[WANSUS] Presiden Gen Z: Coret Capres Pencitraan dan Manuver Gak Jelas

Gen Z harus lihat pemimpin yang peduli isu terkait anak muda

Jakarta, IDN Times - Jelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 Generasi Z atau Gen Z kini tengah menjadi perhatian banyak pihak, khususnya politikus, partai politik, dan pemangkung kepentingan lainnya. Salah satu penyebabnya, karena Gen Z akan menjadi kelompok masyarakat yang paling banyak memilih pada Pemilu 2024 mendatang.

Generasi Z sendiri yakni penduduk yang berusia 17-24 tahun. Meski usia mereka terbilang sangat muda, namun berdasarkan hasil riset IDN Research Institut bekerja sama dengan Populix pada 27 Januari - 7 Maret 2022, sebanyak 53 persen Gen Z mengatakan mengakses berita politik. Sedangkan sisanya 47 persen tidak mengakses berita politik.

Dari hasil riset yang melibatkan 10.000 responden di 12 kota dan daerah aglomerasi di Indonesia itu, juga diketahui sebanyak 41 persen Gen Z menyatakan siap menggunakan hak pilihnya pada Pemilu 2014. Sementara 30 persen menyatakan netral, dan 29 persen menyatakan tidak peduli.

Banyaknya Gen Z yang melek politik dan ingin berpartisipasi dalam Pemilu 2024, tentu menjadi ceruk bagi siapapun yang akan maju dalam pemilu untuk mendapatkan dukungan suara. 

Guna mengetahui bagaimana pendapat Gen Z soal dunia perpolitikan di Indonesia dan juga Pemilu 2024, IDN Times mewawancarai Presiden Gen Z Rian Fahardhi yang bertandang ke kantor IDN Times pada Senin 13 Februari 2023, saat menghadiri acara launching Microsite dan Talkshow Gen Z Memilih. Rian merupakan seorang Tiktoker dengan follower 1,3 juta. Berikut wawancaranya. 

Baca Juga: Gen Z, Kenali Beda Kampanye Negatif dan Black Campaign dalam Pemilu

Apa pendapatmu soal partai politik dan kondisi politik saat ini?

Harus jelas programnya, apa tujuannya, kemana. Semua pihak, bukan cuma anak muda aja tapi dari mahasiswa, dari partai politik, dari pemerintah dari media massa, harus sama-sama membangun bahwa arus utama politik untuk menggaungkan literasi politik itu penting. 

Saya pikir kekurangannya tadi antara kesenjangan komunikasi politik yang cenderung gak timbal balik tapi cuma satu arah aja. Sama kadang tuh anak muda diskpetis, diskpetis bahwasanya 'ah masih muda' , terus kayak sejauh mana bisa memimpin, sejauh mana basis massa-nya, sejauh mana misalnya kapasitas intelektualnya individu atau mungkin sosial organisasinya. Nah, itu yang saya pikir harus dijaga lah agar memberikan kesempatan bagi anak muda entah di tingkat berpartisipasi secara aktif di ruang politik atau mungkin sebagai followers aja.

Sekarang kan generasi sudah berubah, anak muda berubah, apa yang harus diubah oleh partai politik agar mengikuti perkembangan saat ini?

[WANSUS] Presiden Gen Z: Coret Capres Pencitraan dan Manuver Gak JelasTalkshow "Milenial dan Gen Z Kunci Kemenangan di Pemilu 2024" by IDN Times pada Senin (13/2/2023). (IDN Times/Besse Fadhilah)

Ya, saya rasa lagi-lagi partai politik harus memberikan harapan kepada anak muda tentang bagaimana, entah aktif di politikkah atau mungkin berpartisipasi. Caranya gimana? Bagaimana sebenarnya partai politik tadi tuh bukan hanya memposisikan anak muda, misalnya suaranya cuma dimanfaatkan aja untuk kepentingan-kepentingan partai politik atau mungkin kepentingan politisi. Jadi, harus lebih jauh daripada itu.

Berbicara tentang bagaimana partai politik secara substantif melibatkan anak muda, bukan cuma kayak tadi tuh karena mentang-mentang anak muda tadi berdasarkan banyak riset 60 persen, 70,7 persen bakal memilih, bukan serta merta bahwa ya suara Gen Z bisa segampang itu didapatkan.

Toh, hari ini kalau kita bicara Gen Z permisifnya soal menolak politik uang itu paling besar. Jadi harapannya juga pasti besar, gimana cara politik bisa mendekati Gen Z? Ya, membawa gagasan bukan pencitraan.

