KDRT Penyanyi Nindy Ayunda Jadi Alarm RUU PKS Harus Segera Disahkan

DPR tarik pembahasan RUU PKS pada 2020 karena rumit

Jakarta, IDN Times - Penyanyi Nindy Ayunda akhirnya menumpahkan uneg-unegnya di kantor Komnas Perempuan usai mengajukan laporan ke sana pada Selasa (16/2/2021). Dalam keterangan pers, perempuan berusia 32 tahun itu mengakui secara blak-blakan sudah menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) selama menikah.

Selama sembilan tahun membina rumah tangga dengan Askara Parasady, Nindy mengalami berbagai kekerasan fisik. Askara sendiri saat ini tengah terjerat kasus penyalahgunaan narkotika setelah ditangkap Satresnarkoba Polres Jakarta Barat di kediamannya di kawasan Pondok Pinang, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan pada 7 Januari 2021.

"Untuk urusan KDRT itu sendiri, memang sudah sering terjadi walaupun intensitasnya setahun berapa kali tapi saya memiliki bukti-buktinya," ungkap Nindy sambil menunjukkan beberapa foto bekas kekerasan fisik yang dilakukan suaminya, Askara. 

Ia kemudian menceritakan beberapa peristiwa kekerasan yang ia alami. Pada 18 Desember 2020, terlihat ada luka lebam di bagian bawah mata sebelah kiri dan dagu. Ada pula foto dirinya usai dijambak oleh sang suami sehingga rambutnya rontok pada Mei 2019 lalu. 

"Rata-rata (bekas tindak kekerasan) adanya di muka, lengan, tangan. Ini sudah terjadi lama, sejak awal saya menikah pun sudah begitu," tuturnya. 

Nindy mengaku sebenarnya trauma dan tak mau lagi mengingat-ingat kejadian memilukan tersebut. Tetapi, banyak pemberitaan bernada miring yang menerpanya.

Ia merasa menjadi korban dua kali dengan adanya pemberitaan negatif yang terjadi bersamaan keinginannya untuk cerai dari sang suami. Nindy mengaku tak lagi sanggup menoleransi sikap ringan tangan suaminya itu. 

Nindy merupakan satu contoh dari banyak kasus serupa yang dialami oleh perempuan di Indonesia. Data yang dirilis Komnas Perempuan pada 2018, terdapat 348.466 kasus kekerasan seksual yang menimpa perempuan. Angka itu meningkat pada 2019 hingga mencapai 406.178 kasus. 

Itu sebabnya, Komnas Perempuan tak putus asa dan terus mendesak DPR agar segera mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS). Mengapa RUU itu tidak pernah disahkan oleh parlemen?

1. UU yang sudah ada belum memberikan perlindungan penuh bagi perempuan

KDRT Penyanyi Nindy Ayunda Jadi Alarm RUU PKS Harus Segera DisahkanPerjalanan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) (IDN Times/Muhammad Arief)

Ketua Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Maria Ulfah Anshor menyadari kaum perempuan akan tetap rentan terhadap tindak kekerasan lantaran RUU PKS masih belum disahkan. Padahal, mereka sudah konsisten melakukan advokasi kepada berbagai fraksi partai politik di DPR. 

"Kami sudah audiensi dengan pimpinan PPP, Partai Gerindra hingga Ketua Umum Partai Demokrat, Pak AHY terkait RUU PKS. Harapannya karena sudah diputuskan oleh Baleg menjadi program prioritas Baleg pada 2021, maka bisa segera disahkan di rapat paripurna dan ditindaklanjuti di sidang di masa mendatang," ujar Maria yang dihubungi oleh IDN Times pada Selasa (16/2/2021). 

Ia tak menampik ada pandangan yang menilai UU yang sudah ada seperti UU KDRT dan UU Perkawinan bisa dijadikan acuan penyelesaian tindak kekerasan terhadap perempuan. Tetapi, RUU PKS tetap penting karena tindak kekersan seksual tidak diatur di dalam aturan yang sudah ada. 

