PKS Desak Pemerintah Tidak Sembunyikan Angka Kematian COVID-19

Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI, Mulyanto mendesak pemerintah agar tidak menyembunyikan data kematian kasus COVID-19. Hal itu menanggapi pernyataan Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan, yang menyebut angka kematian dihapus sebagai indikator penentuan level Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Mulyanto mengatakan angka kematian merupakan indikator penting. Menurutnya, hal itu dilakukan untuk melihat keberhasilan 3T yakni testing, tracing dan treatment dalam upaya pencegahan penularan COVID-19.
"Apa ada indikator lain yang dapat mengukur fatality dari COVID-19 ini? Rasanya tidak ada. Karena itu pemerintah sebaiknya mengevaluasi secara komprehensif dan teliti penyebab tidak akuratnya data angka kematian akibat COVID-19," ujar Mulyanto dalam keterangannya, Rabu (11/8/2021).
1. Bila ada kesalahan data, harus dikoreksi bukan dihapus

Bila ada kesalahan data angka kematian, Mulyanto menegaskan, seharusnya dikoreksi, bukan dihapus. Karena itu, dia menyebut, Luhut kembali membuat kebijakan yang membingungkan masyarakat.
"Kalau masalahnya adalah kekeliruan input, maka yang perlu dilakukan adalah verifikasi ulang data yang ada. Jangan indikatornya yang dihilangkan," ucapnya.
2. Alasan pemerintah hapus data kematian dari indikator penanganan COVID-19

Sebelumnya, pemerintah memutuskan menghapus angka kematian dari indikator penentuan level PPKM situasi suatu wilayah. Terkait hal itu, Juru Bicara Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan, Jodi Mahardi, mengatakan keputusan itu diambil karena adanya kesalahan input data kematian.
"Evaluasi tersebut kami lakukan dengan mengeluarkan indikator kematian dalam penilaian, karena kami temukan adanya input data yang merupakan akumulasi angka kematian selama beberapa minggu ke belakang, sehingga menimbulkan distorsi dalam penilaian," kata Jodi dalam keterangannya, Selasa (10/8/2021).
Menurut Jodi, banyak data angka kematian yang ditumpuk-tumpuk atau dicicil pelaporannya. Maka, pelaporannya pun terlambat dan terjadi distorsi analisis.
"Sehingga sulit menilai perkembangan situasi satu daerah. Tren perawatan rumah sakit lebih tidak bisa dibohongi. Hal ini bisa terjadi karena keterbatasan tenaga di daerah. Hal serupa terjadi dengan kasus aktif banyak kasus sembuh yang belum terlaporkan," jelas Jodi.
3. Pemerintah akan gunakan lima indikator untuk asesmen level situasi di suatu wilayah

Meski begitu, Jodi mengatakan, pemerintah akan mengambil langkah-langkah perbaikan guna memastikan data yang akurat. Pemerintah, lanjut dia, tengah melakukan pembersihan data dan menurunkan tim khusus untuk mengatasinya.
"Nanti kita akan include indikator kematian ini jika data sudah rapi. Sementara ini masih kita gunakan lima indikator lain untuk asesmen seperti BOR (tingkat keterisian tempat tidur rumah sakit), kasus konfirmasi, perawatan di rumah sakit, tracing, testing, dan kondisi sosio ekonomi masyarakat," terang Jodi.
Hal-hal itulah, kata Jodi, yang menjadi alasan kenapa pemerintah mengambil jangka waktu satu minggu untuk melakukan evaluasi. Sebab, perbaikan atau perburukan situasi bisa terjadi sangat dinamis.
"Jika perlu dilakukan perbaikan-perbaikan maka pemerintah bisa cepat mengambil langkah yang diperlukan," terang dia.


















