Pramono: Sopir Truk Sampah DLH Bukan Meninggal Kelelahan, Sakit Jantung

- Santunan diberikan maksimal: Pramono menginstruksikan untuk diberikan santunan maksimal, mengingat almarhum meninggal dunia saat sedang menjalankan tugas.
- Santunan sudah diberikan BPJS: Penanganan dan pemberian santunan kepada keluarga korban telah dilakukan, baik oleh dinas terkait maupun oleh BPJS Kesehatan.
- Sopir diduga kelelahan saat antre sampah di Pulogebang: Sopir truk yang meninggal diduga akibat kelelahan setelah mengantre terlalu lama untuk membongkar muatan di TPST Bantar Gebang pada Jumat (5/12).
Jakarta, IDN Times - Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung sudah mendapatkan informasi adanya sopir truk sampah Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Selatan yang meninggal saat antre membuang sampah di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang.
Pramono menampik bahwa sopir tersebut bukan meninggal karena kelelahan namun punya penyakit jantung.
"Saya mendapatkan laporan langsung dari Pak Wali Kota Jakarta Selatan mengenai hal tersebut. Memang yang bersangkutan juga pun terindikasi ada penyakit jantung," ucap Pramono, Jumat (5/12/2025)
1. Santunan diberikan maksimal

Pramono menginstruksikan untuk diberikan santunan maksimal, mengingat almarhum meninggal dunia saat sedang menjalankan tugas.
“Saya sudah meminta karena dia sedang bekerja kemudian meninggal dunia, untuk diberikan santunan yang maksimal," jelasnya.
2. Santunan sudah diberikan BPJS

Pramono pun memastikan penanganan dan pemberian santunan kepada keluarga korban telah dilakukan, baik oleh dinas terkait maupun oleh BPJS Kesehatan.
“Kemarin sudah ditangani, diberikan santunan yang maksimal, baik oleh dinas terkait dan juga oleh BPJS Ketenagakerjaan. Sudah ditangani itu, saya kebetulan memonitor," ujarnya.
3. Sopir diduga kelelahan saat antre sampah di Pulogebang

Suku Dinas Lingkungan Hidup (LH) Jakarta Selatan menegaskan jam kerja sopir truk berinisial W yang meninggal diduga akibat kelelahan setelah mengantre terlalu lama untuk membongkar muatan di TPST Bantar Gebang pada Jumat (5/12), sudah sesuai aturan.
"Jam kerja jika mengacu pada perjanjian kerja adalah harus mencapai minimal 40 jam per minggu," kata Kepala Suku Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Selatan Dedy Setiono dikutip dari ANTARA.
Berdasarkan batas waktu kerja standar yang diatur oleh undang-undang ketenagakerjaan di Indonesia, total waktu kerja tidak boleh melebihi 40 jam dalam satu minggu. Aturan ini dapat diterapkan dalam dua skema yakni tujuh jam per hari untuk enam hari kerja, atau delapan jam per hari untuk lima hari kerja.


















