Eks Pejabat Pertamina: Terminal BBM Milik Kerry Punya Peran Penting

- Mantan Direktur Pertamina menyebut terminal BBM milik Kerry penting dalam menjaga ketahanan energi nasional.
- Terminal OTM memiliki kapasitas besar, jika berhenti operasi akan mengganggu distribusi BBM dan menambah biaya negara sekitar Rp150 miliar per tahun.
- Kerry Adrianto dan lima terdakwa lainnya didakwa merugikan negara Rp285,1 triliun karena korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina pada 2018-2023.
Jakarta, IDN Times - Mantan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Alfian Nasution, mengatakan terminal Bahan Bakar Minyak (BBM) PT Orbit Terminal Merak (OTM) milik Terdakwa Kerry Adrianto, punya peran penting dalam menjaga ketahanan energi.
Hal itu ia sampaikan ketika ditanya Kerry dalam persidangan dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina pada 2018-2023 di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat. Alfian dihadirkan jaksa sebagai saksi dalam sidang kali ini.
“Apabila terminal OTM besok berhenti operasi, apa yang akan terjadi kepada ketahanan energi nasional?” tanya Kerry, Senin (20/10/2025).
“Tentunya akan terganggu ya, karena kapasitasnya 288 ribu kiloliter dan itu cukup besar. Beberapa daerah akan terdampak,” jawab Alfian.
Alfian menjelaskan, Pertamina telah memasukkan OTM dalam skema distribusi BBM nasional, termasuk distribusi impor. Menurutnya, kebutuhan distribusi akan terganggu apabila terminal tersebut tidak lagi beroperasi.
“Akan ada tambahan biaya karena harus mengalihkan suplai yang selama ini menggunakan fasilitas Terminal Merak,” ujarnya.
Alfian juga menyebut hasil kajian Surveyor Indonesia yang menyebutkan bahwa penghentian operasi OTM akan berdampak pada penambahan kapal. Hal itu akan menambah beban biaya bagi negara.
“Kalau dirupiahkan, tentu akan signifikan. Dari kajian itu sekitar Rp150 miliar per tahun. Itu baru dari biaya kapal saja,” jelas Alfian.
Diketahui, Agus Purwono selaku eks VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, Yoki Firnandi selaku eks Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Muhammad Kerry Adrianto Riza selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa, Dimas Werhaspati selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, serta Gading Ramadhan Joedo selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak didakwa bersama-sama telah merugikan negara Rp285,1 triliun.
Kerugian negara itu terdiri dari kerugian keuangan negara dan kerugian perekonomian negara. Kerugian keuangan negara dalam kasus ini 2.732.816.820,63 dolar Amerika Serikat (setara Rp45,3 triliun) ditambah Rp25 triliun atau setara Rp45,3 triliun dan Rp25 triliun.
Sedangkan kerugian perekonomian negara dalam kasus ini ditaksir mencapai Rp171 triliun. Kerugian negara ini didapatkan dari kemahalan dari harga pengadaan BBM yang terdampak pada beban ekonomi yang ditimbulkan serta illegal gain sebesar 2,617,683,340.41 Dolar Amerika Serikat atau setara 45,4 triliun.
Para terdakwa didakwa melanggar Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Dakwaan itu juga dibacakan kepada empat terdakwa lainnya