Puan: DPR Tak Mau Tergesa-gesa Bahasa RUU Perampasan Aset

- Ketua DPR RI, Puan Maharani, ingin memprioritaskan pembahasan RUU KUHAP sebelum RUU Perampasan Aset
- Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PKS, Muhammad Nasir Djamil, menargetkan RUU KUHAP disahkan pada 31 Desember 2025
- Menteri Koordinator Bidang Pemasyarakatan, Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menyatakan pemerintah menunggu ajakan dari DPR untuk membahas RUU Perampasan Aset
Jakarta, IDN Times - Ketua DPR RI Puan Maharani menyatakan, pembahasan RUU Perampasan Aset tidak akan dilakukan secara tergesa-gesa karena harus menampung aspirasi dari seluruh elemen masyarakat.
Puan tidak mau RUU Perampasan Aset ini nantinya tidak sesuai dengan aturan yang ada bila pembahasannya dilakukan tergesa-gesa.
"Kalau tergesa-gesa nanti ridak akan sesuai dengan aturan yang ada, dan kemudian tidak akan sesuai dengan mekanisme yang ada itu akan rawan," kata Puan di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (7/5/2025).
Puan pun menyampaikan, RUU KUHAP masih akan menjadi prioritas bagi DPR untuk dibahas bersama dengan pemerintah.
"Memang sesuai dengan mekanismenya kita akan membahas KUHAP dulu," ujar dia.
1. DPR mau rampungkan RUU KUHAP dulu

Sementara itu, Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PKS Muhammad Nasir Djamil menyatakan, pembahasan RUU Perampasan Aset akan dibahas setelah RUU KUHAP rampung tahun ini. Adapun, RUU KUHAP ditargetkan dapat disahkan pada 31 Desember 2025.
"Mudah-mudahan selesai hukum acara pidana [KUHAP] kita akan masuk ke RUU Perampasan Aset," kata Nasir Djamil di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (5/6/2025).
Nasir Djamil mengibaratkan RUU KUHAP seperti sebuah landasan yang dapat diterangi oleh lampu sehingga dapat membantu proses peswat lepas landas ataupun mendarat meskipun di malam hari.
Artinya, ia berharap, ketika pembahasan RUU KUHAP ini berjalan baik dengan melibatkan partisipasi publik maka memulai pembahasan RUU Perampasan Aset pun akan mudah.
"Jadi kalau hukum acara pidana kita nanti melibatkan partisipasi publik yang baik lalu pasal-pasal yang mengaturnya juga baik. Maka saya percaya nanti RUU Perampasan Aset ketika dibentuk, ketika disahkan itu akan enak naiknya," kata dia.
2. RUU Perampasan Aset bisa menambal celah kekosongan hukum yang ada

Lebih jauh, Nasir menilai perampasan aset sejatinya telah diatur di dalam undang-undang tindak pidana korupsi (tipikor). Namun, ia mengatakan masih ada celah kosong yang perlu ditambal sehingga untuk menambalnya dibutuhkan RUU Perampasan Aset.
Dia mencontohkan, ketika ada satu kejadian pidana tipikor yang merugikan negara hingga Rp80 miliar, tapi perintah pengadilan disebutkan yang harus dikembalikan ke negara hanya Rp2 miliar. Kasus seperti ini menurut dia sangat tidak adil.
"Adanya RUU Perampasan Aset mudah-mudahan itu bisa diambil semuanya atau minimal ya 90 persen 80 persen dari aset yang disita oleh negara tadi. Kira-kira begitu lah," kata dia.
3. Pemerintah tunggu sikap DPR

Terpisah, Menteri Koordinator Bidang Pemasyarakatan, Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakat, Yusril Ihza Mahendra, mengatakan saat ini pemerintah dalam posisi menunggu ajakan dari DPR RI untuk membahas RUU Perampasan Aset.
Mulanya, Yusril menyebut RUU Perampasan Aset sudah masuk Program Legislasi Nasional (Prorlegnas) di DPR RI untuk dibahas pada periode 2024-2029.
"Jadi, setelah pergantian pemerintah apakah DPR masih akan sama dengan draf yang mereka ajukan pada tahun 2023 itu, atau mungkin akan melakukan revisi terhadapnya," ujar dia.
Oleh karena itu, pemerintah saat ini masih menunggu DPR RI apakah akan merevisi draf yang sudah dibahas pada periode sebelumnya atau tidak.
"Jadi, sekarang pemerintah menunggu saja kapan DPR akan membahas rancangan undang-undang itu. Dan kemudian apakah DPR akan merevisi draf-nya atau merevisi naskah akademiknya, pemerintah menunggu saja," ucap dia.