagi perwira tinggi bintang 4 ditetapkan dengan Keputusan Presiden setelah mendapatkan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.' RUU tersebut semakin menguatkan wewenang presiden untuk mengatur masa pensiun Kapolri.

"Desainnya memang sengaja dibuat demikian agar kewenangan bertumpu di tangan presiden. Jadi otoritas penuh pada akhirnya ada pada presiden," kata Herdi.

"Ini kan mengkonfirmasi kalau berbagai RUU itu memang dibuat untuk kepentingan kekuasaan, bukan untuk kepentingan publik," lanjutnya.

3. DPR diduga mau amankan pemerintahan Prabowo-Gibran

Presiden dan Wakil Presiden terpilih periode 2024-2029, Prabowo Subianto bersama Gibran Rakabuming Raka berfoto bersama usai ditetapkan dalam rapat pleno di Gedung KPU, Jakarta, Rabu (24/4/2024). (ANTARA FOTO/Galih Pradipta)
Presiden dan Wakil Presiden terpilih periode 2024-2029, Prabowo Subianto bersama Gibran Rakabuming Raka berfoto bersama usai ditetapkan dalam rapat pleno di Gedung KPU, Jakarta, Rabu (24/4/2024). (ANTARA FOTO/Galih Pradipta)

Dosen Hukum Universitas Mulawarman itu menilai, UU yang dibahas pada akhir masa jabatan, terlebih sudah ada penetapan hasil pemilu (lame duck), jelas motifnya untuk kepentingan mengamankan kekuasaan Prabowo-Gibran. 

Terlebih, kata Herdi, semua RUU yang pembahasannya dikebut oleh DPR bukanlah prioritas yang masuk dalam desain perencanaan legislasi seperti RUU Perampasan Aset dan RUU Masyarakat Hukum Adat.

"Kan banyak RUU prioritas, kenapa bukan itu yang dikejar?" ujarnya.

"Ini makin menguatkan kalau intensi pembahasan RUU itu adalah untuk mengamankan pemerintahan Prabowo-Gibran nantinya," imbuh dia.

Menurut dia, pembahasan empat RUU strategis itu terkesan sudah masuk ke dalam agenda politik Prabowo dan semua partai politik (parpol) yang tergabung di dalam koalisinya.

"Bukan titipan, memang agenda dia dan koalisinya," imbuh dia.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dwifantya Aquina
EditorDwifantya Aquina
Follow Us