Bakamla Usul Kirim Komcad Nelayan ke Laut Natuna Utara 

Kehadiran nelayan RI bisa cegah klaim China di laut itu

Jakarta, IDN Times - Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla) Laksamana Madya TNI Aan Kurnia mengusulkan agar komponen cadangan (komcad) nelayan Indonesia dikirim ke Laut Natuna Utara. Dengan begitu, pihak asing bisa melihat ada kehadiran Indonesia di sana.

Aan mengatakan permasalahan di Laut Natuna Utara tidak bisa dipandang secara mikro. Tetapi, harus dipandang secara makro dan bersama-sama. 

Ia mengatakan pada hari ini akan memaparkan konsep Nelayan Nasional Indonesia (NNI) di Kementerian Pertahanan. Aan menjelaskan NNI bukan sembarang nelayan, tetapi nelayan yang telah diberikan pengetahuan bela negara. 

"Kalau perlu diberikan semacam gaji oleh negara. Mereka tidak berpikir profit oriented, tapi mereka hadir di daerah yang masih grey zone (di Laut Natuna Utara) seperti China dan Vietnam," ungkap Aan kepada media, Senin (20/9/2021) di Jakarta. 

Zona abu-abu yang dimaksud Aan, yakni ruang di antara perdamaian dan perang, di lokasi aktor negara dan non-negara terlibat dalam kompetisi. Ia menambahkan NNI tidak akan dilengkapi dengan senjata. Sebab, mereka adalah nelayan sipil. 

"Mereka tetap tugasnya mencari ikan yang didukung oleh pemerintah. Namun, mereka merupakan perpanjangan tangan dari aparat penegak hukum. Jadi, mereka bisa melaporkan (bila ada kapal asing masuk di wilayah laut Indonesia)," tutur dia. 

Aan pun mengaku Bakamla serba salah karena keterbatasan alat dan anggaran, mereka tidak bisa melakukan tugas untuk patroli secara maksimal. Meski demikian, Aan memastikan para nelayan lokal yang menangkap ikan saat ini di wilayah Laut Natuna Utara tetap aman dan tidak diganggu kapal asing yang melintas di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). 

Lalu, berapa banyak Komcad nelayan yang perlu dikirim oleh Indonesia di Laut Natuna Utara?

1. Bakamla usulkan untuk rekrut 100 NNI ke Kementerian Pertahanan

Bakamla Usul Kirim Komcad Nelayan ke Laut Natuna Utara Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla) Laksmana Madya, Aan Kurnia (Tangkapan layar YouTube Komisi I DPR)

Sementara, menurut Kepala Bagian Humas Bakamla Kolonel Wisnu Pramandita, NNI saat ini masih sebatas konsep. Namun, Bakamla akan menyampaikan ide itu ke beberapa kementerian atau lembaga. 

Strategi itu, kata dia, tak lepas dari upaya untuk meningkatkan kehadiran representasi Indonesia di wilayah perairan, terutama Natuna. Apalagi wilayah itu dekat dengan area yang tengah diklaim China dengan sejumlah negara. Indonesia selalu mengklaim tidak pernah memiliki area yang tumpang tindih dengan China. 

"Mereka (nelayan) perlu dihadirkan secara fisik di lokasi," kata Wisnu ketika dihubungi pada Selasa (21/9/2021). 

Selain menangkap ikan, para nelayan komcad ini bisa dimanfaatkan melakukan pemantauan dan mengumpulkan informasi. "Tentu sambil cari ikan juga. Artinya, mereka dapat insentif, melaut, mengumpulkan informasi, sekaligus mengambil ikan. Kalau dapat (ikan) ya dijual, hasilnya buat mereka juga," katanya. 

Di tahap awal, Bakamla bakal mengusulkan untuk merekrut 100 NNI ke Kementerian Pertahanan. Setiap kapal, rata-rata bisa diisi sekitar 25 orang. 

"Jadi, ya bisa disiapkan empat kapal," ungkap Whisnu. 

Ia juga menjelaskan dasar hukum NNI bisa menggunakan UU Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional Untuk Pertahanan Negara (UU PSDN).

Baca Juga: Bakamla Prediksi Kapal Militer Asing Makin Wara-wiri di Natuna Utara

2. China bolak-balik melintas di ZEE Laut Natuna Utara sebagai pesan mereka kuasai area itu

Bakamla Usul Kirim Komcad Nelayan ke Laut Natuna Utara Petugas Bakamla ketika berpatroli di dekat pengeboran lepas pantai Noble Clyde Boudreaux di Blok Tuna, Laut Natuna Utara di Kepulauan Riau pada Juli 2021 (Dokumentasi Humas Bakamla)

Sementara, dari sudut pandang Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, tidak ada masalah bila kapal perang Negeri Tirai Bambu wara-wiri di teritori ZEE Laut Natuna Utara. Selama, mereka tidak melakukan aktivitas militer. Sebab, ZEE adalah wilayah perairan internasional sehingga siapa pun boleh melintas di sana. 

