Politikus PDIP Sebut RUU Keamanan Siber Bisa Lindungi Anak di Dunia Digital

- Anak harus meminta izin kepada orang tua terkait penggunaan media sosial
- RUU Perlindungan dan Keamanan Siber masih dalam pembahasan
- Pembatasan usia dan durasi menggunakan media sosial harus ada
Jakarta, IDN Times - Anggota Komisi I DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin mengatakan, usulan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan dan Keamanan Siber sebagai langkah yang tepat dan sesuai dengan kondisi Indonesia sekarang. Salah satunya, untuk melindungi anak di dunia digital.
Saat ini, kata Hasanuddin, marak kasus anak di bawah umur yang terpengaruh oleh konten digital, termasuk permainan dan media sosial yang memicu tindakan negatif.
1. Anak harus meminta izin kepada orang tua terkait penggunaan media sosial

TB Hasanuddin menyampaikan, Indonesia sesungguhnya telah mempunyai Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak (PP Tunas). Regulasi tersebut secara spesifik mengatur keharusan adanya izin orang tua bagi anak yang hendak menggunakan media sosial sampai mereka berusia 18 tahun.
“Sekarang tinggal bagaimana pengawasannya di lapangan. Apakah aturan tersebut benar-benar diterapkan dan diawasi dengan baik atau tidak,” ujar TB Hasanuddin dalam keterangannya, dikutip Rabu (19/11/2025).
2. RUU Perlindungan dan Keamanan Siber masih dalam pembahasan

Hasanuddin mengatakan, RUU Perlindungan dan Keamanan Siber saat ini masih dalam pembahasan di Komisi I DPR RI. Pembahasannya mengenai standar keamanan siber nasional dan mekanisme untuk merespons insiden siber.
Selain itu, dibahas juga penguatan kelembagaan siber dan kerja sama internasional dalam sektor keamanan siber.
3. Pembatasan usia dan durasi menggunakan media sosial harus ada

TB Hasanuddin juga berpendapat, pembatasan usia dan durasi dalam pemakaian media sosial juga harus ada. Dia mengajak semua pihak untuk melakukan pengawasan.
“Pada akhirnya, peran orang tua serta sekolah atau guru sangat menentukan. Pengawasan aktivitas digital anak tidak bisa hanya dibebankan kepada negara. Edukasi dan kontrol dari lingkungan keluarga serta sekolah menjadi kunci,” imbuhnya.


