Lagi-lagi kita bicara soal politik kinerja bukan politik citra. Jadi, anak muda tuh paling anti kalau kita misalnya bicara dengan pencitraan berlebih. Pencitraan bagus, tapi ya sewajarnya aja.

Soal politik uang, sampai sekarang ini masih terjadi dan di Indonesia biaya politik itu mahal, apalagi untuk menjadi caleg, apa pendapatmu soal ini?

Yang pertama ini sih paling penting, itu salah satu juga problem politik pemuda. Bagaimana mau memulai karena lagi-lagi di sini kalau tadi udah bicara skeptis, yang kedua masuk soal politik kekerabatan. Jadi, kayak misalnya anak muda kenapa jarang misalnya tertarik bicara politik, karena yang mengisi di kekuasaan ya mohon maaf, ya mungkin gak sesuai dengan kapasitasnya dan kemudian ya dia berada di sana jadi bukan yang betul-betul punya kemampuan, tapi dia punya kerabat, dia punya orang tua di sana. Kemudian entah dititipkan melalui cara apa, yang penting itu bahaya mungkin bagi anak muda kedepannya.

Jadi, kayak sesimpel misalnya anggaplah kenapa banyak sekali komentar soal beberapa aktivis yang dulunya kritis eh tiba-tiba di kekuasaan di DPR jadi Machiavelis, dalam artian yang dulunya idealis jadi Machiavelis, itu kan memberikan gambaran ke anak muda 'oh ternyata orang yang tiba-tiba masuk politik bisa kayak gini'.

Nah, itu kan bahaya sebenarnya, jadi terutama tadi soal money politic, kemudian besarnya cost yang dibutuhkan buat ikut berpartisipasi aktif, ya saya pikir di satu sisi hambatan, tapi di satu sisi bisa menjadikan anak muda untuk lebih luas lagi membuka jaringannya sih, jadi paling penting sih begitu.

Baca Juga: Parpol Apa yang Cocok untuk Milenial dan Gen Z? Cek Jawabannya

Mengenai dinasti politik, banyak kepala daerah setelah dia selesai menjabat diteruskan oleh istri, anak atau saudaranya, apa pendapatmu?

Pertama sih pasti itu udah jadi hambatan buat tumbuhnya demokrasi, karena yang diusung lagi bukan sistem meritokrasi tapi patron klien. Jadi, kenapa saya pikir perlu direformasi lagi sistem meritokrasi, anggaplah misalnya dimana orang-orang yang betul betul punya kemampuan, punya nilai, capability yang betul betul mengisi di sana, bukan misalnya titik jabatan doang, itu kan penyakitnya kita, dalam artian ya mungkin kita gak bisa mengamputasi dinasti politik atau mungkin politik kekerabatan tadi.

Tapi, apa yang kita bisa lakukan ya pertama memperkuat kapabilitas diri kita sendiri, bagaimana terus belajar dan tentunya mau mengisi pos-pos yang tadi, entah yang dibutuhkan atau mungkin tantangan kedepannya.

Jadi, kalau soal dinasti politik kita gak bisa betul betul menghilangkan sepenuhnya atau mengamputasi, tapi yang bisa kita lakukan sadar bahwasannya memang harus orang-orang yang mempunyai kemampuan untuk mengisi posisi itu.

Sebagai Presiden Gen Z, setuju tidak dengan keberadaan dinasti politik?

[WANSUS] Presiden Gen Z: Coret Capres Pencitraan dan Manuver Gak Jelas(IDN Times/Aditya Pratama)

Tentunya nggak sih, karena kalau misalnya bicara soal latar belakang saya juga berasal dari keluarga yang sederhana dan kemudian mungkin memanfaatkan platform TikTok ini, itu muncul mungkin gara-gara akumulasi yang hari ini saya lakukan buat konten dan segala macem.

Jadi saya pikir lebih menghargai orang-orang yang mungkin dari bawah tanpa misalnya memanfaatkan privilege-nya dengan gampang kemudian menyalagunakan, kita harus akui kalau misalkan kita punya privilege bagus harus diakui dan itu harus dimanfaatkan sebaik baiknya, bukan malah merugikan orang lain atau bahkan, ya bukan porsinya lah, kurang lebih kayak gitu sih.

Baca Juga: Capres 2024 Mau Gaet Suara Gen Z? Tinggalkan Gaya Kampanye Klasik

Mengenai polarisasi jelang pemilu, apa yang harus dilakukan parpol maupun capres supaya tidak terjadi poralisasi di Pemilu 2024?

