PDIP: Tanpa Kudatuli, Tidak Ada Anak Tukang Kayu jadi Presiden

- DPP PDIP memperingati 29 tahun Peristiwa 27 Juli 1996 (Kudatuli) di Kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro No. 58, Menteng, Jakarta., pada Minggu (27/7/2025).
- Diharapkan Kudatuli dapat diakui sebagai pelanggaran HAM berat.
- Peristiwa Kudatuli menjadi salah satu bentuk dinamika perjuangan PDIP.
Jakarta, IDN Times - Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) memperingati 29 tahun peristiwa penyerangan kantor DPP PDI 27 Juli 1996 (Kudatuli) pada Minggu (27/7/2025).
Peringatan ini dilaksanakan di Kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro No. 58, Menteng, Jakarta, dihadiri oleh Forum Komunikasi Kerukunan (FKK) 124 atau korban 27 Juli 1996, eksponen ’96, dan para aktivis dengan tabur bunga serta doa untuk para korban.
Ada pun DPP PDIP lainnya, seperti Sadarestuwati, Wiryanti Sukamdani, Bonnie Triyana, Deddy Yevri Sitorus, Yoseph Aryo Adhi Dharmo, Ronny Talapessy, dan Yuke Yurike.
1. Peristiwa Kudatuli sebagai tonggak demokrasi

Ketua Bidang Kesehatan DPP PDIP, Ribka Tjiptaning, menegaskan peran Kudatuli sebagai tonggak demokrasi
"Tanpa 27 Juli, tidak ada reformasi. Tidak ada anak buruh jadi anggota DPR, tidak ada Bonnie jadi wakil rakyat, tidak ada anak petani jadi gubernur, dan tidak ada anak tukang kayu jadi presiden," ujar Ribka.
2. Harapan agar Kudatuli diakui sebagai pelanggaran HAM berat

Masih dalam pidato yang sama, Ribka berharap PDIP tetap menuntut agar Kudatuli diakui sebagai pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat.
"Perjuangan belum selesai. Kita terus menuntut Kudatuli diakui sebagai pelanggaran HAM berat. Kita berharap Bonnie Triyana memperjuangkan ini," tegasnya.
3. Peristiwa Kudatuli sebagai dinamika perjuangan PDIP

Perjalanan panjang perjuangan PDIP terlihat dalam peristiwa Kudatuli di mana ketidakadilan hukum masih tercermin.
"Dari 29 kali peringatan, mungkin saya hanya absen dua kali. Sekarang kita berkumpul dengan keprihatinan mendalam, karena Sekjen kita masih mengalami ketidakadilan hukum. Hukum masih menzalimi partai kita, masih seperti Orde Baru, bahkan lebih parah!" kata Ribka.