Potret Getir Akses Takengon: Jalan Kaki 3 Jam, Bayar Nyebrang Sungai

- Warga Takengon berjalan kaki selama 3 jam untuk mencari bantuan makanan dan menjemput anak di pesantren.
- Harga pertamax mencapai Rp50 ribu per liter, sementara bantuan belum sampai ke Takengon dan harga bahan pokok melonjak.
- Kondisi Aceh hari ini masih terisolir, dengan masalah air bersih, penyaluran gas LPG, dan BBM yang masih terkendala.
Jakarta, IDN Times - Memasuki hari ke-11 tanpa listrik, internet dan bantuan bahan pokok, warga Takengon, Aceh Tengah, berbondong-bondong berjalan kaki keluar dari daerah yang terisolasi sejak Rabu, 26 November 2025 itu.
Mereka keluar Takengon dengan beragam tujuan, ada yang mencari bantuan makanan, menuju Lhokseumawe hingga Banda Aceh. Sebab, kondisi di Takengon sudah mengkhawatirkan.
“Karena akses jalan masih banyak yang putus dan longsor, listrik masih padam, sembako habis, kami krisis makanan. Sinyal pun adanya di tempat tertentu saja menggunakan genset dengan BBM,” kata warga Kecamatan Jagung, Takengon, Herman, kepada IDN Times, Minggu (7/12/2025).
1. Jalan kaki selama tiga jam

Kondisi itu menjadi alasan Herman keluar dari Takengon, meninggalkan keluarganya untuk mencari bantuan makanan. Selain itu, ia juga ingin menjemput sang anak di sebuah pesantren di Lhokseumawe.
“Kami juga mau jemput anak yang lagi di pesantren, sebagian santri sudah pulang, mungkin tinggal dia dan beberapa orang saja,” ujar Herman dalam perjalanan.
Herman bersama warga lainnya mengawali perjalanan dengan mobil menuju Bener Meriah. Titik terakhir yang masih dapat dilalui kendaraan, yakni kawasan Buntul, lokasi terputusnya jalur utama.
Setelah itu, Herman harus berjalan kaki menembus medan yang sangat berat menuju Kampung Kem. Berdasarkan foto yang dibagikan Herman kepada IDN Times, jalur yang dilalui meliputi perbukitan terjal, area longsor, jalan berlumpur, serta aliran banjir.
Beberapa jalur di antaranya, warga harus saling berpegangan menggunakan tali. Jalur ekstrem ini harus dilalui warga hingga akhirnya tiba di kaki Gunung Salak.
“Kondisinya sangat mengerikan di sini, kami harus jalan selama tiga jam,” kata pria 48 tahun itu.
2. Harga pertamax mencapai Rp50 ribu

Perjalanan dilanjutkan dengan mobil bak terbuka untuk sampai ke Simpang KKA selama enam jam. Tarifnya tak menentu, Herman yang melakukan perjalanan siang ini dikenai Rp50 ribu.
“Semalam, tarifnya mencapai Rp300 ribu per orang,” ujar dia.
Dalam perjalanan itu, Herman menemukan harga Pertamax eceran yang naik hampir empat kali lipat.
“Pertamax di sini dijual eceran dengan harga Rp50 ribu per liter, dijualnya dengan botol air mineral ukuran 600 ml,” ujar dia.
Dari Simpang KKA menuju Bireun, Herman bersama warga lainnya harus menyeberang sungai dengan perahu.
“Tarifnya dari Rp10 hingga Rp20 ribu,” kata dia.
3. Bantuan belum sampai ke Takengon, harga bahan pokok tak lagi masuk akal

Herman mengaku tak heran dengan harga Pertamax yang melambung tinggi. Sebab, harga bahan pokok di Takengon pun sudah tak masuk akal.
Hal tersebut dibenarkan juga oleh Martika, ibu hamil yang tinggal di Bebesen, Takengon. Harga bahan pokok melonjak sejak Kamis, 4 Desember 2025.
“Harga beras 5 kg dan telur satu papan (30 butir) sempat Rp100 ribu, mi instan satu bungkus Rp10 ribu,” kata Martika kepada IDN Times.
Hingga hari ini, Martika belum menerima bantuan apapun. Ia mengungkap, pernah ada bantuan yang sampai ke Takengon hanya berupa beras.
“Padahal kami butuhnya lauk, seperti sarden, telur atau abon. Di sini juga sudah kehabisan LPG, beberapa rumah sudah memasak dengan kayu bakar,” ujarnya.
4. Kondisi Aceh hari ini

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharyanto mengatakan, sampai hari ini masih ada dua kabupaten di Aceh yang masih terisolir, yaitu Bener Meriah dan Aceh Tengah.
"Tetapi yang lainnya seperti Aceh Tamiang, yang kemarin belum bisa masuk sekarang sudah relatif sudah bisa masuk bantuan dari darat, meskipun jumlah kelurahan yang terdampak masih 216," kata dia dalam rapat terbatas bersama Presiden Prabowo Subianto di Lanud Sultan Iskandar Muda, Aceh, Minggu.
Adapun masalah yang masih dirasakan masyarakat terdampak banjir dan longsor di Provinsi Aceh salah satunya adalah air bersih. Menurutnya, sumber air bersih yang ada turut terdampak banjir.
"Air bersih masih ada beberapa yang belum lancar karena sumber air bersih terkena banjir," ujar Suharyanto.
"Ada di Aceh Tamiang, Kota Langsa, Aceh Timur, Aceh Utara, Lhokseumawe, Bireuen, Pidie Jaya, dan Bener Meriah. Ini terus dilaksanakan perbaikan," tambah dia.
Selain air bersih, masalah penyaluran gas LPG juga kini masih terkendala, khususnya di Kabupaten Aceh Tengah. Dia mengungkapkan, salah satu penyebab adalah putusnya jalan menuju lokasi.
"Kemudian LPG juga ini yang Aceh Tengah masih terdekenala. Tadi kami dapat arahan dan berkoordinasi dengan Direktur Pertamina, nanti dibahas khusus Aceh Tengah. Karena sebelum jembatan tersambung masih belum didatangi dari mana-mana, harus terpaksa lewat udara," jelasnya.
Untuk penyaluran bahan bakar minyak (BBM) di wilayah Aceh Tamiang sudah berangsur membaik. Sebelumnya, krisis BBM di Aceh Tamiang terjadi karena jalan yang putus.
"Ini 3 dari 7 SPBU di Aceh Tamiang sudah bisa beroperasi, 4-nya masih perbaikan. Langsa, Aceh Timur, Aceh Utara, Pidie, sudah 100 persen SPBU beroperasi," ucap Suharyanto.
Namun, untuk Kabupaten Bener Meriah, Aceh Tengah, masih terisolir. Sementara ini, BBM masih disalurkan melalui udara menggunakan pesawat Hercules.
"Untuk BBM kita bisa kirim dari udara. Kemarin kita kirim dari Kualanamu. Mendarat di Bener Meriah di Bandara Rembele. Pakai Hercules kemarin," tuturnya.

















