PDIP Ogah Komentari Anies karena Baru Jadi Bakal Capres

Jakarta, IDN Times - Ketua Bappilu DPP PDI Perjuangan, Bambang 'Pacul' Wuryanto ogah mengomentari lebih lanjut soal Anies Baswedan yang resmi diusung menjadi calon presiden (capres) oleh Partai Nasional Demokrat. Menurutnya, tak banyak yang bisa dikomentari lantaran status Anies hingga kini masih menjadi bakal calon presiden. Nama Anies belum resmi didaftarkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Selain itu, menurut pria yang akrab disapa Bambang Pacul tersebut, bisa saja Anies malah tak lolos untuk ikut bersaing menjadi capres di Pemilu 2024.
"Buat apa hari ini mengeluarkan kritik? Itu kan baru bakal calon, ya toh? Masih bakal calon kok sudah dikritik. Nanti, saja kalau sudah resmi menjadi calon (presiden)," kata Bambang Pacul di Tugu Monas, Jakarta Pusat pada Sabtu, 8 Oktober 2022.
Ia menggarisbawahi meski NasDem ingin mengusung Anies sebagai capres, tetapi partai yang dipimpin Surya Paloh itu masih terbentur dengan aturan Presidential Treshold (PT) 20 persen. Berdasarkan angka resmi yang dirilis oleh KPU pada 2019 lalu, NasDem meraih 12,6 juta suara atau setara 9,05 persen. Artinya, NasDem butuh berkoalisi dengan satu atau dua partai lainnya.
Itu sebabnya, Bambang Pacul menilai masih banyak masalah yang harus dituntaskan oleh Anies sebelum resmi dicalonkan jadi capres. "Ya, kan bisa saja gagal. Bisa juga tidak. Masalahnya kan masih banyak," tutur dia.
Namun, menurut Bambang Pacul, seandainya Anies lolos menjadi capres pun, ia tak akan menang di wilayah Jawa Tengah. "Oh, kalau itu bisa saya jamin (Anies pasti kalah)," ujarnya lagi.
Lalu, apa kata PDIP menyikapi NasDem yang malah mengusung Anies? Sementara, NasDem hingga kini masih berada dalam koalisi pemerintah.
1. Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto sindir NasDem yang tak punya etika politik

Sementara, Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto sempat menyindir sikap Nasional Demokrat yang resmi mengusung Anies Baswedan pada 3 Oktober 2022 lalu. Sebab, Anies kerap dianggap sebagai tokoh yang berseberangan dengan pemerintah. Di sisi lain, NasDem masih berada di koalisi pemerintah dan diberi tiga kursi menteri.
Ia mengatakan seharusnya semua partai yang berada di koalisi pemerintah fokus dan bertanggung jawab untuk memastikan keberhasilan pemerintah hingga masa jabatannya berakhir. "Kita punya tanggung jawab sebagai parpol pengusung Pak Jokowi (untuk) memastikan keberhasilan Pak Jokowi sampai akhir jabatan Beliau. Komitmen itulah yang seharusnya menjadi bagian dari etika politik," ungkap Hasto pada 8 Oktober 2022 lalu.
Senada dengan Bambang Pacul, Hasto juga enggan menanggapi sikap parpol terkait pencapresan. Hasto menyebut PDIP memiliki skala prioritas yang berbeda dengan NasDem.
"Bukan kapasitas kami untuk menanggapi soal partai politik lain, dengan pencalonan Pak Anies, itu silakan ke NasDem. Itu kan keputusan NasDem. Untuk PDIP skala prioritas saat ini adalah, turun ke bawah membantu rakyat, ekonomi lagi berat, harus antisipasi bersama," kata dia.
PDIP, kata Hasto, sedang tidak ingin berdansa elektoral lalu berharap ada efek jas dari pengumuman capres tertentu.
2. Surya Paloh bantah pengumuman Anies sebagai capres dipercepat karena dibidik KPK

Sementara, banyak pihak terkejut dengan sikap NasDem yang terburu-buru mengumumkan Anies Baswedan sebagai capres yang bakal diusung di pemilu 2024. Sebagian pihak kemudian menduga langkah itu diambil oleh Ketum NasDem, Surya Paloh, agar mantan Mendikbud itu bisa lolos dari pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk perkara Formula E. Namun, Paloh membantah pengumuman dipercepat lantaran ada kaitannya dengan KPK.
"Kenapa deklarasinya bukan bulan November dan jadinya sekarang? Saya pikir hari ini lebih baik. Sederhana saja. Untuk terkait ada hubungannya dengan KPK? Ya tidak ada kaitannya," ungkap Paloh saat konferensi pers 'Deklarasi Capres Partai Nasdem' pada 3 Oktober 2022 lalu.
Ia pun mengaku tak ambil pusing ada berbagai macam persepsi di balik keputusan NasDem mengumumkan Anies lebih awal. "Kalau terjadi macam-macam pandangan persepsi dugaan, itu memang yang namanya hidup. Terimalah kehidupan seperti itu," tutur dia lagi.
Sementara, Anies Baswedan mengatakan merasa terhormat dipilih oleh partai Nasdem. Sehingga, ia siap menjalankan tugasnya.
"Untuk peritiwa hari ini, saya merasa terhormat dan akan siap jalankan tugas dari partai Nasdem. Ini nanti yang jadi perhatian dan fokus kami," tutur Anies di markas Partai NasDem.
3. Sejumlah kader pilih mundur usai Anies Baswedan diumumkan jadi capres Nasdem

Sementara, usai NasDem resmi mengumumkan Anies sebagai capres yang bakal diusung dalam pemilu 2024, sejumlah kader memilih mengundurkan diri. Salah satunya adalah kader NasDem di Bali, Niluh Djelantik. Ia mengatakan memilih mundur karena menimbang peristiwa Pilkada DKI Jakarta pada 2017 lalu.
Ia mengumumkan mundur dari NasDem pada 3 Oktober 2022 lalu melalui akun media sosialnya. "Niluh Djelantik konsisten tegak lurus pada perjuangan untuk rakyat bersama rakyat. Dengan atau tanpa partai politik. Sikapku tegas, integritasku jelas. Selamat tinggal NasDem, pengumuman resmi menyusul," demikian cuit Niluh di akun Twitternya.
Ia mengatakan tiga calon yang disodorkan saat Rakernas NasDem, memiliki kekurangan dan kelebihan. Tetapi, ia tak menyangka NasDem mempercepat pengumuman dan memilih Anies.
"Terlepas dari pandangan Niluh Djelantik terhadap Anies Baswedan, keputusan partai adalah keputusan kolektif sesuai aspirasi masing-masing DPW (Dewan Pengurus Wilayah). Dan itu harus kita hormati," kata Niluh kepada media pada 6 Oktober 2022 lalu.
Namun, secara pribadi ia memiliki prinsip. Terlebih ia telah menyatakan akan keluar dari NasDem bila Anies Baswedan dideklarasikan sebagai capres. Pernyataan itu ia sampaikan beberapa tahun lalu.
"Kalaupun ada yang mempertanyakan, mengolok-ngolok, saya tidak masalah. Dan akhirnya momentum itu datang di tanggal 3 Oktober 2022 kemarin. Partai NasDem mengumumkan Anies Baswedan sebagai calon presiden pilihan mereka di 2024," ujarnya.
Niluh menambahkan secara pribadi, ia tak memiliki masalah dengan NasDem. Partai itu, kata dia adalah rumah yang mulia dan indah.
"Cuma saya tidak bisa terima cara-cara politik yang dijalankan dalam Pilkada DKI Jakarta 2017 lalu," tutur dia lagi.