"Misalnya, ketika bicara soal perkosaan, di dalam KUHP tentang perkosaan, tetapi bentuk perkosaannya itu masih alat kelamin perempuan yang dimasukkan alat kelamin laki-laki. Padahal, dalam kekerasan seksual tidak hanya terjadi vaginal atau oral tapi bentuk kekerasan makin beragam bahkan dengan benda-benda yang dimasukan ke alat kelamin perempuan," ungkapnya. 

Sementara, UU KDRT hanya mengatur pidana tindak kekerasan di dalam lingkungan rumah tangga. Bila tindak kekerasan seksual terjadi di tempat publik, fasilitas pendidikan, atau kantor, belum diatur di dalam UU yang sudah ada. 

"Itu sebabnya RUU PKS menjadi sangat penting (untuk disahkan) karena mengatur lex spesialis yang tidak hanya fokus ke aspek pemidanaan tetapi juga aspek pencegahan, penanganan, pemulihan dan rehabilitasi bagi korban," katanya lagi. 

Baca Juga: Ini Alasan PKS Tolak Draf RUU Penghapusan Kekerasan Seksual

2. DPR tak jadi bahas RUU PKS karena dianggap rumit

KDRT Penyanyi Nindy Ayunda Jadi Alarm RUU PKS Harus Segera DisahkanANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

Sementara, pada 2020 lalu, komisi VII malah menyurati Badan Legislasi DPR. Mereka justru meminta agar RUU PKS dicabut dari Program Legislasi Nasional tahun 2020. 

Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI dari fraksi PKB, Marwan Dasopang, menjelaskan alasan pencabutan itu tidak rumit-rumit amat. Anggota di Komisi VIII DPR menganggap RUU PKS tidak akan sempat diselesaikan hingga Oktober 2020. Jadi, lebih baik tak usah dibahas sama sekali.

"Kami menarik RUU Penghapusan Kekerasan Seksual karena pembahasannya agak sulit," kata Marwan ketika itu. 

Pernyataan Marwan sontak memicu protes di ruang publik. Anggota komisioner Komnas Perempuan lainnya, Bahrul Fuad justru menilai DPR tidak mau dan tak memiliki niat untuk membahas penghapusan kekerasan seksual, apalagi mencegahnya. 

"Kesulitan pembahasan menurut kami dikarenakan tidak adanya political will untuk memberikan keadilan bagi korban," ujar Bahrul melalui keterangan tertulis pada 2020 lalu. 

Maria pun berpendapat serupa bahwa tidak ada yang sulit di dalam RUU PKS. Sebab, DPR pernah menuntaskan pembahasan RUU lain yang jauh lebih sulit seperti Omnibus Law. 

Ia menegaskan ada faktor penting lainnya di dalam RUU PKS yaitu mengenai tindakan pemulihan bagi korban yang mengalami tindak kekerasan. Sebab, sering kali ditemukan korban mengalami trauma seumur hidup yang sulit dipulihkan. 

"Korban juga didampingi sebelum dan selama proses peradilan (kasus)," tutur Maria. 

3. Komnas Perempuan akan mempelajari pengaduan Nindy Ayunda

KDRT Penyanyi Nindy Ayunda Jadi Alarm RUU PKS Harus Segera DisahkanMoza Wahyu via instagram.com/nindyparasadyharsono

Sementara, komisioner Komnas Perempuan lainnya, Veryanto Sitohang menjelaskan pihaknya telah menerima pengaduan dari Nindy. Namun, mereka belum bisa mengungkapkan apa rekomendasi yang diberikan untuk Nindy lantaran kasusnya masih dipelajari. 

"Kami akan mempelajari kasus tersebut untuk kemudian menentukan penyikapan yang akan dilakukan oleh Komnas Perempuan," ujar Veryanto melalui pesan pendek kepada IDN Times

Maria menjelaskan ada beberapa rekomendasi yang biasanya diberikan oleh Komnas Perempuan. Mulai dari rujukan untuk pemulihan fisik, psikis hingga pendampingan hukum bila tindak kekerasan yang dialami bergulir ke meja hijau. 

Baca Juga: Dear DPR, PDIP Ajak Fraksi Tuntaskan Draf RUU PKS Agar Lekas Disahkan

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya