Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

TNI Sebut Gunakan Pendekatan Humanis dalam Pembubaran Demo di Aceh

TNI Sebut Gunakan Pendekatan Humanis dalam Pembubaran Demo di Aceh
Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI, Mayjen TNI Freddy Ardianzah di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur. (Dokumentasi Puspen TNI)
Intinya sih...
  • Seorang individu membawa senjata api dan bendera GAM
  • Bendera GAM dilarang karena bertentangan dengan UU
  • Koalisi sipil menepis pendekatan humanis karena terjadi tindak pemukulan
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Mabes TNI menyatakan, militer, pemerintah daerah (pemda), dan aparat tetap mengutamakan pendekatan dialog dan humanis untuk meredam konflik di Aceh. Peristiwa itu merujuk kepada pembubaran iring-iringan di Kota Lhokseumawe pada Kamis (25/12/2025).

Ketika itu terdapat aksi unjuk rasa yang memprotes lambatnya penangan banjir di Aceh. Dalam penyampaian orasi, sekelompok orang membawa bendera bulan dan bintang yang merupakan simbol Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Momen pembubaran itu terekam kamera video amatir dan beredar luas di media sosial.

"TNI dan pemerintah daerah mengutamakan pendekatan humanis dengan cara memberikan imbauan agar aksi dihentikan dan bendera diserahkan," ujar Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI, Mayjen TNI Freddy Ardianzah dalam keterangan tertulis, Sabtu (27/12/2025).

Tetapi imbauan itu, kata jenderal bintang dua tersebut, tidak diindahkan. Alhasil, TNI melakukan pembubaran secara terukur dengan mengamankan bendera guna mencegah eskalasi situasi.

"Kami memiliki kewajiban untuk meredam potensi konflik, menjaga stabilitas keamanan dan memastikan masyarakat Aceh bisa tetap fokus ke pemulihan ekonomi pascabencana," tutur dia.

1. Salah satu individu di dalam kelompok massa bawa senjata api

TNI Sebut Gunakan Pendekatan Humanis dalam Pembubaran Demo di Aceh
Barang bukti senjata api dan senjata tajam dari satu individu dalam aksi unjuk rasa di Lhokseumawe pada Kamis, 25 Desember 2025. (Dokumentasi Puspen TNI)

Saat menangani aksi unjuk rasa pada Kamis kemarin, TNI menurunkan personel dari Korem 011/Lilawangsa. Komandan Korem 011, Kolonel Inf Ali Imran kemudian berkoordinasi dengan pihak kepolisian dari Polres Lhokseumawe dan Korem 0103/Aceh Utara untuk mendatangi lokasi.

Namun, imbauan agar aksi unjuk rasa disetop tidak dipatuhi. Alhasil sempat terjadi adu mulut. Berdasarkan informasi yang diterima Mabes TNI, masyarakat juga sempat memukul personel TNI, Dandim dan Kapolres, sehingga dilakukan pemeriksaan terhadap pelaku pemukulan.

"Ditemukan satu orang yang membawa satu pucuk senjata api jenis colt M1911, amunisi, magazen dan senjata tajam," ujar Freddy.

Individu itu kemudian diamankan dan diserahkan ke pihak kepolisian agar diproses sesuai aturan hukum yang berlaku.

2. Bendera GAM dilarang dikibarkan karena bertentangan dengan UU

TNI Sebut Gunakan Pendekatan Humanis dalam Pembubaran Demo di Aceh
Iring-iringan warga di Aceh yang terlihat membawa bendera Gerakan Aceh Merdeka (GAM). (Dokumentasi Istimewa)

Freddy mengatakan pengibaran bendera GAM dan simbolnya sudah dilarang. Hal itu sesuai pada ketentuan hukum. Apalagi bendera bulan dan bintang identik dengan simbol gerakan separatis yang bertentangan dengan kedaulatan Indonesia.

"Hal itu diatur di dalam pasal 106 dan 107 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), UU Nomor 24 tahun 2009 mengenai Bendera, Bahasa, Lambang Negara dan Lagu Kebangsaan, serta Peraturan Pemerintah Nomor 77 tahun 2007 tentang Lambang Daerah," ujar Freddy.

Ia menyebut, koordinator lapangan dalam aksi demo menyatakan, kejadian tersebut hanya selisih paham.

"Mereka juga sepakat berdamai dengan aparat," katanya.

TNI pun mengimbau masyarakat tidak mudah terprovokasi oleh informasi yang belum terverifikasi kebenarannya.

3. Koalisi sipil menepis pendekatan humanis karena terjadi tindak pemukulan

Bendera Gerakan Aceh Merdeka, GAM, TNI
Momen ketika sedang dilakukan upaya persuasi antara Korem 011/Lilawangsa dan warga yang membawa bendera Gerakan Aceh Merdeka (GAM). (Dokumentasi Korem Lilawangsa)

Sementara itu, koalisi sipil yang terdiri dari sejumlah Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) membantah pendekatan humanis seperti yang disampaikan oleh TNI. Sebab di dalam video yang sudah tersebar di media sosial, terlihat jelas seorang anggota TNI memukul demonstran dengan menggunakan popor senjata laras panjang. Sedangkan, dalam aksi unjuk rasa pada Kamis malam, terlihat beberapa warga sipil mengalami luka cukup parah di bagian kepala.

"Kami melihat bahwa tindakan itu justru bertentangan dengan tugas dan fungsi TNI yang seharusnya tidak turut campur dalam penanganan unjuk rasa atau demonstrasi," bunyi pernyataan koalisi sipil dalam keterangan tertulis, Sabtu (27/12).

Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) yang juga menjadi bagian dari koalisi sipil menilai, pengibaran bendera putih atau bulan sabit seharusnya tidak menjadi alasan bagi TNI untuk menggunakan pendekatan kekerasan. Pengibaran bendera yang sama, dijelaskan PBHI, juga tidak bisa dijadikan alasan bagi TNI untuk ikut terlibat dalam penanganan unjuk rasa.

"Hal itu seharusnya bisa diselesaikan dengan cara dialogis oleh Pemerintah Aceh atau kepolisian," kata Ketua PBHI, Julius Ibrani.

Julius mengingatkan tindakan represif TNI kepada masyarakat Aceh justru membuka trauma lama di sana. Selama 32 tahun Aceh pernah berada dalam situasi konflik bersenjata.

Koalisi sipil juga mendesak Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto, DPR, dan pemerintah segera bertindak cepat serta tegas terhadap anggota yang melanggar dalam penanganan aksi unjuk rasa pada Kamis lalu. Koalisi sipil tidak ingin memunculkan rasa trauma baru bagi masyarakat Aceh.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Jujuk Ernawati
EditorJujuk Ernawati
Follow Us

Latest in News

See More

UPDATE: Korban Tewas Bencana Sumatra Jadi 1.138 Jiwa, 163 Masih Hilang

27 Des 2025, 18:57 WIBNews