Saya pikir muaranya itu dari sosial media, jadi kemunculan sosial media itu memperbesar adanya polarisasi entah kiri atau mungkin kanan. Sosmed memperparah.

Jadi, saya sebagai orang yang mungkin concern di sosial media, cuma pengen bilang bahwasanya realitas hari ini yang kita lihat di sosial media mungkin bukan realitas sepenuhnya, jadi perlu kita lebih kritis lagi, lebih mawas diri lagi dan tentunya tidak menelan informasi secara mentah-mentah. Karena sosial media bisa dibilang informasi benar-benar mengalir di sana dan tidak tereditoralisasi dan kemudian tidak ada filterisasi di sana.

Tapi, yang bisa kita lakukan adalah bagaimana terus re-check, cek faktanya seperti apa sehingga disana betul betul kita bisa lebih bijak untuk memanfaatkan media sosial seperti apa karena saya yakin anak muda pasti bisa lebih bijak karena referensinya pasti lebih banyak, dan tentunya tidak akan tersudut oleh paham ini paham sini kemudian menyalahkan pihak yang lain, saya pikir ini eranya keterbukaan, tapi jangan sampai kita menerobos batas untuk lebih bebas, yang penting harus tahu batas.

Apa saranmu untuk teman-teman Gen Z dalam memilih capres dan caleg di Pemilu 2024?

[WANSUS] Presiden Gen Z: Coret Capres Pencitraan dan Manuver Gak Jelasilustrasi gen Z (IDN Times/Indonesia Gen Z Report 2022)

Yang pastinya sih satu, selaras yang saya bilang tadi, bukan lagi soal sebenarnya kita pilih siapa, tapi mencoret siapa. Hari ini kita disuguhkan banyak sekali daftar-daftar di survei beberapa nama. Apa yang harus kita lakukan supaya kita bisa kritis? Ya, kita bisa coret mana misalnya calon yang manuvernya gak jelas, mana yang mungkin terlihat merugikan, mana yang pencitraan aja, tapi mengedepankan politik kinerja tadi.

Jadi, saya pikir itu sih untuk anak muda dan paling penting adalah bagaimana tadi kita bisa melihat mana pemimpin yang betul-betul peduli kepada isu-isu dan kebijakan yang erat dengan anak muda.

Ada tiga nama capres yang mengemuka: Anies Baswedan, Prabowo, dan Ganjar. Dari tiga itu, menurutmu apakah mereka bisa diharapkan oleh Gen Z untuk nanti mewujudkan harapan kalian?

Tergantung sih di sini, karena lagi-lagi belum memutuskan mencoret siapa. Tapi di antara itu pasti sudah muncul, pasti dia udah punya track record yang jelas. Bagaimana mereka bisa muncul di situ? Ya, itu membuktikan bahwa nama-nama itu memang punya kemampuan, punya kapasitas, dan salah satu putra terbaik bangsa lah.

Tapi ya apa yang kita harus lakukan tadi, ketika kita sudah tahu dia cuma ingin mengeruk suara anak muda, kemudian dimanfaatkan aja, dijadikan objek. Nah, itu yang harus kita coret. Tapi untuk secara jelas, saya pikir semuanya untuk hari ini ya bisa sih mewakili anak muda.

Pemerintah saat ini tengah membangun Ibu Kota Negara (IKN) yang baru, apa pendapatmu soal IKN? Bersedia dipindah kesana?

Kalau saya sih antusias banget, tapi yang paling penting tadi, jangan sampai mengorbankan orang banyak juga di sana, itu harus seimbang dan kalau misalnya tidak ingin seperti itu ya harus ada solusi-solusi alternatif yang harus disiapkan secara bijak oleh pemangku kebijakan.

Kalau saya sebagai Gen Z, karena kehidupannya lebih banyak di kota hari ini, ya malah mungkin lebih menguntungkan, karena jauh-jauh hari tuh soal planologi, lebih baik ibu kota sudah dipindahkan karena macet udah parah banget hari ini. Itu mungkin salah satu opsi yang paling Gen Z baget lah sebenarnya.

Tapi di satu sisi, jangan sampai demi pindah ibu kota negara, sesuatu yang dilakukan itu cenderung dipaksakan. Contoh, lahan orang-orang digusur, kemudian bagaimana kesejahteraan orang yang asli di sana tidak dipikirkan. Nah, itu kan bahaya, jadi saya pikir jangan sampai kita mengorbankan sesuatu menyangkut urusan yang lebih banyak dan lebih penting untuk kedepannya. Itu lebih bahaya sih.

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya