Tolak Omnibus Law RUU Kesehatan, PKS Tanya Pendapat Nakes

Jakarta, IDN Times — Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tegas menolak Rancangan Undang-Undang Kesehatan yang sedang dibahas oleh panitia kerja (Panja) DPR RI.
Anggota Panja RUU Kesehatan Fraksi PKS, Kurniasih Mufidayati meminta masukan sejumlah tenaga kesehatan (nakes) sebelum melakukan pembahasan Omnibus Law bidang kesehatan tersebut.
“Kami ingin mendapatkan masukan dari semua stakeholder untuk semua klaster pembahasan sehingga dalam satu hari kami gelar beberapa sesi dan bersyukur banyak teman-teman yang memberikan respon baik dan memberikan masukan. Harapannya agar pembahasan RUU Kesehatan bisa lebih mendalam,” ujar Mufida, Sabtu (29/4/2023).
1. PKS sebut RUU Kesehatan dibahas terburu-buru

Menurut Mufida, pembentukan Panja RUU Kesehatan terkesan terburu-buru dan belum dibahas secara mendalam. Mufida mengatakan muncul pro kontra sejak RUU Kesehatan disahkan menjadi usul inisiatif DPR RI dan dibentuk panja di Komisi IX.
Hal itu juga, kata Mufida, yang membuat fraksi PKS tegas menolak RUU Kesehatan. Dia menilai banyak isu dalam perancangan RUU Kesehatan yang harus diselesaikan dengan mendengarkan masukan langsung dari nakes.
“Pada saat RUU Kesehatan sebagai inisiatif DPR, Fraksi PKS secara tegas dan jelas menjadi satu-satunya yang menolak. Karena pada saat itu memang banyak hal yang kami rasa belum tuntas pembahasan dan kajiannya. Sehingga terlihat sangat terburu-buru dan banyak konten yang kita harapkan masuk tapi ternyata tidak ada,” jelas Mufida.
2. Organsasi Profesi banyak yang tolak RUU Kesehatan

Dalam audiensi dengan perwakilan PKS itu, Mufida mengatakan ada banyak organisasi profesi yang menolak pengesahan RUU Kesehatan.
Ketua Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Pusat Emi Nurjasmi menambahkan pihaknya menjelaskan bidan di Indonesia baru saja bersyukur UU Kebidanan baru saja diresmikan kurang dari setahun. Ia meminta agar tidak
“UU Kebidanan belum sampai satu tahun saat berjuangnya 15 tahun lebih dan ini sudah mau dicabut. UU Kebidanan ini mengatur hulu sampai hilir dan dunia mengakui di Indonesia untuk kebidanan ada payung hukum yang kuat. Jadi mohon diperhatikan benar,” kata Emi.
Kemudian, perwakilan dari IPK Indonesia, Wahyuni Nhira Utami yang menilai di dalam RUU Kesehatan ini terjadi ambiguitas terkait dengan jenis psikolog yang dapat dikatakan sebagai tenaga kesehatan.
“Hal ini dikarenakan tidak semua psikolog adalah tenaga kesehatan, yang disebut tenaga kesehatan adalah psikolog klinis,” tuturnya.
3. RUU Kesehatan akan dibahas di masa sidang tahun ini

Diketahui Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin sudah menyerahkan daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU Kesehatan kepada Komisi IX DPR RI pada awal April lalu.
“Terhimpun 6.011 masukan partisipasi publik melalui public hearing, sosialisasi, dan website telah didengar, dipertimbangkan, dan diberikan penjelasan. Dari jumlah tersebut sudah 75 persen ditindaklanjuti,” kata Budi saat itu.
Diketahui hasil DIM RUU Kesehatan menggabungkan 10 undang-undang (UU) dan mengubah sebagian isi UU yakni UU nomor 20/2004 tentang SJSN dan UU 24/2011 tentang BPJS.
Dari 478 pasal RUU Kesehatan, total DIM batang tubuh sebanyak 3.020, 1.037 DIM tetap untuk disepakati di rapat kerja DPR, 399 DIM perubahan redaksional untuk ditindaklanjuti oleh tim perumus dan tim sinkronisasi, 1.584 DIM perubahan substansi untuk ditindaklanjuti oleh panja DPR.
RUU Kesehatan rencananya akan kembali dibahas dalam masa persidangan tahun ini usai reses DPR pada 16 Mei 2023.