Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Pemerintah Tak Punya Back Up Data, Meutya Hafid: Ini Kebodohan

Ketua Komisi I DPR dari fraksi Partai Golkar, Meutya Hafid. (IDN Times/Santi Dewi)
Ketua Komisi I DPR dari fraksi Partai Golkar, Meutya Hafid. (IDN Times/Santi Dewi)

Jakarta, IDN Times - Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafid geram mendengar jawaban pemerintah terkait tidak adanya cadangan data di dalam sistem pusat data nasional (PDN). Menurutnya, masalah ini bukan lagi karena tata kelola yang bermasalah tapi memang sebuah kebodohan.

Mulanya, Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSNN) Hinsa Siburian menjawab tuntutan DPR yang menyinggung langkah pemerintah yang tidak memiliki cadangan data terhadap pusat data nasional.

“Betul pak itu yang mau saya sampaikan tadi, kita ada kekurangan di tata kelola. Kita memang akui itu. Dan itu yang kita laporkan juga karena kami diminta apa saja yang masalah kok bisa terjadi,” kata Hinsa dalam rapat kerja bersama Komisi I DPR RI, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (27/6/2024) malam.

1. Meutya Hafid langsung geram mendengar tidak adanya back up data

Rapat kerja Komisi 1 dan Kominfo-BSSN dalami kebocoran PDNS 2. (IDN Times/Amir Faisol)
Rapat kerja Komisi 1 dan Kominfo-BSSN dalami kebocoran PDNS 2. (IDN Times/Amir Faisol)

Meutya Hafid lantas menyela jawaban Hinsa yang mengatakan, tidak adanya cadangan data karena ada masaah tata kelola.

Politikus Partai Golkar itu menegaskan, tidak adanya masalah cadangan data ini  bukan hanya persoalan tata kelola, tapi bentuk kebodohan dari pemerintah.

Dia pun heran, karena pemerintah memiliki data nasional tapi tidak melakukan back up data.

“Maksudnya pak kalau gak ada back up itu bukan tata kelola, itu kan nggak hitung Batam Surabaya karena hanya 2 persen, ya berarti itu bukan tata kelola itu kebodohan saja sih pak,” kata dia.

2. Legislator PDIP sebut kebocoran PDN merupakan kebodohan nasional

Rapat kerja Komisi 1 dan Kominfo-BSSN dalami kebocoran PDNS 2. (IDN Times/Amir Faisol)
Rapat kerja Komisi 1 dan Kominfo-BSSN dalami kebocoran PDNS 2. (IDN Times/Amir Faisol)

Anggota Komisi I DPR RI, TB Hasanuddin, mengkritik keras kebocoran Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2, setelah diserang ransomware. Menurut dia, peristiwa ini merupakan sebuah kecelakaan dan kebodohan nasional.

Hasanuddin prihatin karena BSSN selama lima tahun terakhir ini terus melaporkan kepada Komisi I DPR soal keamanan data dalam negeri kerap mendapatkan serangan, tetapi tidak pernah terselesaikan dengan baik.

Anggota Fraksi PDIP itu lantas memaparkan, pada 2023 ada 1.011.229 insiden serangan siber yang dialami Indonesia.

“Ini sebetulnya kecelakaan atau kebodohan nasional, karena prihatin kita sudah hampir lima tahun bekerja sama mitra, terutama dengan BSSN, dan BSSN selalu melaporkan ada serangan tetapi tidak ada tindakan-tindakan yang lebih komprehensif," kata Hasanuddin.

“Apakah kita hanya akan melaporkan insiden itu, atau melakukan upaya-upaya supaya insiden itu tidak terjadi?" lanjutnya.

3. DPR cecar BSSN soal mitigasi digital forensik

Gedung DPR/MPR (IDN Times/Amir Faisol)
Gedung DPR/MPR (IDN Times/Amir Faisol)

Hasanuddin lantas mempertanyakan bagaimana mitigasi terhadap digital forensik yang telah dilakukan, atas kecelakaan diretasnya server pusat data Indonesia.

Ia juga bertanya, apakah sejauh ini BSSN sudah bisa mendeteksi siapa sebenarnya dalang dalam peristiwa peretasan ini.

Sebab, Hasanuddin mengingatkan, apabila server terkena serangan ransomware maka proses pemulihan nyaris tidak akan pulih 100 persen.

"Ransomware itu yang pertama mengunci hanya dua diperbaiki, dan kalau diperbaiki menurut data yang ada sulit tingkat keberhasilannya di bawah 20 persen," kata dia.

Diketahui, server PDNS 2 lumpuh diserang ransomware Lockbit 3.0. PDNS 2 yang berlokasi di Surabaya itu diretas sejak 20 Juni 2024. Akibat peretasan ini, sebanyak 210 instansi pemerintah terdampak dan layanan publik berbasis digital terganggu.

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi menyebut, peretas PDNS 2 meminta uang tebusan 8 juta dolar AS atau setara Rp131 miliar kepada pemerinta untuk melepaskan PDNS 2.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Amir Faisol
EditorAmir Faisol
Follow Us