Ultimatum Anggota DPRD, Ketua KPK: Kalau Korupsi Gak Ada yang Tolong

Jakarta, IDN Times - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri, menilai biaya politik mahal bukan alasan untuk korupsi. Ia mengingatkan pelaku korupsi tidak pernah ditolong.
"Begitu anda melakukan korupsi begitu ketangkap gak ada juga yang nolongin. Jangankan yang nolongin, besuk aja gak," ujar Firli, Selasa (21/3/2023).
1. KPK profesional meski tersangka dikenal pimpinan

Firli memberi contoh ketika KPK menahan seorang tersangka yang masih dikenal pimpinan. Menurut dia, lembaga antirasuah tidak menolong, bahkan menegur pun tidak.
"Saya beberapa kali pimpinan KPK juga ekspose rilis tentang penahanan tersangka. Kalaupun itu tadi temannya pimpinan KPK, saat konferensi pers ditegur saja enggak," ujarnya.
2. KPK sebut banyak kasus korupsi Pokmas di daerah

Pensiunan Polri itu menungkapkan, ia masih sering mendengar dugaan korupsi pokok pikiran Anggota DPRD. Pokir merupakan aspriasi masyarakat ke anggota dewan yang akan dibahas APBD.
"Saya setiap ke daerah pasti titipannya pokir ya, uang ketok palu udah gak denger lagi ya," ujarnya.
3. KPK tangkap Wakil Ketua DPRD Jawa Timur terkait pokmas

Seperti diketahui, KPK sempat menangkap tangan Wakil Ketua DPRD Jawa Timur Sahat Tua P Simandjuntak. Ia kemudian ditetapkan sebagai tersangka bersama Rusdi (RS, orang kepercayaan Sahat), Abdul Hamid (AH, Kepala Desa Jelgung), dan Ilham Wahyudi (IW, Koordinator Lapangan Kelompok Masyarakat).
Mereka ditangkap di lokasi yang berbeda. Sahat dan Rusdi ditangkap di Gedung DPRD Jawa Timur, sementara Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi di rumahnya masing-masing di kawasan Sampang, Jawa Timur.
Sahat Tua P Simandjuntak diduga menawarkan diri untuk memuluskan pencairan hibah bagi kelompok masyarakat (Pokmas). Ia meminta jatah 20 persen dari setiap dana hibah yang dicairkan, sementara tersangka Abdul Hamid yang juga Koordinator Pokmas mendapat 10 persen.
Dari kesepakatan itu, dana hibah untuk Pokmas pada tahun anggaran 2021 dan 2022 sudah cair Rp40 miliar.
Sahat dan Abdul Hamid bersepeakatan melakukan hal yang sama untuk tahun anggaran 2023 dan 2024 dengan ijon Rp2 miliar. Namun, mereka sudah ditangkap ketika uang baru diserahkan Rp1 miliar ke Sahat.
KPK menduga Sahat telah menerima setidaknya Rp5 miliar dari praktek suap ini. Hal ini pun akan didalami KPK dengan mencari bukti dan memeriksa saksi.
Akibat perbuatannya, Sahat dan Rusdi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau b Jo Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sementara, Abdul dan Ilham disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.