Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

TNI Bakal Revisi Aturan Pemberian Bantuan Hukum Bagi Keluarga Prajurit

Panglima TNI, Laksamana Yudo Margono ketika menerima brevet kehormatan Setia Waspada dari Paspampres. (Dokumentasi Puspen TNI)
Panglima TNI, Laksamana Yudo Margono ketika menerima brevet kehormatan Setia Waspada dari Paspampres. (Dokumentasi Puspen TNI)

Jakarta, IDN Times - Panglima TNI, Laksamana Yudo Margono berencana mengubah aturan mengenai anggota keluarga prajurit atau PNS TNI, yang dapat menerima bantuan hukum dari TNI. Namun, TNI membantah revisi peraturan itu disebabkan aksi anggota Kodam I/Bukit Barisan yang menggeruduk Mapolrestabes Medan pada 6 Agustus 2023.

Anggota TNI tersebut diketahui bernama Mayor Dedi Hasibuan. Ia datang ke Polres Medan tidak sendiri, melainkan mengajak 13 prajurit TNI lainnya. 

"Kemarin, Panglima TNI sempat merapatkan dengan kami agar diadakan revisi supaya tidak meluas (definisi keluarga yang berhak menerima bantuan hukum)," ungkap Kepala Dinas Penerangan TNI, Laksamana Muda Julius Widjojono, saat konferensi pers di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Kamis (10/8/2023). 

Meski begitu, sulit tak mengaitkan rencana revisi aturan tersebut dengan peristiwa di Mapolrestabes Medan. Sebab, Mayor Dedi datang ke sana untuk meminta penangguhan penahanan saudaranya, ARH, yang ditetapkan sebagai tersangka dugaan mafia tanah. Selain itu, Mayor Dedi mengklaim ia berwenang untuk memberikan bantuan hukum bagi ARH. 

Sementara, berdasarkan Keputusan Panglima TNI yang saat ini berlaku, prajurit dan keluarga dapat menerima bantuan hukum. Menurut Kepala Badan Pembinaan Hukum (Kababinkum), Laksamana Muda TNI Kresna Buntoro, keluarga TNI berhak mendapatkan bantuan hukum bila tersandung kasus hukum. Hal itu tertuang di beberapa aturan, salah satunya UU TNI Nomor 34 Tahun 2004. 

"Itu ada di Pasal 50 ayat (2), khususnya huruf f. Di sana disebutkan bahwa prajurit dan prajurit siswa memperoleh rawatan, dan rawatan kedinasan yang meliputi penghasilan hingga bantuan hukum," kata Kresna di lokasi yang sama.

Lalu, di Pasal 50 ayat (3) di UU Nomor 34 Tahun 2004 berbunyi "keluarga prajurit memperoleh rawatan kedinasan yang meliputi rawatan kesehatan, pembinaan mental dan keagamaan, dan bantuan hukum. Sehingga tadi, prajurit dan keluarganya punya hak untuk mendapatkan bantuan hukum," tutur dia. 

1. Keluarga jauh tidak bisa ikut menikmati fasilitas bantuan hukum

Puspen TNI menggelar jumpa pers di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur pada Kamis, 10 Agustus 2023. (Tangkapan layar YouTube)
Puspen TNI menggelar jumpa pers di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur pada Kamis, 10 Agustus 2023. (Tangkapan layar YouTube)

Lebih lanjut, Kresna menyebut, keluarga yang dapat menerima bantuan hukum dari TNI yaitu istri atau suami, anak, dan orang tua. "Pertanyaannya kalau keluarga jauh diajak (menerima bantuan hukum) mestinya gak bisa," ujar dia. 

Sementara, status ARH merupakan keponakan Mayor Dedi Hasibuan. Sehingga, seharusnya tidak layak untuk menerima bantuan hukum. Di sisi lain, kata Kresna, revisi aturan tersebut merupakan bagian dari program legislasi Babinkum TNI 2023. 

"Ketentuan bantuan hukum ini masuk dalam program legislasi TNI tahun anggaran 2023. Tim kami sudah berjalan. Biasanya program legislasi TNI ini memakan waktu satu tahun," tutur dia. 

Kresna menambahkan tim yang menyusun draf revisi Peraturan Panglima itu bukan hanya Babinkum, tetapi juga ada perwakilan tiga matra TNI. Baik itu TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut maupun TNI Angkatan Udara. 

"Revisi ini diharapkan dalam waktu tiga bulan harus sudah jadi," katanya. 

2. Prosedur pemberian bantuan hukum dalam kasus Mayor Dedi tak sesuai prosedur

[Tangkapan layar] Mayor Dedi Hasibuan (seragam TNI) berdebat dengan Kasat Reskrim Polrestabes Medan Kompol Teuku Fathir Mustafa ihwal penahanan tersangka ARH, Sabtu (5/8/2023). (Instagram @medantau.id)
[Tangkapan layar] Mayor Dedi Hasibuan (seragam TNI) berdebat dengan Kasat Reskrim Polrestabes Medan Kompol Teuku Fathir Mustafa ihwal penahanan tersangka ARH, Sabtu (5/8/2023). (Instagram @medantau.id)

Kresna menilai dalam kasus Mayor Dedi Hasibuan, ada prosedur yang tidak diikuti dengan baik terkait pemberian bantuan hukum bagi keluarga. Cara pemberian bantuan hukumnya pun tidak tepat.

Sebab, kata dia, dilakukan dengan cara mendatangi Mapolrestabes Medan. Belum lagi, Mayor Dedi malah berdebat dengan Kasat Reskrim, Kompol Teuku Fathir Mustafa. Peristiwa itu terekam kamera hingga viral di media sosial. 

"Kalau sampai viral pasti (pemberian bantuan hukum) gak tepat. Kan begitu intinya. Jadi, prosedur dalam peristiwa di Medan telah terjadi kesalahan prosedur pada pemberian bantuan hukum. Khususnya tata cara mekanisme dan bantuan hukum," ujarnya. 

3. Mayor Dedi Hasibuan dipastikan langgar aturan disiplin prajurit

ilustrasi borgol (IDN Times/Mardya Shakti)
ilustrasi borgol (IDN Times/Mardya Shakti)

Kresna memastikan Mayor Dedi telah melanggar aturan disiplin TNI. Menurut dia, sanksi bagi prajurit yang melanggar hukum disiplin TNI tidak kalah keras.

"Sebab, sanksinya berupa teguran, penahanan ringan maupun berat. Itu juga pasti akan kena ke kariernya. Seorang prajurit tidak boleh arogan dalam tingkah laku sehari-hari, apalagi dia menggunakan baju dinas. Lalu, berintindak cenderung intimidatif dan arogan," ujar Kresna.

Selain itu, Mayor Dedi juga terancam kuat melanggar hukum pidana militer. Salah satunya melanggar perintah atasan. Namun, hingga kini Mayor Dedi belum berstatus sebagai tersangka. Ia masih dimintai klarifikasi di Pusat Polisi Militer TNI. 

"Slogan dari Panglima TNI sudah tertulis 'tegakan hukum dengan santun', lalu telegram sudah banyak, mengedepankan kepentingan rakyat, tidak menyakiti dan tidak ada sinergi. Lalu, bisa juga melampaui kewenangan. Bisa dikenakan tindak pidana juga," kata dia. 

Rencananya untuk penetapan status hukum, Puspom TNI menyerahkan kepada Puspom AD agar dapat dilakukan pembinaan. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Santi Dewi
Rochmanudin Wijaya
Santi Dewi
EditorSanti Dewi
Follow Us