Saksi Sebut Pengiriman BBM Lewat OTM Milik Kerry Tekan Biaya

- Terminal BBM PT OTM berfungsi sebagai penghubung
- Kerry Adrianto dkk didakwa rugikan negara Rp285,1 T
- Rincian kerugian negara mencapai Rp171 triliun
Jakarta, IDN Times - Eks Direktur Rekayasa Infrastruktur Darat PT Pertamina Patra Niaga, Edward Adolf Kawi mengatakan terminal bahan bakar minyak (BBM) milik PT Oil Tanking Merak (OTM) dapat menekan biaya impor, sekaligus memudahkan distribusi BBM ke daerah. PT OTM dimiliki anak Riza Chalid, Muhammad Kerry Adrianto.
Edward mengatakan secara nilai keekonomian, Terminal BBM PT OTM dapat menekan ongkos. Hal ini mengingat untuk BBM impor membutuhkan kapal dengan ukuran besar, sehingga harga dapat lebih murah.
"Memang desainnya OTM ini kan kapal-kapal besar, Pak ya. LR (long range) maupun MR (medium range). Ada ada beberapa GP (general purpose), Pak, dan memang untuk impor itu secara keekonomian, Pak ya, eh cost paling murah adalah kapal dengan size besar," ujar Edward dalam kesaksiannya dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (10/11/2025).
1. Terminal BBM PT OTM berfungsi sebagai penghubung

Terminal BBM PT OTM berfungsi sebagai hub atau penghubung. Dari terminal tersebut, BBM disalurkan ke depo-depo Pertamina yang lebih kecil di berbagai daerah.
"Terminal hub, terminal terima impor dengan kapasitas gede, kemudian kami salurkan ke depo-depo atau terminal kami yang lebih kecil," ujarnya.
2. Kerry Adrianto dan rekannya didakwa rugikan negara Rp285,1 T

Diketahui, Agus Purwono selaku eks VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, Yoki Firnandi selaku eks Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Muhammad Kerry Adrianto Riza selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa, Dimas Werhaspati selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, serta Gading Ramadhan Joedo selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak, didakwa bersama-sama telah merugikan negara Rp285,1 triliun.
3. Rincian kerugian negara

Kerugian negara itu terdiri dari kerugian keuangan negara dan kerugian perekonomian negara. Kerugian keuangan negara dalam kasus ini 2.732.816.820,63 dolar Amerika Serikat (setara Rp45,3 triliun) ditambah Rp25 triliun atau setara Rp45,3 triliun dan Rp25 triliun.
Sedangkan kerugian perekonomian negara dalam kasus ini ditaksir mencapai Rp171 triliun. Kerugian negara ini didapatkan dari kemahalan dari harga pengadaan BBM yang terdampak pada beban ekonomi yang ditimbulkan serta illegal gain sebesar 2,617,683,340.41 Dolar Amerika Serikat atau setara 45,4 triliun.
Para terdakwa didakwa melanggar Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Dakwaan itu juga dibacakan kepada empat terdakwa lainnya


