Namun, ia menggarisbawahi Indonesia berhak memanfaatkan sumber daya alam yang terbenam di ZEE Laut Natuna Utara. Maka, nelayan lokal sebaiknya tetap melaut di sana.

TNI AL pun, dalam catatan Hikmahanto, boleh memasuki ZEE di Laut Natuna Utara. Hal itu memungkinkan dilakukan bila ditemukan ada kapal asing yang melakukan pencurian ikan. 

"Mereka hadir dalam rangka menegakan hukum misalnya dengan menangkap illegal fisher, itu dibolehkan di dalam undang-undang," kata Hikmahanto ketika dihubungi pada 17 September 2021. 

Namun, yang menjadi permasalahan, sikap China yang kerap bolak-balik di ZEE Laut Natuna Utara lantaran masih berkukuh area tersebut masuk ke dalam teritorinya. Hal itu sesuai dengan klaim sepihak China yang disebut "sembilan garis putus-putus."

"Sehingga, mereka ingin mengatakan bahwa kami menguasai area ini," tutur dia. 

Maka, tak heran bila menimbulkan tanda tanya kapal perang China melintasi ZEE Laut Natuna Utara dalam rangka apa. Hikmahanto menduga karena ingin mengirimkan pesan area tersebut masuk ke dalam teritorinya. 

Di sisi lain, ia sepakat dengan TNI Angkatan Laut agar para nelayan tidak perlu takut dan tetap melaut di Laut Natuna Utara. Lalu, di belakangnya dibantu diamankan dengan kehadiran kapal-kapal dari Badan Keamanan Laut (Bakamla). 

"Karena Indonesia kan bergantung kepada para nelayannya. Pemerintah kan gak mungkin memancing, yang memancing ikan pasti nelayan kita. Kalau kemudian mereka ditangkap (oleh China) atas dasar apa, kan Indonesia mengakui ZEE," ungkap pria yang kini menjadi rektor di Universitas Jenderal A Yani. 

3. Indonesia kerap bingung bila hadapi kapal asing melintasi Laut Natuna Utara

Bakamla Usul Kirim Komcad Nelayan ke Laut Natuna Utara Bakamla RI mengusir kapal coast guard Tiongkok di Laut Natuna Utara (Dokumentasi Bakamla)

Sementara, dalam sudut pandang anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar, Bobby Adhito Rizaldi, yang dilakukan militer China sudah terjadi sejak 2016. Tetapi, pada praktiknya di lapangan, Indonesia kerap gagap. 

Ia mengatakan idealnya dalam menghadapi kapal coast guard asing maka harus dihadapi juga oleh kapal coast guard. Sayangnya, kata Bobby, Bakamla belum sepenuhnya dijadikan nasional coast guard Indonesia.

Padahal, ketika melantik Aan Kurnia sebagai Kepala Bakamla pada Februari 2020, Jokowi sudah berjanji akan melakukan reformasi di instansi tersebut. Bakamla akan diperkuat dan dijadikan pasukan penjaga pantai nasional dan diakui otoritasnya oleh dunia. 

"Nah, sekarang kalau Bakamla ingin dijadikan national coast guard ya harus diberikan payung hukum yang lebih kuat dan diperkuat lagi. Nah, ini dibutuhkan keinginan dari pemerintah. Bukan hanya satu sub bab di dalam undang-undang kelautan," ungkap Bobby kepada media, Selasa (21/9/2021). 

Saat ini, kata Bobby, posisi Bakamla serba salah. Ibarat polisi lalu lintas, Bakamla hanya bisa menangkap tetapi tidak bisa menilang pelanggar lalin. Selama ini, Bakamla cuma bisa menangkap kapal asing yang melakukan pelanggaran di laut, tetapi mereka tak punya kewenangan untuk melakukan penyelidikan. 

"Kalau gak bisa menilang, lalu penegakan hukumnya gimana? Ya, akhirnya TNI lagi yang dikirim. Lima KRI (Kapal Perang Indonesia) dikirim lagi. Tapi, kalau kapal TNI yang dikirim tidak bisa menghalau karena bisa dikatakan aneksasi militer," kata dia. 

Sehingga, menurut Bobby permasalahan ini kerap berulang karena tidak ada kekompakan di pemerintah siapa yang dijadikan sebagai pasukan penjaga perbatasan pantai (national coast guard). 

Baca Juga: Curhat Bakamla: Kapal China Ganggu Tambang Minyak RI di Laut Natuna

Topik:

  • Jihad Akbar

Berita Terkini Lainnya